V
[ Lena's POV ]
Lena sudah berusaha memejamkan mata dari beberapa jam lalu, tapi ia tak kunjung mengantuk.
Pikirannya selalu melayang, di malam minggu lalu itu. Ketika Danny menggenggam pergelengannya erat.
Wajah Danny nampak sungguh-sungguh, dan kalimat menyakitkan meluncur dari mulut Lena, tanpa ia sadari.
Kejadian itu berlangsung cepat, dan kabur. Ingatan Lena memang lemah akhir-akhir ini. Ia mengingat Luna memanggil namanya, dan Ryan yang mengejarnya. Ia beruntung menemukan Michael dan segera kabur bersama pria itu.
Lena mengambil posisi duduk, dan mengambil ponselnya.
Ia membuka gallery ponsel dan menatapi foto-foto yang ada di dalamnya, lama.
Delete selected item?
Lena menatap lama foto itu.
Jarinya ragu-ragu. Ada perasaan aneh dalam hatinya.
Senyum yang tertera pada wajahnya dan Danny dalam satu bingkai yang sama.
Membuat hatinya, entah kenapa.. sesak..
Lena memandang ke sekeliling kamar.
*flashback on*
" Ya ampun, kamarmu berantakan sekali, Len. "
Lena hanya tertawa kecil dan duduk di tempat tidurnya.
Ruangan miliknya memang kecil, karena merupakan tempat kos. Ia hidup sebatang kara dengan bekerja sebagai pelayan di suatu cafe dekat tempat kos.
Nama kafe itu adalah De Latte. Kafe itu cukup terkenal -karena anak pemilik kafe tersebut adalah seorang artis yang cukup terkenal, Edward Miles*- dan pemiliknya sangat ramah pada dirinya.
" Apa yang sedang kau lakukan? " tanya Lena selagi mencari saluran tv yang menarik.
Danny tidak memandang Lena, sibuk dengan apa yang ia kerjakan.
" Tentu saja membereskan kamarmu. "
Lena menatap Danny lama.
" Kau beruntung punya pacar rajin sepertiku. " canda Danny sambil membereskan tumpukan buku, dan snack.
" Oh God, aku beruntung punya pacar narsis sepertimu. " sahut Lena dan membuat keduanya tertawa keras.
*flashback off*
Lena menggelengkan kepala.
Sadarlah, bodoh!
Lena menghembuskan nafas keras, dan mengerutkan kening.
Kembali memandang foto di ponselnya itu. Kemudian mendesah keras.
.
.
.
.
.
Cancel
***
[ Ryan's POV ]
Ryan memandang ponselnya.
Tidak ada reaksi.
Ia kembali memandang beberapa kertas yang menumpuk dan proposal.
Ia menulis beberapa hal yang akan ia bahas di rapat nanti.
Ryan kembali memandang ponselnya.
Lagi-lagi tidak ada reaksi.
Ryan kembali berusaha berkonsentrasi pada pekerjaannya.
.
.
Sekali lagi Ryan melirik ponsel itu.
Lama.
Ryan membalik bagian depan ponsel menghadap ke belakang.
Ia berdeham dan berdiri dari tenpat duduknya, membuka jendela, dan memandang pemandangan kota di pagi hari.
Kemudian Ryan kembali duduk dan mencoba lagi untuk berkonsentrasi.
Tetapi tangannya terasa gatal dan akhirnya ia segera mengambil ponselnya dan menekan-nekan layar, kemudian menempelkan ponsel itu ke telinganya.
.
.
" Hallo, Lun? "
" Ya, ada apa Ryan? "
Lega mendengar jawaban Luna, Ryan kembali melanjutkan kalimatnya. " Sibuk? "
" Tidak juga. "
Ragu. " Tidak terjadi apa-apa lagi 'lan di apartemenmu? "
" Ya, tidak apa-apa. "
" Kakimu? "
" Gips sudah dilepas, aku sudah bisa berjalan seperti biasa.. ya, sedikit pincang. "
" Mungkin ingin makan malam bersama nanti? "
" Boleh saja. "
" Oke, goodbye. "
"Bye, Ryan. "
Ryan menekan-nekan layar ponselnya dan meletakkannya di meja.
Pikirannya campur aduk, dan Ryan mendesah.
Kali ini Ryan akan benar-benar konsentrasi dengan pekerjaannya kali ini.
***
[ Luna's POV ]
" Luna! "
Luna tersentak kaget. " Ya ampun Merry.. Kau hampir membuatku jantungan. "
Merry tertawa kecil. " Habisnya kau tersenyum sendiri dari tadi. Seperti.. " Merry menunjuk kepalanya dan memutar jari telunjuknya.
" Jahat. " omel Luna pura-pura marah. " Orang sedang bahagia, dibilang gila. "
Merry duduk di sebelah Luna yang melanjutkan makan siang.
" Kenapa senang? " tanya Merry memandang Luna penuh penasaran.
Luna melirik Merry dan mengendikkan bahu.
" Tell me... " bujuk Merry sambil mengguncang bahu Luna pelan.
Luna tertawa pelan. " Mmmm.. tentang Ryan? "
Merry tersenyum nakal. " Ahhh.. tentang dia. "
" Ryan.. mengajakku makan malam! " sorak Luna, sambil bertepuk tangan. Kesenangan.
Merry mencibir sambil bercanda. " Apa specialnya makan malam. Ia pasti sering makan malam dengan sekretarisnya yang cantik. "
Luna melirik Merry kesal.
" Terserah apa yang mau kau bilang. Intinya aku makan malam dengan Ryan!! "
Merry menggeleng pelan.
" Just kidding, honey. " Merry bangkit berdiri. " Aku pergi dulu ya, Lun. "
Luna menggangguk pelan. " Bye. "
***
Luna merasa jantungnya benar-benar berdebar.
Ryan tidak pernah mengajaknya makan malam. Maksudnya baru kali ini ia makan malam dengan Ryan tanpa dirinya sendiri mengajukan ide itu.
Selalu saja Luna yang mengajak.
Dan hari ini satu hal berubah...
Ia memandang dirinya sendiri melalui cermin.
Dress warna peach sederhana, dan rambut yang terurai.
Tiba-tiba saja, hujan mulai turun, dari gerimis menjadi cukup lebat.
Tapi Luna tak membiarkan cuaca menghancurkan moodnya
Luna mengambil parfum beraroma vanilla dan menyeprotkannya sekali pada pakaiannya.
Setelah merasa cukup siap, Luna segera mengambil tas dan segera menekan tombol di ponselnya
Aku sudah siap.
***
Luna berjalan menuju lift dengan sedikit pincang, masuk dan menekan tombol yang menunjukkan lantai dasar.
Pintu lift perlahan tertutup, Luna menatap jam tangan silver mini di tangan kanannya.
Hanya menanti makan malam bersama Ryan sukses membuat Luna tersenyum lebar.
Trakk..
Lift berhenti bergerak.
Lampu padam,
yang berarti Luna terjebak.
Luna berusaha mencari ponselnya.
Astaga!
Ponsel Luna tertinggal di kamarnya.
Apa yang harus aku lakukan?
***
TBC~
~°~°~°~
Edward Miles* » baca One More Time ;) #numpangpromosi
Maaf ya kalo chapter ini lebih pendek dari biasanyaa.. Dan juga tentang typo yang bertebaran dimana saja.. T^T
Saya sudah mencoba manjangin tapi tetap udah buntu.
Terimakasih untuk yang sudah vomment..
Setiap vote yang kalian klik, dan comment yang kalian tuliskan, walaupun hanya satu kata ataupun next
Benar-benar berarti :'3
Sekali lagi maaf ya...
Terimakasih
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro