Bab 25b
Untuk kali ini semua pengawal ikut dalam perjalanan mereka. Anastasia sekilas melihat Diego sebelum masuk ke mobil. Laki-laki itu mendapat tugas mengawal dengan menggunakan kendaraan roda dua. Berboncengan dengan salah seorang pengawal. Tanaka duduk berdampingan di Anastasia, dengan seorang sopir dan Linda. Iring-iringan kendaraan melaju pelan keluar dari rumah gubernur.
Tanaka menerima panggilan yang tiada henti, seakan seluruh orang di provinsi ingin bicara dengannya. Anastasia sendiri sedang berusaha menghubungi sang papa. Entah apa yang terjadi, dari tadi malam ponsel papanya mati. Ia sudah berusaha mengontak asisten sang papa, Ana. Dan mendapati ponsel gadis itu juga mati. Perasaannya menjadi gelisah.
Jadwal kepulangan Hector harusnya Minggu ini. Anastasia berencana membuat pesta untuk merayakan kehamilannya. Tanaka pun setuju dengan rencananya. Namun, semua menunggu hingga Hector kembali dari luar kota. Entah apa yang terjadi, tidak biasanya sang papa sulit terjangkau.
Tanpa sadar Anastasia mendesah, meletakkan ponsel di atas pangkuan.
"Ada apa?" tanya Tanaka saat melihatnya murung.
Anastasia menggeleng. "Papa, entah apa yang terjadi. Nggak biasanya sulit dihubungi."
"Ah, jadi kamu nggak bisa hubungi beliau? Aku dari tadi malam mencoba."
"Sama, aku juga. Nomor ponsel asistennya juga tidak bisa dihubungi." Anastasia menatap suaminya. "Kamu punya nomor staf Papa yang lain?"
Tanaka menggeleng. "Nggak ada, hanya Papa saja. Kita akan tetap hubungi. Mungkin sedang tidak ada sinyal di tempat beliau. Jangan kuatir, ada banyak orang yang menjaganya."
Anastasia tidak bisa untuk tidak kuatir, memikirkan kondisi sang papa yang sudah tua. Memang banyak orang yang menjaga tapi tetap saja membuatnya takut. Bagaimana kalau terjadi sesuatu tanpan ia tahu. Misalnya sang papa tersesat? Anastasia merasa bodoh dengan kekuatirannya.
Ia menatap jalanan yang hari ini cukup lengang. Diego bergerak gesit di samping kendaraannya. Seolah ingin menunjukkan pada Anastasia kalau dirinya akan selalu ada dan tidak akan kemana-mana. Anastasia merasa tenang dan senang karenanya.
"Diego gesit sekali." Tanaka mencondongkan tubuh ke samping. Berbisik pada istrinya. "Dia terlihat sangat protektif padamu."
Anastasia menoleh cepat. "Benarkah? Bukannya itu sudah tugasnya?"
"Memang, tapi menurutku agak berlebihan. Apakah dia mengatakan sesuatu padamu?"
"Sesuatu? Tentang apa?"
"Kalian. Maksudku, kamu dan dia."
Kali ini Anastasia menggeleng. "Nggak ada. Memangnya ada apa?"
Tanaka tersenyum, dengan mata langsung terpancang ke arah istrinya. "Mungkin aku lupa memberitahumu. Diego juga." Suaranya sangat lirih, hanya terdengar di antara mereka berdua. "Sepertinya aku akan memecatnya."
Anastasia ternganga. "Ke-kenapa?" Ia tidak bisa menjaga suaranya tetap stabil. Perkataan Tanaka membuatnya terkejut bukan kepalang. "Apa Diego melakukan kesalahan?"
"Tidak, Diego melakukan pekerjaannya dengan baik. Hanya saja, menurutku tidak baik kalau dia berada di dekat bayi kita. Aku tidak mau ada ikatan khusus antara mereka. Bayi di dalam kandunganmu harus sudah bisa menerima kalau aku ini papanya. Kamu mengerti?"
Untuk kali ini Anastasia mengangguk. "Iya, aku mengerti. Tapi, bukannya tidak ada kesepakatan setelah ke ...." Ia menghela napas panjang, berjuang menyingkirkan raa malu. "Kehamilanku, maka dia akan dipecat? Bukannya kamu membayarnya?"
Tanaka menaikkan sebelah alis, menarik gorden pembatas antara jok depan dan membuat mereka tidak terlihat oleh sopir dan Linda. Ia meraih dagu Anastasia, mengamati wajah cantik yang sedikit pucat. Senyum kecil muncul di bibirnya.
"Anastasia, kenapa kamu keberatan kalau aku memecatnya?"
Anastasia berusaha menyingkirkan tangan Tanaka dari wajahnya. "Bukan keberatan, hanya saja—"
"Kamu nggak mau kehilangan dia?"
"Singkirkan tanganmu!"
"Jawab dulu pertanyaanku! Yang membuat keputusan adalah aku, tapi kenapa kamu seolah tidak setuju? Apa masalahmu?"
Anastasia meringis, menepis tangan Tanaka yang mencengkeram dagunya hingga terlepas. "Sakitt! Kamu apa-apaan?"
Tanak mendengkus. "Jangan mengalihkan pembicaraan. Cepat katakan, apa alasanmu menolak pemecatan Diego? Kamu terlalu cinta sama dia? Sampai nggak mau kehilangan?"
"Bu-bukan begitu. Ingat Tanaka, aku hamil kamu yang menginginkannya."
"Memang! Tapi, tidak untuk membuat kalian jatuh cinta!"
Tidak ada gunanya berdebat. Anastasia mengerti kalau posisinya sekarang tidak menguntungkan. Diego hanya seorang pengawal, sedangkan Tanaka adalah sang tuan. Mau sehebat apa pun, Diego tetap saja kalah posisi. Kalau Tanaka ingin memecat, tidak ada yang bisa menghalangi. Soal pemecatan ini, mungkin ia akan mencari waktu untuk berdiskusi dengan Diego. Kalau memang harus dipecat, laki-laki itu berhak tahu lebih dulu.
"Kenapa diam, Anastasia? Sedih memikiran nasib kekasihmu?" Tanaka bertanya dengan nada mencemooh yang keji. Suaranya lembut tapi mengandung racun. "Sedih akan berpisah atau karena takut tidak ada lagi yang bisa memuaskanmu di ranjang?!"
Plak!
Tanaka terperenyak hingga bersandar pada kursi saat tamparan Anastasia melayang ke pipinya. Mereka saling pandang dengan penuh kemarahan dan kebencian. Anastasia tidak tahan lagi, merasa sudah waktunya untuk melawan.
"Kurang ajar kamu!" desisnya.
Tanaka mengusap pipinya. Memaki lirih lalu meraih kepala Anastasia dan sekali lagi mencengkeram dagu. Satu tangan lain memegang leher. Ia menatap tajam sambil mendesiskan ancaman, tidak peduli meski Anastasia meronta-ronta.
"Perempuan tidak tahu diri! Aku memberimu kesenangan dan kamu malah meminta lebih. Ingat, bagaimana pun aku ini suamimu. Berani kamu bertingkah macam-macam denganku. Kenapa? Merasa kalau kamu lebih kuat karena papamu? Ingat Anastasia, tidak selamanya orang berada di atas. Suatu saat bisa jadi jatuh, jadi jangan sombong! Apalagi sampai bersikap keterlaluan padaku. Sekali lagi kamu berani memukulku, rasakan akibatnya!"
"Aah, sa-sakit!"
"Sakit? Ini belum seberapa. Aku bisa melakukan yang jauh lebih menyakitkan dari pada ini!"
Tok-tok-tok!
Suara ketukan di jendela membuat Tanaka tersadar. Ia mengangkat wajah dan bertemu pandang dengan Diego. Laki-laki itu terlihat sangat shock berdiri di samping pintu. Tanaka melepaskan cengkeramannya dan Anastasia terbatuk tak berhenti.
"Pak Gubernur, kita sudah sampai."
Suara Linda terdengar dari depan.
"Kita ke parkiran samping, Linda," perintah Tanaka.
"Maaf, Pak. Terlalu penuh kendaraan. Tidak bisa kemana-mana."
"Baiklah, kita turun di sini." Tanaka mendesiskan ancamana terakhir pada istrinya sebelum keluar dari kendaraan. "Kendalikan dirimu, Anastasia. Jangan sampai orang-orang curiga. Ah ya, sebaiknya kamu memberi penjelasan pada kekasihmu. Dilihat dari sikapnya, sepertinya Diego siap membunuhku!"
Anastasia menatap punggung Tanaka yang keluar dari mobil dengan penuh kebencian. Tanaka adalah orang yang pertama kali berani mencekiknya dan hampir membuatnya mati. Ia mengusap lehernya yang sakit dan rahang yang nyeri. Mencoba untuk bernapas dengan normal, sebelum pintu membuka dan Diego menatapnya tajam.
Anastasia menghela napas panjang, menguatkan diri untuk memasang senyum palsu di hadapan orang-orang. Ia adalah istri gubernur. Sudah tugasnya untuk membuat masyarakat tetap tenang. Tidak ada yang boleh tahu kondisinya.
"Nyonya, baik-baik saja?" tanya Diego dengan suara serak. Matanya memancarkan kekuatiran.
Anastasia mengangguk, menyunggingkan senyum palsu."Iya, aku baik-baik saja."
Diego tidak lagi bertanya, karena Linda menghampiri mereka. Sang asisten mengarahkan Anastasia kemana harus berjalan dan akan bertemu siapa saja di dalam. Anastasia berusaha berkonsentrasi dengan ucapan Linda, berdoa semoga tidak ada bekas cengkeraman di lehernya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro