Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 08

Tepat pukul setengah enam sore, Langit sampai di rumahnya. Ia memasuki rumah sambil mengucap salam. Di ruang tengah, ada Ibu dan juga adiknya yang masih berumur tiga tahun. Menghampiri mereka dan langsung menyerang adik kecilnya.

Langit menciumi setiap inci wajah Chana--adik perempuannya. Mulai dari pipi, hidung, dagu, kening, mata, bib--ah yang satu itu tidak. Hehe...

Ibunya menjauhkan Chana dari Langit. Meskipun Chana tertawa geli karena diciumi oleh kakaknya itu, tapi ibunya merasa risih karena Langit terus menciumi adiknya.

"Kamu belum mandi! Jangan cium-cium, Chana kayak gitu dong!"

Langit terkekeh. "Chana wangi soalnya, Bu."

"Chana wangi, kamu bau. Gak sinkron, udah sana mandi! Pulangnya juga sore banget nggak kayak biasanya."

Langit duduk di karpet bawah sambil memainkan jari-jari tangan Chana. "Bu, ini malem minggu bukan sih?" tanyanya.

"Iya. Kenapa?"

"Langit mau hangout sama temen cewek boleh?"

Kelewat jujur. Langit tak bisa berbohong pada orang tuanya. Ia sudah terbiasa berbicara jujur, meskipun itu hal yang kecil. Termasuk hal yang ia tanyakan tadi.

Litta--ibu Langit mendelik pada anak laki-lakinya itu. Apa katanya? Anaknya itu mau hangout sama perempuan? Yang benar saja!

"Emangnya ada yang mau kamu ajak hangout?"

Ngece! Ngece sekali ibunya ini! Untung Langit sabar. Memang sih apa yang dikatakan ibunya itu. Tapi kan, Langit belum bertanya apakah si cewek itu mau ia ajak hangout atau tidak?

"Nggak tau juga. Belum nanya. Langit kabarin dulu deh." Setelah itu, Langit beranjak dari duduknya dan pergi ke kamarnya yang ada di lantai atas.

Langit menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dan mengambil ponsel yang ada di saku celananya. Ia kan menghubungi Bintang, mengajak gadis itu hangout.

Cia elah! Gaya banget kan? Untung saja Langit itu ganteng, kata dirinya sendiri. Jadi ia bebas untuk melakukan hal apapun.

Langit membuka aplikasi berlogo hijau. Ia membuka room chatnya dengan Bintang yang masih kosong belongbong itu. Kemudian jarinya mengetikkan sederet kalimat untuk ia kirimkan pada gadis itu.

Langit
Bintang! Malam ini keluar sama gue, mau?

Itulah yang Langit kirimkan pada Bintang. Ia menunggu balasan dari gadis itu. Cukup lama, namun Bintang tak kunjung membalasnya. Langit mendesah. Kemudian bangkit dan menuju kamar mandi. Semoga saja setelah ia selesai mandi, Bintang sudah membalas chatnya.

Tak butuh waktu lama untuk Langit membersihkan dirinya. Hanya dalam waktu 15 menit, ia sudah keluar dari kamar mandi dalam keadaan yang sangat enak dipandang. Enak dipandang itu dalam keadaan segar! Jangan ngeres, bung! Tidak baik!

Langit memakai celana selutut dan juga kaus lengan pendek warna maroon. Demi Mardani tukang cilor di sekolahnya Langit, ia ganteng sekali! Kalau begini caranya sih, mungkin Bintang akan meng-iyakan ajakan Langit.

Setelah itu Langit mengecek ponselnya. Dan ternyata ada satu notifikasi masuk dari seorang gadis yang ia tunggu-tunggu sedari tadi. Ya, Bintang membalas chatnya. Langit merekahkan senyumnya.

Bintang
Mau apa?

Dengan gesit, Langit mengetikkan balasan untuknya.

Langit
Ke pasar malam. Ada yang baru buka. Gue otw jam setengah 7 ya?

Bintang
Terserah

Langit berguling di tempat tidurnya yang--memang luas. Kalau saja tempat tidurnya itu kecil, sudah dipastikan kalau ia jatuh ke lantai. Saking senangnya.

Meskipun Bintang membalas dengan singkat. Tapi itu tak membuat Langit merasa kalau Bintang cuek atau sebagainya. Karena dasarnya, sifat Bintang memang seperti itu. Dan langit sudah memahaminya.

•~•

Tepat pukul 18.55. Langit sampai di depan kost-an Bintang. Malam ini ia menggunakan kaus pendek yang tadi ia pakai dengan dibaluti jaket, celana jeans panjang, dan juga sepatu sneakers.

Langit memberi tahu Bintang kalau ia sudah ada di depan kost-an gadis itu. Tak lama kemudian, Bintang keluar dengan pakaian yang hampir sama dengan Langit. Wow! Takdir! Hehe, batin Langit.

Bintang menggunakan hoodie maroon, celana panjang dan sepatu yang memang sama seperti Langit. Tak lupa juga tas kecil yang gadis itu pakai. Membuat kesan imutnya lebih menonjol.

"Wah, Bin! Pakaian kita sama nih?"

Bintang memandang pakaiannya dan juga pakaian Langit. Ternyata benar! Ya sudah lah biarkan saja.

"Biarin," kata Bintang.

Aduh. Kok Langit baper? Hehe..

Langit memberi helm pada Bintang dan langsung dipakai oleh gadis itu setelah menerimanya. Bintang naik ke atas motor Langit. Sesaat kemudian, Langit melajukan motornya membelah jalanan kota yang ramai.

Bintang memegangi ujung jaket yang Langit pakai karena pemuda itu cukup kencang mengendarai motornya. Bintang menutup matanya sejenak. Menikmati semilir angin malam yang menerpa wajahnya.

Dingin. Namun hangat di hatinya. Itulah yang Bintang rasakan. Ia tak sadar kalau kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Menyetak senyum manis di sana. Dan tanpa ia sadari juga, kalau Langit meliriknya lewat spion.

Dan Langit tersenyum melihatnya.

•~•

Mereka telah sampai di pasar malam yang Langit katakan pada Bintang. Ramai. Satu kata yang menjabarkan tempat itu. Kelap-kelip lampu dari stand para penjual itu sangat indah. Membuat mata siapa saja yang melihatnya merasa sangat dimanjakan.

Setelah melepas helm dan turun dari motor. Keduanya nampak bingung. Langit dengan pikirannya dan Bintang dengan--entah membingungkan apa.

"Bin?" panggil Langit. Bintang menoleh padanya sambil mengikat rambutnya menjadi satu karena merasa risih--sebelumnya ia gerai seperti biasa.

Langit mengerjapkan matanya dengan cepat. Hampir! Hampir saja--ralat, ia sudah terlanjut terpesona dengan Bintang. Hehe..

"Ini kan ramai nih, gue takut lo ilang," ujarnya.

Bintang mengernyit. "Maksudnya?"

"Aduh! Gimana ya? Gimana caranya biar lo nggak ilang?"

"Gue nggak akan ilang, kan gue sama lo," sahut Bintang kelewat santai.

Sial! Jantung Langit! Tolong! Butuh penenang. Eh! Nggak usah. Ini kok Bintang nggak nyadar sama ucapannya apa?

"Iya, meskipun lo tetep sama gue, kalo nanti ilang gimana?"

"Lo kok muter-muter sih, Lang?"

Bintang mulai menangkap kode dari Langit. Hanya saja ia malah merespon yang berbeda dari pikirannya--pura-pura seolah tak mengerti apa yang Langit maksud.

"Emm... gue.."

Duh, Langit grogi! Menarik nafas sebelum mengajukan pertanyaan yang jawabannya membuat ia lemas di tempat.

"Gue boleh gandeng tangan lo?"

Di bawah sinar bulan dan bintang di atas langit sana. Gadis di depannya itu tersenyum kecil dan mengaitkan jari kelingking mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro