Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

lima

Kalian mau tau apa? Rasanya Dami menyesali pilihannya untuk membantu kakaknya itu sebagai manajer sementara seorang Lim Seungjae. Sangat menyesali. Ia seperti dikerjai oleh si penulis TOP STAR itu tau tidak. 

Hari pertama ia datang ke tempat Lim Seungjae waktu itu, dia langsung diberikan sebuah kertas berisikan jadwal hariannya. Rutinitasnya gitu lah.

Jam 06.00 Datang, masak makanan pagi
Jam 07.10 Mengajak jalan Nemo
Jam 08.00 Memberi makan Nemo
Jam 10.00 Mengambil pakaian di laundry/Menyiram tanaman di beranda ruang tamu.
Jam 11.00 Menyiapkan makan siang
Jam 13.00 Istirahat
Jam 15.00 Menyiapkan makan sore
Jam 16.00 Twigeun

Masalahnya disini adalah, di sela-sela waktu istirahat itupun, kadang Dami masih perlu ke agensi jika dibutuhkan dan bersangkutan dengan Seungjae. Tapi secara umumnya, pekerjaannya seperti itu.

Dan disinilah dia sekarang. Sedang menunggu pakaian Seungjae dimasukkan ke dalam kantong karna ternyata saat Dami datang, pakaiannya masih belum dimasukkan ke dalam kantongnya. Jadi Dami masih perlu menunggu. 

Setelah menerima kantong berisikan pakaian-pakaian Seungjae, Dami sedikit berlari untuk mencapai lift yang tersedia di apartemen Seungjae. Karna setelah ini dia masih harus memasak untuk makan siang si tuan besar itu. 

"Kau baru datang?" Suara Seungjae itu menyambut kedatangan Dami begitu perempuan itu membuka pintunya dengan kewalahan karna di tangannya ada kantong pakaian Seungjae, kalian ingat kan?

Dami memberikan kantong itu kepada Seungjae agar lelaki itu yang membereskannya. Tidak mungkin dia yang membereskannya. Dan Seungjae untungnya juga menerimanya dengna baik lalu pergi ke kamarnya berikut juga dengan cangkir berisi air mineral. 

Nah, sekarang tolong biarkan Dami istirahat terlebih dahulu ya. Dia butuh istirahat dan bernapas dengan leluasa. Setelah melepaskan jaketnya da menyampirkannya di bantalan sofa, tubuhnya bersandar begitu saja di sofa empuk ruang tamu Seungjae. Lama-lama matanya juga tertutup saking lelahnya tak sadar. 

***

Seungjae melangkah keluar dari ruang kerjanya dengan langkah yang hampir tak terdengar, jam di dinding menunjukkan pukul 11 siang. Seharusnya jam segini Dami sudah sibuk di dapur, tapi tidak terdengar suara apa-apa. Ia merenggangkan lehernya sejenak sebelum tatapannya jatuh pada sosok Dami yang terlelap di sofa. Napasnya teratur, wajahnya sedikit pucat, tanda jelas kelelahan yang mungkin dirasakan sejak pagi. Seungjae berdiri sejenak, terdiam, seolah tak ingin membangunkannya dari istirahat singkat yang mungkin langka.

Ia mendekati meja di ruang tamu, mengambil segelas air dan menaruhnya hati-hati di depan Dami. Setelah itu, ia berjongkok di depannya, matanya mengamati wajah Dami dengan cermat. Dalam diam, ia bisa merasakan tanggung jawab yang Dami ambil—sesuatu yang awalnya tak diminta, namun kini melekat erat padanya.

"Perasaan aku sudah memintanya untuk masak makan siang. Kenapa dia malah tertidur disini," bisiknya pelan masih dengan memperhatikan perempuan itu.

Tanpa sepatah kata lanjutan, Seungjae berdiri, meraih jaket Dami yang tergantung di sandaran kursi, dan menyelimutkannya dengan lembut. Ia melangkah mundur, sesaat mempertimbangkan untuk mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya hanya menarik napas panjang. Ia kembali ke ruang kerjanya, pintu ditutup pelan, membiarkan Dami beristirahat dalam keheningan malam yang tak terganggu. 

***

Dami membuka matanya perlahan, merasakan sesuatu yang dingin dan basah di wajahnya. Sebelum otaknya sepenuhnya sadar, tubuhnya sudah merespons dengan reflek, mendorong apa pun yang ada di wajahnya dengan lembut. Saat pandangannya mulai jelas, ia mendapati Nemo, anjing peliharaan Seungjae, berdiri dengan ekor yang bergoyang antusias, lidahnya yang basah menggelitik pipi Dami beberapa saat sebelumnya.

"Ah, Nemo." Dami mengelus kepala anjing kecil itu dengan lemah, senyumnya muncul seiring rasa kantuk yang perlahan-lahan hilang. Ia duduk di sofa, masih mencoba mengumpulkan kesadarannya sambil melihat sekeliling ruangan. Sinar matahari sore yang hangat menembus jendela besar, membuatnya sadar bahwa sudah sore. Ia melirik jam di dinding—pukul 3 sore.

Sabar. Jam berapa tadi? 3 sore?

Pikiran itu seketika membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Ia tak percaya telah tertidur selama itu. Dami dengan cepat mengingat bahwa ia tertidur tadi pagi sepulang dari mengambil pakaian. Ia hanya ingin memejamkan mata sebentar, tapi nyatanya terlelap jauh lebih lama dari yang ia bayangkan.

Sebelum ia bisa benar-benar mengumpulkan pikirannya, suara familiar muncul dari arah dapur.

"Enak sekali tidurnya ya." Seungjae muncul dengan segelas kopi di tangannya, tubuhnya bersandar santai di ambang pintu. Wajahnya tampak tenang, namun nada suaranya penuh dengan nada mengejek yang tak bisa diabaikan.

Dami, yang masih berusaha untuk sepenuhnya terbangun, mengerutkan kening sejenak, lalu menyadari bahwa Seungjae sedang menggodanya. "Kau membiarkanku tertidur selama itu?" tanyanya dengan suara yang masih serak.

Seungjae mengangkat bahunya santai, lalu meletakkan cangkir kopinya di meja. "Kau terlihat terlalu lelah untuk dibangunkan. Lagipula, kau kelihatan sangat damai saat tidur. Aku tak punya hati untuk mengganggumu." Dia menatap Dami dengan senyum miring, matanya bersinar dengan nada iseng.

Dami menelan rasa malunya, ia buru-buru membetulkan posisi duduknya dan mencoba menghindari tatapan Seungjae. "Maaf... Aku tidak bermaksud tidur selama itu."

Seungjae menggelengkan kepalanya. "Sudahlah, tak masalah. Tapi..." ia mendekat dan mencondongkan tubuh sedikit ke arah Dami, senyumnya semakin lebar. "Kau bisa pulang sekarang. Tugasmu sudah selesai untuk hari ini, kan?"

Dami tersentak mendengar kata-katanya. "Sudah selesai?" tanyanya, bingung.

Seungjae mengangguk. "Ya, aku masih bisa masak untuk makanku sendiri hari ini. Kau tidak perlu khawatir." Lalu, dengan nada yang lebih dingin, ia menambahkan, "Besok tidak perlu datang. Lusa saja baru datang lagi. Jam 6, seperti biasa, ya."

Nada suara Seungjae yang santai namun tegas membuat Dami merasa sedikit bingung. Ada sesuatu dalam caranya berbicara yang membuat Dami tidak bisa benar-benar mengartikannya—apakah ini bentuk perhatian atau hanya cara Seungjae menyingkirkan dirinya dengan cara halus. Namun, Dami tahu bahwa bekerja dengan Seungjae selalu penuh dengan teka-teki, dan ini mungkin hanya satu lagi momen di mana ia harus menyesuaikan diri.

"Baiklah." Dami akhirnya mengangguk, menerima kenyataan bahwa pekerjaannya sudah selesai untuk hari itu, dan ia tidak perlu datang esok harinya. "Aku akan datang lusa."

Seungjae berdiri tegak, berjalan ke arah dapur dan kembali dengan sebotol air dingin. Ia meletakkannya di meja di depan Dami, sikapnya kembali serius, tanpa nada menggoda yang sebelumnya terlihat. "Minumlah sebelum kau pergi," katanya, kini nadanya lebih lembut.

Dami mengambil botol air itu dan mengangguk pelan. Ia mulai merasa sedikit lega—mungkin karena Seungjae tidak benar-benar marah, hanya mungkin terlalu terbiasa bekerja sendiri sehingga kehadiran Dami kadang membuat suasana menjadi canggung. Atau, mungkin, ia tidak tahu cara mengungkapkan rasa terima kasihnya.

Setelah menenggak beberapa teguk air, Dami berdiri, mengusap rambutnya yang kusut dan menghela napas panjang. "Baiklah, kalau begitu aku akan pulang sekarang."

***

Walaupun sedikit diringankan hari ini, tapi tetap saja dia masih dipersulit kemarin-kemarin dan siapa yang tau bagaimana hari-hari berikutnya. 

Membayangkan dirinya akan dipersulit dan bagaimana hari-harinya kemudian, membuta Dami jadi sedikit kesal. Belum lagi tadi dia secara tidak langsung itu diejek. Siapa yang membuatnya kelelahan sampai ia jadi tertidur hah.

Dami berjalan cepat di sepanjang trotoar, langkah kakinya dihiasi dengan gerutuan yang tak henti-henti. Wajahnya masam, memikirkan kata-kata Seungjae yang terus terngiang di kepalanya. "Enak sekali tidurnya ya. Besok tidak perlu datang." Nada suaranya yang terkesan mengejek membuat Dami semakin kesal.

"Dia benar-benar menyebalkan," gumam Dami sambil mengencangkan jaketnya. Ia mengayunkan tas di pundaknya, merasa semakin jengkel saat memikirkan bagaimana Seungjae memperlakukannya seolah ia tak lebih dari seorang asisten yang bisa diperintah seenaknya.

Tak lama kemudian, ia sampai di kafe tempat ia akan bertemu Jian. Temannya itu sudah duduk di meja pojok, sibuk dengan ponselnya. Dami menarik napas panjang, mencoba meredam emosinya sebelum melangkah masuk.

"Hei," sapa Dami begitu ia duduk di hadapan Jian. "Aku butuh minum."

Jian menatapnya dengan tatapan prihatin, meskipun sudah terbiasa dengan ledakan emosi Dami. "Minum soju lagi?" tanya Jian sambil menggeleng pelan. "Kau tahu aku tidak suka minum."

"Ya, ya, aku tahu," jawab Dami dengan cepat, mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan. "Kau bisa pesan cola atau apa pun yang kau mau. Aku yang akan minum malam ini."

Jian hanya tersenyum kecil, membiarkan Dami melampiaskan frustrasinya. Dia sudah terbiasa menemani Dami minum setiap kali ada sesuatu yang membuat temannya itu kesal. "Kau tahu, kau harus berhenti membiarkan Seungjae mengacaukan mood-mu."

Dami mendengus. "Kau tidak tahu betapa menyebalkannya dia!" ia membalas, memesan minuman alkohol favoritnya. "Tapi sudahlah, setidaknya kau di sini."

Jian mengangguk, tersenyum lembut. "Aku selalu di sini."

[TBC]

-------

21 Oktober 2024

punya temen kayak Jian tuh suatu keberuntungan sendiri gak sih:(

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro