Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 19

Bintang menengok ke kanan dan kiri, mencari angkutan umum yang akan lewat. Namun nihil. Tak ada satu pun yang kosong. Rupanya angkutan umum penuh penumpang. Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Sementara bel masuk tepat berbunyi di jam tujuh.

Jika biasanya ia berangkat dengan Langit, tapi pagi ini tidak. Pemuda itu memberi tahunya kalau hari ini ia absen untuk menjemputnya. Bintang bangun kesiangan juga, dan oleh sebab itu ia jadi tidak mendapat angkutan umum yang masih kosong. Hm.

Bintang menoleh ke kanan. Ada satu kendaraan motor yang sang pengemudinya memakai jaket berwarna merah. Ia mengira kalau itu ojol, dan langsung saja ia merentangkan tangannya. Tak memperdulikan dirinya akan ditabrak atau disruduk. Karena ia yakin, kalau pengemudi itu pasti memberhentikan motornya.

Pengemudi yang berjenis kelamin laki-laki itu langsung menekkan remnya. Ia melongo tidak percaya dengan aksi gadis itu. Gadis dengan seragam SMA yang membalut tubuhnya. Plus dengan tas yang menggemblok di punggung.

Ia membuka kaca helmnya dan langsung melotot, "Heh, bocah SMA! Kalo mau mati jangan ke gue, dong! Ke orang lain sana! Awas, gue mau pergi!" rocosnya.

Bintang menggeleng dan langsung naik ke atas motornya. Ia menepuk pundak lelaki itu setelah naik di atas motor dan berucap, "Mas, tolong ke SMA Purnama, ya. Nanti saya bayar double, kok. Tapi tolong banget ya, Mas, anterin saya ke sana. Saya takut telat."

Lelaki itu ingin sekali menubruk tiang listrik yang ada di jalan saking kesalnya pada gadis itu. Dengan rasa dongkol dan gondok, ia melajukan motornya sekencang mungkin. Tidak peduli kalau gadis SMA di belakangnya itu akan menjerit histeris. Ia tak peduli sama sekali!

Bintang bernapas lega saat motor itu melesat cepat. Ia memegang tasnya sendiri. Menghilangkan rasa takut karena lelaki itu membawa motornya secepat kilat. Mungkin jika balapan dengan Valentino Rosi pasti kalah. Ya, karena membawanya tak sekencang yang kalian bayangkan. Tidak.

Dengan kecepatan 60km/jam, motor itu telah membawa Bintang di depan gerbang SMA Purnama. Banyak siswa-siswi yang berlalu lalang memasuki gerbang sekolah. Bintang turun dari motor dengan rasa lega. Ia memberikan uang berwarna biru pada lelaki itu.

Laki-laki itu menatapnya sebal. "Lo kira gue ojek? Heh, gue itu mahasiswa yang lagi buru-buru karena ngejar tugas yang deadline! Simpen uang lo itu, dan kalo gue ketemu lo lagi, gue bakal nyuruh lo buat ngerjain tugas kuliah gue!"

Bintang terkesiap. Lelaki yang telah mengendari motor dengan kesetanan itu sudah menjauh dari depan gerbang sekolahnya. Ia menatap uangnya yang masih utuh dan memasukkannya kembali ke saku bajunya.

"Alhamdulillah, gak telat."

Dan kemudian ia memasuki area sekolah.

•••

"Bin, Bin! BINTANG!"

Semua orang yang berada di dalam kelas XI IPA 2 itu melotot tak percaya akan kehadiran pemuda yang suaranya melengking dan menggema di dalam ruangan. Langit, pemuda itu memasuki kelas Bintang dengan membawa kantung plastik yang entah isinya apa. Ia berjalan menghampiri Bintang yang sedang menulis.

Di jam istirahat ini, hanya ada beberapa siswa yang ada di dalam kelas. Rupanya Bintang tak ke kantin bersama Alani. Gadis itu masih sibuk mencatat tugasnya yang belum selesai, meskipun bisa diselesaikan nanti di kost-annya.

Bintang menoleh sebentar pada Langit yang berjalan ke arahnya, lalu fokus menulis kembali. Sesaat kemudian, ia merasa kalau kursi di sampingnya itu ada yang mendudukinya. Dan sudah pasti kalau itu adalah Langit.

Langit menaruh kantung plastik yang ia bawa di atas meja dan menggesernya ke arah Bintang. "Gue beliin lo susu coklat, ada rotinya juga. Dimakan, Bin, nulis terus gak bikin perut lo kenyang kali," ucapnya.

Bintang menoleh pada kantung plastik itu. Dan tanpa disangka oleh Langit, ia berkata, "Bukain."

Langit melongo. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya membuka bungkus roti dan menusuk sedotan ke dalam kotak susu itu. "Gak mau sekalian disuapin?" tanyanya jail.

Bintang menaruh pulpennya dan menatap pemuda di sampingnya dengan datar, "Nggak usah modus, bisa?!" tangannya menyambar roti yang ada di tangan Langit.

Langit terkekeh melihat ekspresi Bintang yang selalu datar padanya. Ia mengambil buku tulis Bintang dan menulis sesuatu di sana.

"Buku gue jangan dicoret-coret!"

Langit tak memperdulikan protesan Bintang. Ia terus menuliskan sederet kalimat untuk gadis itu. Menulis di halaman terakhir buku tulisnya.

Setelah selesai, ia menutup buku itu dan menggeser kembali ke arah Bintang yang kini tengah asyik dengan rotinya. Gadis itu melirik bukunya sekilas dan menaikkan satu alisnya kala melihat Langit.

"Lo baca kalimat itu kalo ngerasa gue ada salah sama lo aja. Maksudnya, jangan dibaca sekarang." Langit mengatakan itu seraya bangkit dari duduknya.

"Gue ke kelas ya, Bin."

Dan Bintang, menatap punggung itu yang kini menjauhi kelasnya. Ia melirik bukunya sekilas lagi dan bergumam, "Aneh."

°°°

Langit menatap nama kembarannya dari balkon kamar--langit malam maksudnya. Dengan segelas susu cokelat panas buatan ibunya, ia berdiam diri di sana. Hamparan bintang malam dan bulan yang bersinar menemani keraguannya. Keraguan tentang perasaannya yang sebenarnya.

Ini bukan tentang hanya bagaimana cara agar gadis itu bahagia dan kembali seperti dulu. Ini bukan hanya sekadar itu, ini lebih dari itu semua. Perasaan yang ia yakini suatu saat nanti akan terbalas dan ia takut, kalau perasaannya akan terbalas, ia akan mematahkan hati gadis itu, lagi.

Langit menyeruput minumannya yang masih hangat itu. Kemudian menaruhnya kembali di atas meja kecil dan menghela nafasnya.

"Gue emang suka sama lo, tapi gue takut lo salah ngartiin maksud baik gue yang ngebantuin lo. Gue takut lo berpikir karena gue kasihan, padahal enggak, Bin."

Ia menerawang. Membayangkan wajah gadis itu yang selalu menatapnya datar dan menunjukkan raut kesal padanya. Bintang. Gadis yang sejak awal kelas X sudah bisa menarik perhatiannya. Gadis yang ia harap bisa ia miliki.

"Udah hampir dua minggu, tapi lo masih aja belum suka sama gue. Untung gue sabar nunggu. Kalo ada yang bilang nunggu itu berat, menyakitkan, dan menyiksa, bagi gue nggak. Asal nunggu orang yang disuka mah gampil! Kayak gue nunggu elo misalnya."

Ucapannya hanya hilang tertiup angin malam. Dalam sekejap setelah mengatakan itu, ia teringat sesuatu. Sesuatu yang telah hadir sejak siang hari tadi.

"Marmut gue udah dikasih makan belum, ya? Kok gue lupa?"

"Unceha bala-bala marmut gue!"

Langit beranjak dari balkon kamar untuk melihat marmutnya yang ada di lantai bawah, dekat dengan halaman belakang rumahnya.

Pemuda itu terus berjalan cepat tanpa menghiraukan panggilan ayahnya yang bertanya kenapa ia berjalan tergesa-gesa. Tujuannya adalah marmutnya. Marmut unyu nan lucu miliknya.

Langit memilih marmut jenis American. Jenis American adalah guinea pigs yanglebih dominan dipelihara banyak orang, itu dikarenakan perawatanya yang mudah dan simple karena American merupakan memiki bulu pendek dan terdapat berbagai corak dengan warna yang bervariatif. Dan Langit menyukainya.

Langit berjongkok setelah sampai di mana ada kandang marmut di sana. Ia bernafas lega setelah melihat marmutnya sudah ia beri makan. Ia lupa kalau sudah memberi makan marmutnya sendiri. Yang ia ingat kan hanya Bintang. Bintangnya.

"Makan yang banyak ya, Mar. Biar kaga nyusahin bapak kalo sakit. Bapak sayang Marini, kok!"

Langit mengerutkan kening setelah berkata seperti itu. Ia melirik marmutnya sekilas, lalu menerawang ke atas. "Gue lupa, ini jantang apa betina ya si Marini? Tapi, Marini kan nama cewek, berarti marmut ini betina dong?" ia kebingungan sendiri.

"Kok gue lupa, sih, ini jantan apa betina ya?"

"Ya, gimana ya? Yang gue inget kan cuma Bintang!"

Kemudian ia melengos dari sana dan menuju kamarnya kembali. Meninggalkan matmut yang ia beri nama Marini berkaca-kaca. Sedih karena sang Bapak--Langit, lebih mengingat Bintang daripada dirinya.

Ingat, hewan juga memiliki perasaan. Maka, hati-hati dengan ucapan kalian. Hehe.

•••

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro