Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 17

Bintang telentang di atas kasurnya. Malam ini, setelah ia diantar pulang oleh Langit, ia merenungi semuanya. Semua yang telah terjadi. Apa yang telah pemuda itu katakan ada benarnya juga. Namun, ia masih ragu untuk bisa melangkah maju menghadapi semuanya.

Ini semua terlalu membuat Bintang malas untuk berpikir. Menebak. Bertanya-tanya. Itu semua membuatnya malas. Dan terjadilah hanya rasa dan pikiran negatif yang ada di dalam otaknya.

Jika disuruh menyebutkan satu-persatu pertanyaan yang ada di dalam pikirannya, Bintang akan menyebutkan.

1. Kenapa ini semua terjadi padanya?

2. Kenapa Tuhan menggariskan takdir untuknya seperti ini?

3. Kenapa ada manusia yang tega menggambil anak orang lain demi kebahagiaannya?

4. Kenapa kecelakaan itu terjadi?

5. Kenapa baru sekarang ia mengetahui semunya?

6. Kenapa orang tua kandungnya tak berusaha mencari dirinya?

7. Kenapa ini terlalu rumit untuk ia hadapi?

Tapi, Bintang lupa. Kalau yang membuatnya rumit adalah dirinya sendiri yang tak mau mendengarkan penjelasan orang tuanya terlebih dahulu.

Ini semua adalah garis takdir yang Tuhan telah berikan untuknya. Baik atau pun buruk. Bahagia atau pun sedih. Senang atau pun susah. Ini adalah takdirnya. Takdir yang harus ia jalani dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Seharusnya ia bersyukur karena Papa-Mamanya tak membuang dirinya saat Cyra telah lahir. Kalau saja hal itu terjadi, sudah dipastikan kalau ia tidak akan berada di tempat ini--kost-annya. Tempat untuk sementara waktu ia singgahi.

Kini pikirannya bergeser pada hal yang juga membuatnya bingung. Langit. Kenapa pemuda itu masih bersikukuh terus ada di sampingnya? Selalu menyadarkan kalau apa yang ia lakukan ini bukan jalan terbaik. Dan karena pemuda itu pula, ia kini mencairkan bentengnya.

Benteng tentang masalahnya dan orang tuanya.

"Kepala gue cenut-cenut, deh, kalo mikirin semuanya. Jadi pengen es campur. Seger!" ucapnya tiba-tiba saat merasakan kepalanya sedikit pening.

Bintang kemudian meraih ponselnya untuk menghubungi Wira. Ia akan minta dibelikan es campur. Mumpung masih jam setengah delapan. Ini masih sore. Pasti Wira sedang tidak sibuk.

Bintang
Kak Wira!
Bintang mau es campur. Minta tolong beliin bisa gak?

Bintang mengirim pesan pada kakak sepupunya itu. Terakhir kali ia bertemu dengannya adalah saat di Rumah Sakit. Sewaktu Mamanya sedang sakit. Dan setelah itu, ia belum bertemu kembali.

Sementara itu. Di lain tempat, namun masih di kota yang sama. Ponsel milik Wira bergetar di saku celananya. Ia masih berada di Cafe bersama dengan Langit tentu saja. Ia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.

Dilihatnya pesan masuk dari Bintang, adik sepupunya. Ia menatap Langit sekilas, lalu menatap ponselnya kembali. Membuat Langit menaikkan satu alisnya bingung. Wira mengetikkan balasan untuk Bintang.

Wira
Bisa. Tungguin, ya. Mau apalagi?

Wira menaruh ponselnya di atas meja setelah membalas pesan dari Bintang. Dan langsung berkata, "Bintang minta dibeliin es campur. Gue cabut duluan, oke?" sambil beranjak dari duduknya.

"Serius?! Gue aja deh yang beliin. Lo pulang aja sana!" Langit langsung menyerobot. Bahkan ia sudah berdiri seperti Wira.

Wira gemas pada pemuda yang usianya berbeda satu tahun dengan dirinya itu. Ia menoyor kepala Langit, "Heh! Bego sih bego aja, tapi jangan kebegoan juga dong! Nanti kalo Bintang nanya kenapa lo yang bawa es campur itu, lo mau semuanya kacau, hah?!"

Langit langsung kicep. Ia mengerjapkan matanya. Dan sama sekali tidak lucu atau pun gemas. Yang ada seperti orang idiot yang mendadak ngeblank.

"Oh, iya. Sorry, Man ... Gue kadang suka kebablasan kalo menyangkut Bintang," alibinya.

"Terserah lo! Udah, gue cabut. Bye!"

Sambil menatap punggung Wira yang kian semakin jauh, Langit bergumam, "Gara-gara es campur, Wira jadi nyamperin Bintang kan. Sedangkan gue, enggak!"

Langit melirik meja tempatnya ia duduk tadi. Ia menepuk jidatnya kemudian. Ingin rasanya ia menendang Wira sekarang juga.

"Kampret! Udah dateng telat, minumnya gak dibayar, sekarang malah pergi duluan! Bener-bener tuh orang!" gerutunya.

•••

"Nih, es campur sama donatnya!"

Bintang menatap kantung plastik yang ada di hadapannya dengan senang. Ia menyambarnya dan tersenyum lebar pada sang pemberi, Wira. Lelaki itu telah tiba di teras kost-annya dengan membawa apa yang ia minta.

"Sana ambil mangkuk, nanti takut mencair esnya, Bin." Wira duduk di kursi yang ada di depan teras setelah berkata seperti itu.

Bintang menaruh kantung plastik di atas meja kecil di samping kursi yang Wira duduki. Kemudian ia memasuki kost-annya untuk mengambil mangkuk dan piring. Setelah itu, ia kembali lagi dan duduk di kursi yang kosong dan mulai membuka pesanannya tadi.

"Hah ... seger! Makasih, kak Wira!" Bintang tersenyum lebar. Senyum yang selalu membuat Wira bernafas lega karena melihat adik sepupunya itu seperti sedang baik-baik saja. Meskipun nyatanya tidak sepenuhnya baik-baik saja.

Wira mengusap pucuk kepala gadis itu. Dalam hati ia selalu berharap kalau Bintang tidak akan pernah jauh dari hidupnya. Ia ingin Bintang selalu menjadi adiknya yang manja. Meskipun ia tahu kalau gadis itu bukan adik sepupu kandungnya, tapi ia tak memperdulikan itu. Karena yang jelas, ia menyayangi gadis itu seperti adik kandungnya sendiri.

"Kamu udah makan nasi belum?" tanyanya.

Bintang yang sedang menggigit donat itu mendongak dan menggelengkan kepala sebagai jawaban. Dan lanjut pada es campurnya kembali. Kemudian beralih ke donatnya. Setelah itu pada es campurnya. Dan kemudian ke donat kembali. Terus seperti itu hingga habis, sepertinya.

"Kok mintanya es? Mau makan nasi?" Wira keheranan.

Bintang lagi-lagi menggeleng.

"Nanti perut kamu sakit lho, Bin. Aku beliin, ya, tapi harus dimakan."

Ngomong mulu, ini gue lagi makan, gumam Bintang dalam hati. "Kak Wira, aku gak pengen nasi, tapi pengen donat sama es campur. Ini semua gara-gara bocah tengil itu yang gak tanggung jawab aku mau donat, tapi gak dibeliin!" Kalimat itulah yang keluar dari bibirnya.

Wira mengernyit. Siapa yang dimaksud 'bocah tengil' menurut Bintang? Kayaknya sih, Langit, pikirnya.

"Siapa tuh bocah tengil?"

Bintang mendengus sebal, "Ya, siapa lagi kalo bukan Langit?" sungutnya.

Wira mengangguk. Benar ternyata bocah itu. "Emang kenapa sama dia?"

"Nih, kak Wira bayangin aja. Dia ajak aku pergi ke danau habis pulang sekolah, terus pulangnya lumayan sore. Tapi, pas aku minta donat gak dibeliin. Udah mah bikin kesel terus. Hidup juga ya manusia kayak dia!" Bintang nyerocos dengan semangat.

Wira tertawa mendengarnya. Ternyata pendapatnya tentang Langit yang tengil benar. Langit memang tengil dan juga rese. Bintang saja sampai puyeng hadapinnya.

"Terus, gimana lagi?"

Bintang kemudian mengingat kejadian di depan kost-annya tadi sore saat Langit mengantarnya pulang. Pemuda itu tak membelikannya donat atau apapun. Yang diberikannya justru permen.

"Maaf, gue gak beliin lo donat. Gue ganti deh sama yang lain," ucap Langit melihat Bintang sudah turun dari motor dan menatapnya sebal.

Bintang sudah malas meladeni Langit. Ia berniat memasuki kost-annya, namun sudah lebih dulu dicegah. Ia melihat Langit yang mengambil sesuatu di dalam tasnya.

"Bin, gue ada tebak-tebakkan, nih!"

Bintang sontak langsung mendengus sebal. "Apaan, sih?!"

Langit menutup kembali tasnya. Tangan kanannya yang sedang memegang sesuatu itu ia sembunyikan. "Permen, permen apa yang romantis dan bikin seneng?"

Bintang menaikkan satu alisnya. Tebak-tebakkan macam apa itu?

"Permen manis," jawab Bintang tanpa minat.

Langit menggeleng keras, "Salah! Jawabannya adalah permen Milkimu!" Sambil menyodorkan permen gagang rasa susu coklat di hadapan Bintang.

"Milkita! Bego!" Bintang menyambar permen itu lalu beranjak dari sana. Meninggalkan Langit yang sudah tertawa.

Wira tergelak. Ia geleng-geleng kepala mendengar cerita dari Bintang. Gadis itu bercerita betapa kesalnya ia pada Langit. Dan kalau ia yang menjadi Bintang pun, pasti ia akan menendang Langit karena mendengar gombalan pemuda itu secara tidak langsung.

"Koplak kan, tuh anak, Kak? Ngeselin banget!"

•••
maafkan typo.

next part selanjutnya---

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro