Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 04

Langit menatap dua orang yang tengah berbicara itu dari jarak cukup jauh. Bukan tanpa alasan ia rela berdiri cukup lama demi memperhatikan keduanya. Tentu saja alasannya karena Bintang. Gadis itu sedang berbicara dengan satu orang lelaki yang usianya mungkin hanya terpaut satu atau dua tahun dengan dirinya.

Langit terus saja memperhatikan mereka dengan diam. Ia tak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Kerutan di dahinya nampak jelas ketika Bintang mulai menangis dan menunduk. Lelaki di hadapan gadis itu menghela napasnya dan terus berbicara pada Bintang.

Kemudian Langit melihat kalau Bintang berlari dan membuat lelaki yang berbicara dengannya itu terus memanggil-manggil namanya, tapi tak dihiraukan oleh gadis itu. Langit terpaku di tempatnya berdiri. Kabut pertanyaan memenuhi otaknya. Membuatnya semakin menerka-nerka.

Sementara lelaki itu berdecak dan mengacak rambutnya. Langit hanya menatapnya saja. Namun siapa sangka kalau lelaki itu mungkin merasa diperhatikan dan membalas tatapan Langit. Mereka bertatapan seolah sama-sama membutuhkan informasi dan pertolongan satu sama lain

...

Menjelang malam hari, Bintang keluar dari kamar kost-nya dengan pakaian santai. Rambutnya ia cepol jadi satu. Terlihat sangat berbeda saat ia tak lagi memakai seragam sekolah dan rambut yang digerai atau diikat satu. Ia kini terlihat manis dan imut.

"Kak Dila, mau ikut makan di depan gang?"

Bintang bertanya pada Dila--teman satu kost-nya--yang usianya satu tahun di atasnya. Ya tingkat 12 lah, sama seperti Kakak sepupunya itu, Wira. Ah, mengingat tentang Wira membuatnya menjadi teringat akan kejadian siang tadi.

Dila sedang duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel itu seketika mendongak. Menatap Bintang yang sudah berdiri di samping sofa yang ia duduki. "Makan nasi goreng?" tanyanya. Menaik-turunkan alisnya.

Bintang mengangguk cepat sambil tersenyum. Mungkin dirinya memang kaku pada orang lain. Tapi, ia masih tahu diri untuk bersikap seperti itu pada siapa. Dan Dila tidak termasuk ke dalamnya. Dila yang satu bulan belakangan ini menjadi teman kost-nya. Memang ia belum menceritakan apapun pada Dila, tapi ia sudah menerima Dila sebagai teman, atau bahkan Kakak untuknya.

Dila tak pernah bertanya tentang urusan pribadinya. Mungkin pernah bertanya kenapa ia ngekost. Dan dijawab oleh Bintang dengan seadanya, namun masuk akal. Dila hanya mengangguk saja, meskipun dalam hatinya tidak percaya sepenuhnya pada jawaban Bintang.

Melihat respon dari Bintang yang menganggukkan kepala, langsung saja Dila bangkit dari duduknya. "Uang gue ada di kantong nggak ya?" Sambil merogoh kantung celananya. Dan ternyata ada 20 ribu. Langsung saja Dila menggandeng tangan Bintang untuk keluar kost-an menuju warung depan gang.

"Oh iya, Bin. Lo di sekolah ikut ekskul apa?" tanya Dila saat mereka sudah dekat dengan arah keluar gang.

"Ekskul nyanyi vokal."

Ya, meskipun kenyataan yang Bintang terima sekarang itu bukan kenyataan yang meng-enakkan, tapi ia tak bisa jauh dari hobbynya--menyanyi. Bintang suka menyanyi, hanya saja tak banyak yang tahu. Saat ada perlombaan antar sekolah atau di sekolahnya pun, Bintang mengikuti dengan biasa. Tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya.

Bintang bukan orang yang antisosial, tapi ia tak ingin terlalu mempercayai orang lain dan dekat dengan banyak orang. Memang bagus jika banyak berteman dengan orang, tapi bagi Bintang itu adalah hal yang tak wajib ia lakukan.

Selama ini Bintang hanya mempunyai dua teman dekat. Ulya, teman saat ia tingkat 10. Dan satu lagi Alani, teman satu bangkunya sekarang ini. Mungkin Bintang belum sangat nyaman dengan Alani, tapi setidaknya ia sudah bisa menganggap Alani sebagai teman dekatnya.

"Wah! Suara lo bagus berarti ya? Kapan-kapan nyanyi buat gue dong, Bin. Kok lo gak bilang-bilang sih?"

Bintang terkekeh kecil melihat kegregetan Dila. "Kak Dila nggak pernah tanya," balasnya.

Dila memiringkan kepalanya. "Oh iya ya? Oke deh, pokoknya nanti lo harus nyanyiin satu lagu khusus buat gue."

"Iya, iya."

Mereka belok ke kanan keluar gang untuk menuju penjual nasi goreng langganan mereka. Setelah sampai di tempat, mereka memesan dan kemudian duduk di sana untuk menunggu pesanannya jadi.

Dila bercerita apa saja yang terjadi di sekolahnya. Bintang dan Dila berbeda sekolah. Maka dari itu, pasti tiap-tiap sekolah mempunyai ciri khasnya tersendiri. Begitupun dengan sekolah Dila. Dan gadis itu bercerita tentang apa saja yang terjadi di sekolahnya. Bahkan sampai pesanan mereka jadi pun, Dila masih asyik bercerita. Dan Bintang hanya menimpali dengan gayanya.

...

Keesokan paginya. Saat bel istirahat berbunyi, Langit mencari Bintang di dalam kelas gadis itu. Namun, nihil. Gadis itu tidak ada di dalam kelas. Mungkin saja ada di kantin.

Langit kemudian menghubungi temannya--Malik. Bilang padanya kalau ia akan menyusul ke kantin. Setelah itu Langit langsung melangkahkan kakinya menuju kantin.

Kantin di jam istirahat pertama selalu ramai dan padat akan para manusia yang kelaparan. Pemandangan ini sudah biasa untuk dilihat oleh mata. Dan mungkin, untuk yang tidak suka keramaian pasti akan merasa pusing dengan kebisingan yang terjadi.

Langit menengok ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan Malik dan juga Refan. Sesaat kemudian, ia melihat Malik yang melambaikan tangannya bak orang yang tengah memberi ucapan selamat tinggal. Langit berjalan mendekati mereka berdua.

"Aish-aish ... Tadi diajak nggak mau, katanya ada urusan. Sekarang nyusul ke sini kan lo? Lagian urusan apa sih, Lang?" tanya Malik saat Langit duduk di depannya. Pemuda itu sedang memakan cilor dengan bumbu yang sangat pedas. Menggiurkan sekali.

Refan duduk di samping Malik, sedang menikmati bakso. Melihat Refan yang sangat nikmat melahap bakso yang hot dan juga Malik yang mengunyah cilor dengan maknyos itu membuat Langit menjadi lapar tiba-tiba.

"Mau tau? Jangan deh. Entar kalian anu lagi," sahut Langit sambil mengambil alih tusuk cilor dari tangan Malik.

Malik menggeplak tangan Langit yang seenak jidat mengambil tusuk cilornya. "Punya gue, woy!"

"Minta. Pelit banget sih lo."

Malik pasrah. Langit mulai menusuk cilor yang menggoda itu. Sesaat kemudian cilor itu sudah masuk ke dalam mulutnya. Sambil mengunyah, Langit menatap ke sekeliling kantin. Mencari keberadaan gadis yang ia cari-cari.

Samar-samar keadaan kantin ramai di bagian pojok. Lumayan jauh dari tempat Langit cs berada. Mata Langit sontak membulat melihat apa yang terjadi. Ia tersedak cilor. Membuat Malik dan Refan kelabakan memberinya minum.

"Woy, Lang! Pelan-pelan! Lo kenapa sih?"

"Bintang," kata Langit sambil berdiri dari duduknya. Membuat Malik dan Refan mengerutkan alisnya. Tapi sesaat kemudian mereka berdua menatap tempat di bagian pojok kantin yang ramai.

"Buset. Kenapa tuh, Ref?"

"Pelakor kali," sahut Refan.

Malik menarik telinganya. "Serius woy!" serunya.

Refan mengusap telinganya yang panas itu. "Ya mana gue tau, Malik Ibrahim. Tapi kok itu si Langit langsung kaget? Apa jangan-jangan itu gebetannya dia yang kena masalah?"

Malik menoleh pada Refan. Berpikir dan berpikir. Namun sialnya tak menemukan jawaban. Sia-sia ia berpikir selama semenit. Iya, hanya semenit ia berpikir.

"Ayo, Ref! Ikutin Langit."

Malik dan Refan kemudian menyusul Langit tengah yang menerobos kerumunan murid-murid.

"Dasar licik! Apa sih pelet lo, hah? Dengan cara lo sengaja jadi orang pendiem gini, terus tuh guru milih lo dengan gampangnya, iya? Heh, mahkluk angkasa. Jangan lo pikir gue terima gitu aja ya, kalo lo yang bakal wakilin sekolah kita ikut lomba nyanyi vokal. Nggak akan. Gue nggak akan terima gitu aja. Gue bakal bikin lo mundur. Kalo bisa keluar dari ekskul!"

"Bacot, sialan! Lo pikir dengan cara begini, lo bakal bisa rebut posisi Bintang? Sadar, woy! Bintang dipilih karena potensinya lebih bagus daripada lo!"

Itu bukan suara Bintang. Tapi suara Alani. Bintang masih menahan amarahnya karena tiba-tiba saja--Niken--teman satu ekskulnya datang menghampirinya dengan penuh amarah. Niken tidak terima dengan keputusan guru pembimbing ekskul vokal memilih Bintang sebagai wakil dari sekolah untuk mengikuti lomba.

"Bintang!"

Lalu, mereka semua menoleh pada sumber suara.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro