Bab 4b
Anastasia yang bosan terus berbaring di ranjang, berjalan-jalan di sekitar rumah. Ia sudah meminta Linda membawa pekerjaannya ke rumah, mencoba menyelesaikan satu per satu masalah yang tertunda. Linda memprotes tentu saja, mengatakan kalau Anastasia harusnya masih istirahat tapi ia bersikukuh.
"Aku bisa mati bosan kalau tidur terus-terusan," ucapnya pada Linda.
Setelah membaca beberapa dokumen sambil berbaring, ia memutuskan untuk mandi matahari sore. Para pelayan bergegas menyongsong saat melihatnya keluar kamar dan ia mengusir mereka semua.
"Aku hanya ingin jalan-jalan. Kalian sibuk saja, nggak usah pedulikan aku."
Para pelayan tidak bisa melakukan itu, mereka tetap ingin menemani Anastasia meskipun ditolak. Sampai akhirnya muncul Diego. Pemuda itu mengatakan, akan menemani sang nyonya berjalan-jalan. Untuk kali ini Anastasia tidak keberatan.
"Nyonya, apakah masih ada yang luka atau sakit?" tanya Diego saat mereka melangkah di jalan setapak yang mengelilingi taman.
Anastasia menggeleng, berdiri di depan pohon mawar dan mengamati kupu-kupu yang hinggap di atasnya. "Aku baik-baik saja berkat kamu, Diego."
"Itu sudah tugas saya, Nyonya."
Anstasia tersenyum, menatap Diego lekat-lekat. "Aku sudah tahu kalau kamu akan mengatakan itu. Tetap saja aku berterima kasih karena sudah menyelamatkan hidupku."
Mereka berdiri berdampingan menghadap bunga anggrek bulan dalam pot besar. Angin sore bertiup semilir, menerbangkan daun kering, daun gugur, dan juga menyebarkan aroma bunga bercampur debu. Anastasia merapikan anak-anak rambutnya, menyadari kalau di wajahnya tumbuh satu jerawat.
"Diego ...."
"Iya, Nyonya."
"Kenapa menolak hadiah dari papaku?"
Anastasia menatap Diego lekat-lekat, pemuda itu membalas pandangannya dan untuk sesaat mata mereka terkunci satu sama lain. Diego menghela napas panjang, memalingkan wajah lebih dulu. "Saya terbiasa tidak menerima hadiah dari orang lain."
"Termasuk dari papaku?"
"Tidak terkecuali."
Anastasia tersenyum. "Bagaimana kalau dariku, apa kamu menerimanya?"
Diego tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Memang ia tidak pernah ingin menerima hadiah dari orang lain, tapi Anastasia berbeda. Perempuan itu adalah majikannya, akan sangat tidak enak hati kalau harus menolak pemberiannya.
"Asalkan bukan sesuatu yang mahal, saya akan terima kalau itu dari Nyonya."
Jawaban Diego membuat Anastasia tersenyum lebar. "Aku akan berunding dengan suamiku, tentang hadiah yang cocok untukmu. Tenang saja, bukan sesuatu yang sangat mahal tapi akan aku pilih yang berguna untukmu."
Diego mengangguk. "Terima kasih, Nyonya."
Mereka berbincang akrab, tidak menyadari Tanaka yang melihat keduanya dari jendela ruang kerja. Dari awal melihat Diego mengawal istrinya, ia sudah merasa kalau pemuda itu bisa diandalakan. Instingnya terbukti benar. Ia mendesah, memikirkan kemungkinan lain. Bagaimana kalau Anastasia dan Diego bersatu? Tentu bayi yang terlahir akan sangat lucu. Tanaka memang merasa dirinya sudah gila, tapi tidak mengapa. Ia sanggup menahan kegilaan itu demi karir politiknya.
"Tom, kamu bilang sama Diego, suruh dia datang ke kantorku besok pagi."
Tom mengangguk. "Baik, Pak."
**
Diego tidak tahu, apa masalah yang membuatnya harus menghadap Tanaka. Seingatnya, ia tidak melakukan sesuatu yang merugikan gubernur, atau juga melanggar hukum. Ia bekerja dengan sangat baik, dan berusaha untuk tidak membuat masalah. Tanaka terkenal sering menemuin sendiri para pekerja yang akan dipecat. Diego bertanya-tanya, apakah dirinya akan dipecat?
Pukul sembilan pagi, Diego sudah menunggu atasannya di kantor. Hari ini Anastasia punya kegiatan di luar saat sore. Ia masih punya banyak waktu, bicara dengan Tanaka lalu kembali ke rumah untuk menjemput Anastasia. Pukul sembilan lewat lima belas, Diego berdiri di dekat meja kerja Tanaka. Hanya diam, tanpa suara, menunggu apa pun yang ingin dikatakan Tanaka.
Tanaka tersenyum kecil menatap anak buahnya yang berdiri tenang. Diego mirip pohon beringin yang berdiri tak tergoyahkan di dekat meja. Matanya menyelusuri tubuh yang tegap dengan wajah tampan. Lebih mirip seorang bintang film dari pada bodyguard.
"Berapa lama kamu sudah bekerja untukku, Diego?"
"Dua tahun, Pak." Pemuda itu menjawab tegas.
"Selama dua tahun ini, apakah pernah ada kesulitan dalam bekerja?"
"Sejauh ini, tidak ada."
"Bagus, itu bagus. Ah ya, kamu menyelamatkan istriku. Tadi malam Anastasia bertanya, bolehkan memberimu hadiah. Tentu saja, aku mengijikan."
Tanaka bangkit dari kursi, menghampiri Diego dan menepuk-nepuk pundaknya dengan hangat. Tersenyum lebar, seolah apa yang dilihatnya membuat senang.
"Diego, apa kamu siap mendengarnya? Aku punya tugas khusus untukmu. Hanya kamu yang bisa melakukan ini. Terlebih setelah kamu menyelamatkan istriku. Apa kamu siap?"
Diego mengangguk mantap. "Saya akan berusaha, Pak."
"Aku tahu kamu akan berusaha. Ada imbalan yang sangat besar kalau kamu berhasil melakukannya. Kalau tidak salah, orang tuamu berutang banyak sekali pada rentenir?"
Mata Diego berkilat, tapi tidak mengatakan apa-apa. Hanya mengangguk kecil.
"Kamu juga punya klub sepak bola anak-anak. Kalian terancam bubar. Kenapa? Tidak ada donator dan pihak perangkat desa ingin membangun lapangan menjadi area bermain anak?"
Untuk kali ini wajah Diego tidak dapat menyembunyikan kesedihan, meski begitu tetap tidak mengatakan apa pun. Di balik kesedihan, terselip rasa heran karena Tanaka menyelidikinya. Apa yang sebenarnya diinginkan laki-laki ini?
"Tugas ini sangat berat, membutuhkan komitmen dan keteguhan. Juga kerahasiaan yang sangat tinggi. Apa kamu mampu?"
"Saya akan coba, Pak."
"Kalau berhasil, aku akan melunasi utang keluargamu, memberikan subsidi untuk klub bola, dan juga memberikan tempat latihan untuk anak-anak itu."
Diego menahan napas, ingin mendengar kelanjutan perkataan sang majikan. Penasaran, pekerjaan apa yang mempunya gaji begitu besar dan membuatnya layak menerima imbalan.
"Diego, apa kamu siap mendengarnya?"
"Iya, Pak." Kali ini, Diego mengangguk mantap. Hatimua harap-harap cemas.
"Tugasnya sangat mudah. Kamu tahu istriku bukan? Anastasia. Bagaimana menurutmu, apakah dia cantik?"
Diego mengedip sesaat, membayangkan perempuan cantik dan lembut yang adalah nyonya majikan.
"Semua orang mengatakan istriku cantik, sayang sekali kami tidak punya keturunan karena satu dan lain hal. Yang aku minta darimu hanya satu Diego, bercintalah dengan istriku dan buat dia hamil!"
Diego terdiam, menatap Tanaka dalam keheranan. Ia tidak tahu, apakah salah dengar atau memang Tanaka yang bicara dengan ide gilanya.
.
.
.
.
Di Karyakarsa sudah bab 16
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro