Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 26a

Kantor polisi di daerah terpencil itu, jarang sekali sibuk seperti sekarang. Mereka tidak pernah mengalami kejadian yang demikian dasyat dan mengerikan. Biasanya, masalah yang menimpa tidak jauh dari pencurian di toko, pencopetan di pasar atau angkutan umum. Paling brutal adalah geng motor para pemuda pengangguran. Itu pun mereka bisa atasi dengan mudah.

Para polisi di wilayah itu semuanya bertubuh tambun. Bertumpuk lemak karena makan yang berlebihan dan jarang bergerak. Bagaimana mereka bergerak kalau nyaris setiap hari tidak ada pekerjaan. Sesekali akan ada kunjungan dari pusat, dan mereka mendapat kehormatan sebagai penjaga wilayah terbaik. Kota tanpa kejahatan, itu yang dikatakan pada pejabat dan politikus, dan membuat cuping hidung para polisi mengembang karena bangga.

Tidakl ada yang tidak senang kalau kota kita aman dan tentram, hanya saja bagi beberapa orang cenderung membosankan. Sesekali warga kota yang kurang kerjaan, mengamuk di bar, saling pukul dan menghancurkan beberapa barang. Esok paginya, warga itu berakhir di penjara sambil tertawa. Mereka akan membayar denda dengan patuh, sambil bergurau dengan polisi.

"Bagaimana, Pak? Tingkah kami bisa membunuh kebosanan kalian bukan?"

Para polisi melepas para tahanan mabuk itu dengan tidak berdaya. Yang mereka katakan memang benar adanya, kota ini terlalu tenang. Sesekali mereka menginginkan kejutan dan sedikit keributan yang memacu adrenalin.

Darwis, sang kepala polisi berusaha untuk tepat optimis. Selalu mengatakan pada anak buahnya yang bosan, kalau mempunya kota yang aman adalah impian setiap polisi.

"Bayangkan saja kalau kalian bertugas di wilayah Utara, setiap hari ada tawuran antar geng di sana. Bisa-bisa, baru beberapa bulan kalian menjabat, nyawa kalian melayang!"

Tidak ada yang membantah ucapannya, para anak buahnya mendengarkan pidatonya sambil mengangguk. Sebenarnya, mereka sama-sama tahu kalau Darwis sedang bicara omong kosong. Namun, semua juga mengerti kalau sang komandan hanya ingin memacu semangat mereka. Dan tidak ada yang berani untuk membantah atau mereka akan kehilangan kenyamanan.

Pagi ini sama seperti pagi sebelumnya. Aktivitas warga berjalan normal. Darwin berdiri di depan kantor, menyapa orang-orang yang lewat. Seorang perempuan tua berkacamata dengan lensa bulat, melangkah dengan tongkat di tangan. Tubuh perempuan itu kurus dengan tulang wajah yang menonjol. Saat tiba di depan Darwin, perempuan itu tersenyum dan memperlihatkan giginya yang tersisa hanya setengah.

"Pak Kepala, apa kamu tahu ada orang penting menginap di kota kita?" Suara perempuan itu terdengar serak dengan bola mata bercahaya.

Darwin mengangguk. "Nyonya Berni, aku sudah tahu tentang hal itu."

Berni terkekeh. "Hebat bukan? Kapan lagi seorang yang tersohor datang ke tempat kita yang terpencil. Katanya, dia dan asistennya yang cantik itu ketinggalan pesawat. Mereka baru saja keluar dari pulau di seberang dan pesawat baru akan tiba dua hari lagi. Karena itu, mereka menggunakan jalur darat untuk sampai ke kota sebelah yang ada bandara."

Tidak perlu wartawan atau reporter di kota kecil. Kalau ingin mendapatkn informasi terkini dan palingf akurat, hanya perlu bicara dengan Berni. Maka seluruh informasi akan tertuang dari bibirnya. Darwis tersenyum.

"Berarti mereka menginap hanya beberapa jam saja?"

"Benar sekali. Tiba tadi pagi jam tiga. Aku melihat mereka saat sedang berdiri di teras rumah. Kamu tahu bukan? Aku punya kebiasaan tiap jam dua atau tiga pagi selalu terbangun dan menanti matahari terbit. Berdiri di teras saat udara masih sejuk adalah cara terbaik mengawali hari. Tentu saja, untuk itu aku harus tidur lebih awal."

Berni hidup sendiri sebagai pensiunan guru. Suaminya sudah meninggal dan anak-anaknya merantau ke kota besar. Jarang sekali pulang, membuat Berni kesepian. Tidak heran kalau perempuan tua itu mencari kesibukan dengan cara yang aneh. Tidak masalah bagi tetangga sekitar, karena Bernbi sama sekali tidak menganggu mereka.

"Apakah mereka sudah keluar sekarang?"

Berni menggeleng. "Belum, mungkin terlalu lelah. Ke kota sebelah memerlukan waktu lima jam perjalanan. Mereka harus cukup tenaga."

"Mereka hanya berdua Berni?"

"Iya, seperti ayah dan anak perempuan. Tapi, tidak ada yang tahu pasti hubungan mereka. Aku dengar dari anak sepupuku yang bekerja sebagai tukang bersih-bersih, sikap mereka kikuk satu sama lain. Bisa jadi sepasang kekasih."

Darwis tidak perlu bertanya, bagaimana cara Berni mendapatkan informasi dari anak sepupunya. Ini masih terlalu pagi untuk bergerak mengelilingi kota. Terlebih mencari informasi tentang tamu hotel. Sepertinya hal sulit begitu tidak berlaku bagi Berni.

"Wah, Berni. Kita tidak boleh sembarangan menuduh. Lagi pula, apa pun hubungan mereka, sudah semestinya kita tidak ikut campur. Tentu saja, kita harus menerima dengan tangan terbuka, semua tamu yang datang ke kota kita. Terlebih, kalau seorang pesohor. Anggap saja promosi gratis."

Berni terkekeh. "Kamu benar Darwis. Sebaiknya aku cepat-cepat pergi, harus tiba di rumah untuk melihat mereka chek out."

Darwis melepas kepergiaan Berni dengan takjub. Dengan usia yang tidak lagi muda, perempuan itu mampu bergerak dengan gesit. Ia membalikkan tubuh, bersenandung kecil untuk kembali ke kantornya. Menyeduh kopi, duduk di meja dan menyalakan komputer. Ingin membaca lebih banyak artikel tentang orang terkenal yang datang ke kotanya. Ia menyeruput kopi dengan tenang, membaca satu per satu artikel yang ditemukannya di internet. Sesekali bangkit untuk menemui orang-orang yang datang. Ada yang membawa sarapan, dan anak sekolah yang hendak menyapanya. Tanpa terasa, tiga jam berlalu.

Darwis sedang menyeduh kopi keduanya saat salah seorang anak buahnya berlari masuk. Berdiri di depannya, memberi hormat dan bicara dengan napas tersengal.

"Pak, terjadi pembunuhan di hotel. Seorang gadis ditemukan tewas."

Darwis terbelalak. "Hotel mana?"

"Hotel Royale."

Perasaan Darwis tidak enak. "Tamu hotel?"

"Benar, Pak. Dan pelakunya, orang yang sangat terkenal."

Pada awalnya para polisi menginginkan kejadian yang bisa memacu adrenalin, tapi tidak menyangka akan sehebat ini. Seluruh penduduk kota geger, mereka tumpah ruah di halaman hotel dan ingin tahu apa yang terjadi. Darwis dengan terpaksa mendorong mereka pergi. Bersama anak buahnya, membersihkan area hotel, melarang tamu keluar masuk, dan naik untuk melihat kamar di mana terjadinya pembunuhan.

Darwis tertegun, meantap seorang laki-laki tua terduduk di sisi ranjang dengan tangan berlumuran darah. Di sampingnya tergeletak sebuah pisau dan mayat seorang gadis yang ditikam tepat di jantung, tergeletak di atas ranjang. Pemandangan yang sungguh sadis dan mengenaskan.
.
.
Tersedia versi lengkap di buku, Karyakarsa dan Playbook.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro