Bab 26b
Diego melangkah perlahan, mengiringi Anastasia yang sedang bicara dengan ketua pameran. Ia menatap Anastasia tak berkedip, seolah takut kalau perempuan itu bisa sewaktu-waktu pingsan. Bukan tanpa alasan melakukannya. Melihat wajah Anastasia yang pucat, ia tahu kalau perempuan itu sedang tidak enak badan.
Setiap kali Tanaka mendekati istrinya, Diego tanpa sadar mengepalkan tangan. Ia tidak rela kalau Anastasia harus berdekatan dengan psikopat itu. Entah apa yang terjadi di antara mereka, tapi tidak seharusnya Tanaka melakukan kekerasan pada Anastasia. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana Tanaka mencekik istrinya. Kalau tidak ingat sedang di keramaian, ingin rasanya ia mendobrak pintu mobil dan menari Anastasia keluar. Setelah itu, dirinya yang akan mencekik si gubernur. Laki-laki arogan itu pantas mendapatkannya.
"Diego, kenapa wajahmu tegang sekali?"
Mike muncul di sampingnya, bertanya dengan suara lirih. Diego mengangkat bahu sekilas.
"Aku sedang serius."
"Yeah, Man. Semua orang sudah pernah melihat bagaimana seriusnya kamu. Tapi, sekarang ini wajahmu seakan ingin membunuh siapa pun yang melewatimu. Rileks, okee?"
Teguran sang komandan membuat Diego tersadar. Anastasia akan baik-baik saja di sini. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Tangan kotor Tanaka tidak akan bisa menyentuh Anastasia lagi. Kalau sampai terjadi, ia sendiri yang akan mematahkan leher laki-laki itu. Demi membela Anastasia, ia siap melakukan apa pun.
Anastasia dan Tanaka berpisah ruangan. Si kembar seperti biasa mengikuti tuan mereka. Mike memberi tanda agar Diego mengikuti Anastasia bersama Linda. Tanpa banyak cakap, ia mengangguk.
Mereka memasuki ruangan luas, dengan banyak buku dipajang di rak yang menempel dinding. Beberapa orang yang merupakan penulis buku anak-anak berdiri berjejer menyambut Anastasia. Terjadi perbincangan basa basi, Anastasia memuji karya-karya mereka dan mengapresiasi setiap seniman yang membawa kebahagiaan untuk anak-anak.
"Tidak banyak penulis yang mendedikasikan karya mereka untuk dibaca anak-anak. Terima kasih, kalian mau melakukannya."
Tepuk tangan terdengar di seantero ruangan. Anastasia meminta waktu istirahat pada Linda yang membawanya ke ruang khusus.
"Nyonya nggak apa-apa?" tanya Linda saat Anastasia duduk di sofa dengan letih.
"Nggak apa-apa, hanya lelah."
Diego berdiri di dekat pintu dengan kuatir. Namun, yang bisa dilakukannya hanya berjaga-jaga di samping Anastasia.
"Aku akan membuatkan minuman hangat. Kebetulan di mobil aku menyimpan teh herbal yang bagus untuk stamina. Nyonya menunggu sebentar ditemani Diego."
Anastasia tidak ada tenaga untuk menjawab, hanya mengangguk kecil. Linda dengan cepat meninggalkan ruangan. Diego melangkah menuju sofa, berlutut di depan Anastasia.
"Diego, apa-apaan kamu?"
Tanpa kata Diego melepas sepatu Anastasia dan memijat lembut kakinya. "Kamu kelelahan."
"Diego, jangan begini. Nanti Linda melihat kita," ucap Anastasia kuatir.
"Sebentar saja, aku hanya ingin membuat kakimu yang dingin ini menjadi hangat."
Anastasia tidak mengatakan apa pun, percuma melarang Diego karena laki-laki itu pasti tidak mau mendengarnya. Ia sendiri merasa senang dengan pijatan Diego di kakinya, terasa lembut dan nyaman. Yang pasti Diego benar, kakinya memang terlalu dingin. Apa mungkin karena penyejuk udara disetel dengan suhu rendah? Ia sendiri terbiasa menggunaka AC tapi tidak pernah merasa kedinginan seperti sekarang.
"Kenapa suamimu ingin mencekikmu? Apa yang kalian pertengkarkan?"
Pertanyaan Diego membuat Anastasia tertegun. Ia mengamati rambut hitam yang menutupi wajah Diego. Laki-laki itu bicara tanpa menengadahkan muka. Membuat Anastasia tidak bisa melihat ekpresinya. Ia berusaha untuk tetap tenang.
"Bukan sesuatu yang penting."
"Benarkah? Bukan hal penting tapi mencekikmu? Suami macam apa dia?"
"Diego, aku—"
Diego mengangkat wajah, menatap Anastasia tajam. Pandangannya membara, memancarkan emosi yang bercampure aduk. Anastasia mengepalkan tangan, entah kenapa merasa takut melihat rahang Diego yang mengeras. Laki-laki muda di hadapannya sedang marah, ia tahu itu.
"Ada pintu dan banyak orang yang menghalangiku memecahkan kaca dan menyeret Tanaka keluar. Anastasia, tidak peduli seberapa keras kalian bertengkar. Tidak seharusnya seorang laki-laki menyakiti perempuan, terlebih istrinya sendiri."
Anastasia memejam, semua perasaan yang ditahannya luruh perlahan. Ia menunduk, mengusap wajah dan matanya yang memanas. Tanpa sadar ia terisak dengan suara lirih.
"Anastasia, ada apa?" Diego menjadi kuatir sekarang. Mengusap bahu Anastasia yang tersengal karena menangis. Ia memaki dirinya yang tidak bisa menahan perkataan dan akhirnya membuat Anastasia bersedih. Sekarang sedang banyak orang, Anastasia dituntut untuk tampil sempurna. Istri gubernur dengan wajah bengkak karena menangis, akan menimbulkan banyak pertanyaan dan gunjingan. "Maafkan aku."
Anastasia mencoba menghela napas panjang. Bicara terbata-bata.n "Aku ku-kuatir dengan papa. Dia se-seharusnya kembali kemarin. Tapi, dari tadi malam tidak bisa dihubungi. Ponselnya mati, juga ponsel Ana. Aku nggak tahu apa yang terjadi, tapi tidak biasanya begini."
Diego menghela napas panjang, mencoba memikirkan jalan keluar atas kekuatiran Anastasia. "Aku bisa mencari informasi dari sesama pengawal. Kamu tahu bukan, temanku ada yang bekerja dengan papamu."
Anastasia mengangkat wajah. "Benarkah?"
"Iya, tunggu sampai kegiatan di sini selesai, aku mencari tahu. Jangan kuatir."
"Baiklah, aku sedikit lebih tenang."
Anastasia mengambil tisu dari meja kecil di samping sofa dan mengusap hidung serta matanya yang basah. Ia tidak tahu kenapa menangis, biasanya tidak pernah seemosional ini. Bisa jadi kekuatiran pada sang papa membuatnya menjadi sedih. Ditambah pertengkaran dengan Tanaka tadi pagi.
"Kamu sedang kuatir dan suamimu mencekikmu? Anastasia, ada hal yang belum kamu ceritakan." Diego menatap lurus pada mata Anastasia yang berkabut. "Beri aku alasan untuk tidak membunuh suamimu."
Anastasia tersenyum tipis. "Satu masalah yang membuatku terganggu. Di saat aku kuatir dengan keadaan sang papa, Tanaka menguji kesabaranku. Dia mengatakan ingin memecatmu."
Diego menahan napas untuk sesaat lalu melepaskanya dengan satu tarikan yang panjang. "Okee, ini hal yang besar. Lalu?"
"Aku hanya bertanya, alasan pemecatanmu dan mengatakan kalau itu bukan sesuatu yang bagus. Tanaka marah, memaki dengan kata-kata yang tidak pantas. Menyinggung harga diriku. Lalu, tanpa sadar aku memukulnya. Dia kalap, dan kamu lihat apa yang terjadi."
Diego merasa hatinya tersentuh, Anastasia membelanya itu adalah hal yang membahagiakan. Ia tidak peduli kalau memang dipecat oleh Tanaka. Justru bagus dengan begitu tidak membuatnya terikat dan merasa berutang budi lebih banyak. Siapa tahu dengan bekerja di luar, kesempatannya untuk bertemu Anatasia akan semakin terbuka lebar. Diego memaki dirinya sendiri, karena hanya memikirkan kesenangan pribadi dan tidak memedulikan kesedihan Anastasia.
"Terima kasih sudah membelaku, lain kali jangan lakukan itu. Suamimu sekarang bukan lagi orang yang sama. Dia sudah seperti monster."
Anastasia mengangguk. "Iya, aku mulai menyadarinya. Aku tidak terlalu peduli soal Tanaka. Yang aku kuatirkan adalah papaku. Diego, semoga tidak terjadi sesuatu dengan papaku. Diego, temukan papaku, tolong."
"Jangan menangis, aku akan mencari tahu."
Mereka bicara dan tidak menyadari pintu sedikit terbuka. Linda tertegun, menatap Anastasia yang terisak dengan Diego berlutut di depannya. Sepatu terlepas dari kaki Anastasia. Ia bisa mendengar sang nyonya sedang mengkuatirkan keadaan papanya dan Diego mencoba menghibur. Itu bukan sesuatu yang memalukan atau buruk, kecuali satu fakta kalau jemari mereka saling bertaut. Entah kenapa Linda merasa enggan untuk masuk dan merasa tidak ingin merusak suasana yang begitu menyedihkan sekaligus intim.
Linda tahu sesuatu terjadi dengan Gubernur dan istrinya. Meskipun duduk di depan, ia bisa mendengar pertengkaran mereka dengan samar-samar. Ia tidak peduli dengan itu, tapi sangat terkejut saat melihat tanda merah di leher Anastasia. Linda bertanya-tanya, berapa lama lagi rumah tangga Tanaka dan Anastasia bertahan, dengan temperamen si gubernur yang buruk. Ia takut, kalau dibiarkan lebih lama maka hidup Anastasia tak ubahnya berada di neraka. Setiap hari menerima ancaman yang buruk dari suaminya sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro