Prolog
[ Luna's POV ]
Luna benar-benar lelah.
Selepas lembur, tubuhnya terasa remuk redam.
Ia benar-benar benci harus menjadi produser pengganti dan kerja mati-matian. Apalagi sekrang sudah dini hari dan pukul 7 pagi ia harus bersiap untuk memandu syuting acara variety show.
Luna merutuk dalam hati, dengan kaki lecet karena berlari dalam JL entertaiment, ia jadi setengah pincang ditambah rambut gembel ini.
Ponselnya berdering, Luna mengomel sambil menerima panggilan.
" Hallo?! "
" Luhna? Besok tuolong datang pukul 6 'ya? Bisa 'khan? "
Saat ini Luna sedang memaki dalam hati.
" 6?!?!?! Kalian pikir aku apa? Aku tidak perlu tidur? Begitu menurut kalian? "
" Lun, " Suara pria berganti menjadi wanita, suara mereka parau dan keadaan di seberang telepon cukup bising. Luna bisa menduga mereka kini sedang mabuk-mabukkan dan membiarkan tugas menumpuk agar bisa Luna kerjakan keesokan harinya." Kami mohonnnn.. Kau men...jadi pengganti PD (Produser) kami hanya 3 hari.. Khami memohon dengan sangatttt."
" Sometimes I wish I was an octopus so that I could slap 8 people at once. " Luna mendesah keras. Menyindir setiap orang yang sedang berpesta dan membiarkannya sengsara besok pagi." Yaaa.. Pukul 6 .. "
Setengah sadar, Luna memanggil taksi. Dan mematikan sambungan panggilan tanpa mendengar jawaban mereka di seberang sana karena Luna yakin mereka sudah teler berat.
Setelah masuk ke dalam taksi, ia memejamkan mata, sejenak saja mengistirahatkan raganya.
Kemudian ponselnya berbunyi nyaring. Dengan amat terpaksa ia membuka matanya yang berat dan menekan tombol hijau pda ponselnya.
" Ha..llo?! " jawab Luna setengah terusik
Mereka pasti mabuk berat..
" Luna, bagaimana kalau besok.. "
DRUAKK..!!!
Setelah mendengar suara familier itu.. Ingatan Luna buyar, hanya gelap dan suara keras yang memekakkan telinga.
Tubuh Luna terasa mati rasa, ia membuka matanya perlahan-lahan, sambil berusaha menahan sakit karena memar, luka, dan pecahan kaca yang menusuk dimana-mana.
Kepalanya berputar dan telinganya berdengung.
Ia membuka matanya lebih lebar dan berusaha melihat dengan lebih jelas. Ia melihat bahwa di sampingnya, diluar taksi yang hancur, seorang pria terbaring dengan tubuh dan wajah penuh luka, menatap ke arahnya, lama.
Jantung Luna berdegup kencang. Berharap orang itu belum mati.
Luna berusaha keluar dari taksi yang hancur itu dengan sekuat tenaga, meskipun ia bisa merasakan salah satu kakinya patah. Dan ia tidak tahu yang mana, ia tidak bisa berpikir.
" Aahhh..!!! "
Luna menjerit sekuat-kuatnya untuk meminta pertolongan sekaligus karena sakit.
Setelah usaha yang keras dan menyakitkan, Luna dengan menyeret sebagian tubuhnya menuju ke arah supir.
" Ya Tuhan! "
Luna memalingkan wajah, karena supir taksi itu sudah meninggal. Luna yakin karena lukanya sangat parah, dan dengan keberanian penuh mengecek nadi pak supir.
Perlahan ia kembali menyeret tubuhnya dan mengecek tubuh lelaki yang berada di jalanan itu. Luna menerka bahwa lelaki itulah yang mereka coba hindari tapi gagal.
Lelaki itu sedikit bergerak, dan membuat Luna lega. Luna berusaha menggoyangkan tubuh lelaki itu. Dan berteriak sekeras-kerasnya.
Luna mencoba mencari ponselnya, yang entah kemana. Ia mencoba mencari ponsel lelaki itu tetapi ponselnya telah hancur.
Dalam keadaan kehabisan darah, pandangan Luna semakin mengabur.
Dan lama kelamaan menjadi gelap.
***
Ketika sadar, Luna sudah mencium aroma obat-obatan dan cahaya yang terang.
Luna membuka mata perlahan. Dan melihat bahwa disekitarnya benar-benar ramai.
" Ah.. "
Tenggorokan nya benar-benar kering dan sakit.
Salah satu rekan kerjanya, Merry menyuruhnya untuk diam saja.
Luna menatap smeua orang bingung dan matanya berusaha menjelajahi ruangan itu.
" Kau ada di rumah sakit, sayang.. " sahut Merry, mengerti tatapan Luna yang mulai merajalela.
" Aku akan apbggilkan suster. " sahut salah seorang kemudian pergi keluar.
Luna berusaha mengingat semuanya. Dan ingatannya mengerikan. Itu adalah kecelakaan terparah yang pernah ia alami.
Ketika ia menganati tubuhnya yang benar-benar pegal dan sakit, ia tambah ngeri.
Kaki kanan patah, tangan kiri di gips, lebam dimana-mana, lecet, dan ia bahkan tak tahu luka apalagi yang ada di wajahnya. Ia pasti terlihat sangat amat konyol.
" Kau boleh beristirahat beberapa minggu. " ucap Merry mewakili sekitar belasan rekan kerja Luna yang tersenyum sambil mengangguk, mengupas buah, mengganti bubga dan lain-lain.
Mereka bersikap manis, ketika Luna sudah sakit separah ini. Bayangkan malam kemarin ataupun sudah beberapa malam lalu, Luna bahkan tak tahu sekarang tanggal berapa dan sudah berapa lama ia berada di atas tempat tidur.
" Sekarang kami akan pulang, kami punya pekerjaan dan kehidupan pribadi. Sampai jumpa. " ucap Merry sambil berkemas diikuti rekan kerja lainnya.
Setelah semuanya pergi, dan ruangan menjadi sunyi, Luna jadi kesepian. Ia sulit bergerak. Untuk menggerakkan jarinya saja menyengsarakan.
Srekk..
Luna berusaha menoleh ke arah pintu dan mendapati Ryan (baca rayen) sedang berjalan masuk dengan jas rapi serta bunga lily putih di tangannya.
Luna tersenyum tipis, semoga wajahnya tidak luka parah. Ia benar-benar malu saat ini.
" Hai, tuan putri. Selamat datang ke dunia nyata. " Ryan meletakkan bunga lily itu ke meja kecil di samping tenpat tidur, dan mendekati Luna dan duduk di kasur.
" Bagaimana perasaanmu? " tanya Ryan sambil tersenyum.
Luna tertawa serak. " Whonderful. Seper-ti dilahirkan..kembali. " Luna benar-benar kesulitan bicara.
" Besok pagi kau akan dipindahkan ke rumah sakit lain. " kata Ryan sambil menekan gadget di tangannya.
Luna kembali mengingat ponselnya dan data di dalamnya.
" Khe..napa? "
Ryan menatap Luna sejenak, dan kemabli menatap gadgetnya. " Rumah sakit ini terlalu biasa. Kau perlu teknologi lebih canggih untuk segera sembuh. " Jeda. " Tentu saja, aku yang membayar. Dan kau tak perlu repot-repot mengeluarkan se-sen pun. "
Luna benar-benar bersyujur punya sahabat seperti Ryan. Meskipun menurut Luna Ryan lumayan boros uang karena mengeluarkan uang yang begitu besar untuk teman sepertinya.
" Sebaiknya kau segera memulihkan diri, agar kita bisa wisata kuliner bersama. " ucap Ryan bersiap pergi. Ryan memang sibuk karena ia merupakan pemimpin pembangunan salah satu mall yang baru akan dibangun serta direktur di salah satu perusahaan baja dan beton.
" Aku beesyukur kau selamat. Aku hampir terkena serangan jantung ketika melihatmu berlumuran darah. "
Mendengar itu Luna luamayan yakin kalau Ryan yang menolongnya malam itu.
***
[ Danny's POV]
Malam itu, Danny berpakain rapi berniat mengunjungi apartemen pacarnya. Ketika sudah sampai di depan gedung, ia menelpon pacarnya itu, tetapi panggilannya ditolak. Beberapa menit kemudian setelah beberapa pabggilan yang ditolak, pacarnya mengirim sebuah pesan.
From : Lena
To : Danny
Sorry, aku sudah punya pacar baru. Aku harap kau bahagia dan membiarkanku bahagia. sampai jumpa.
Menerima pesan semacam itu dari pacarnya, koreksi mantan pacarnya mulai detik itu. Ia benar-benar sakit hati. Ia melangkah perlahan, kakinya terasa berat. Pandangannya fokus kepada sepatu ketsnya. Terasa ada bongkahan pahit di tenggorokannya dan menyesakkan.
Tiba-tiba saja cahaya terang menyeruak masuk ke dalam matanya dan ia mendengar dentuman keras, dan tubuhnya terasa melayang.
PPandanganya setelah ia terasa jatuh ke aspal adalah sakit dan pandangannya merah. Mungkin karena darah yang ia rasa mengalir entah darimana saja. Yang penting tubuhnya sulit untuk bergerak.
Ia menatap gadis dihadapannya. Ia menyesal tidak memperhatikan jalan. Ia berusaha menengok ke arah supir yang nampaknya sudah tidak bernyawa. Ia berusaha menggapai gadis itu. Gadis itu memejamkan matanya dan perlahan membuka matanya.
Saat itu juga, Danny nerasakan sesuatu masuk ke dalan tubuhnya. Mata gadis itu begitu mirip ibunya. Ia merasa kembali menatap ibunya yang sudah meninggal beberapa tahun silam.
Saat ini ia tidak berniat bergerak. Hanya menatap mata gadia itu. Yang juga menatapnya.
Ia bergerak sedikit, gadis itu berusaha keluar dari taksi yang sudah hancur. Danny berusaha ingin menolong, tapi tubuhnya tidak bisa digerakkan.
Gadia itu mengecek supir, dan memalingkan mata dengan cepat. Ia memeriksa nadi supir itu, dan dengan usahanya mendekati Danny. Gadis itu berusaha menjerit keras-keras, semoga saja ada yang mendengar.
Danny bergerak pelan, dan gadis itu menggoyangkan tubuhnya.
Tak lama pandangan gadis itu kian lemah, dan gadis itu terbaring di aspal, disampingnya.
Danny meneliti wajah itu, ia mendengar suara ambulans dan mobil polisi.
Danny merasa kantuk yang luar biasa. Dan memejamkan matanya.
***
Danny tersadar dan sudah berada di rumah sakit.
Ia berusaha menggerakkan tubuhnya perlahan. Meaki sakit seridaknya tidak separah tadi. Ia melihat tanggal dan jam. Rupanya ia masih pada hari yang sama, dan 2 jam telah berlalu.
" Ada yang anda inginkan? " tanya seorang suster yang berada disampingnya.
Danny berpikir sejenak.
" Bagai..mana keada..an gadis yang da..tang bersamaku? "
Suster tersenyum, " dia baik-baik saja. Dia ada di kamar sebelah. Kondisinya stabil tetapi belum siuman, lukanya cukup parah, ia akan sadar sekitar 2/3 hari lagi. "
Danny mendesah lega. Ketika suster pergi, ia mencoba meraih tongkat dan berjalan, meski rasanya sanagt menyakitkan. Ia melihat tangannya di gips dan sisanya hanya luka dan memar biasa.
Ia berjalan menuju kamar sebelah, dan masuk ke dalam ruangan itu.
Ia menatap gadia itu dari jauh.
Benar-benar mirip ibu...
Danny melihat nama yang tertulis pada bagian tempat tidur.
Nama : Luna Agatha
TTL : 10 Mei 19XX
Usia : 28 tahun
" Luna.. Agatha.. "
****
Terimakasih bagi yang sudah membaca dan bahkan vote dan comment.. Aku akan lakukan hal yang sama pada cerita kalian..
Terimakasih..
#Menerima kritik dan saran
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro