Bab 18b
Meletakkan tas di atas meja, Tanaka menatap tumpukan surat-surat di mejanya. Pikirannya tertuju pada Diego. Ia tidak dapat menahan dengkusan, saat tanpa sengaja memergoki pandangan Diego untuk Anastasia. Meskipun laki-laki itu berusaha menyembunyikannya, tapi tidak darinya. Ia bisa melihat ada getar cinta di bola mata laki-laki itu. Rupanya, mereka melanggar perintahnya. Ia hanya meminta mereka tidur bersama, fisik dengan fisik tanpa melibatkan hati. Ternyata, keduanya tidak bisa mengelak dari perasaan yang terlibat. Meskipun secara samar, ia menyadari kalau istrinya juga menaruh perhatian pada Diego. Ini tidak bisa dibiarkan, mereka harus tahu batasannya.
Tom dan Tim masuk ke ruang kerja yang terpisah dengannya. Tanaka memeriksa surat-surat untuknya. Membaca dengan cepat dan menyisihkannya. Hingga satu amplop merah muda membuatnya tertarik. Tidak bisanya ia menerima surat dengan warna yang begitu cerah. Biasanya tak lebih dari putih, biru, ataupun cokelat. Ia membuka perlahan dan terkejut saat melihat isinya. Ia meremas surat di dalam amplop. Bergegas membawanya ke teras samping dengan tangan kiri menyambar korek. Berdiri di dekat pot bunga, ia menyalakan korek untuk membakar surat.
Api menyala, membakar kertas dengan cepat dan menyisakan abu hitam di lantai. Aroma kertas terbakar, untuk sesaat tercium menyengat sebelum pudar ditelan angin. Tanaka menghela napas panjang, bertekad tidak akan membiarkan apa pun merusak hidupnya, termasuk surat dalam amplop merah jambu.
**
Anastasia tidak menyangka akan bertemu dengan Dianti di acara ini. Ia memang tahu kalau pertemuan ini khusus untuk istri pejabat, hanya tidak tahu kalau Dianti diundang. Perempuan bertubuh subur itu mengangguk sopan saat melihatnya memasuk ruangan. Di belakang Anastasia ada Paul dan Diego, dengan Linda menunggu di dalam. Ada sekitar tiga puluh perempuan dengan pakaian terbaik mereka, menunggunya di ruangan. Hari ini, mereka berkumpul dengan niat untuk membahas masalah amal bagi anak-anak korban angin topan yang mekanda wilayah Utara.
"Nyonya, maaf saya nggak jemput di luar." Linda berjalan cepat menyongsongnya.
"Nggak masalah Linda. Lagipula kamu sibuk di sini."
"Nggak seberapa ini. Nyonya Anastasia jauh lebih sibuk."
Beberapa perempuan mendekati Anastasia, untuk sekadar menyapa atau juga beramah tamah. Ada meja panjang yang diletakkan berdampingan, di tengah ruangan dengan kursi-kursi mengelilingnya. Vas bunga, lilin, botol minuman dan perlatan menulis berada di atas meja. Anastasia sedang bicara dengan istri seorang pejabat tinggi saat suara Dianti terdengar di belakangnya.
"Wah, Nyonya Anastasia. Senang melihat, Anda."
Anastasia mau tidak mau berbalik, demi kesopanan berusaha untuk tersenyum. Saat ini ada banyak orang yang melihat, ia tidak boleh menunjukkan rasa enggannya. Ia adalah nyonya gubernur, dituntut untuk selalu ramah pada warganya, tidak terkecuali istri Adolf.
"Nyonya Dianti."
Linda bergeral untuk menunjukkan kursi bagi beberapa perempuan. Meninggalkan Anastasia bersama Dianti. Tidak jauh dari mereka Diego berdiri mendampingi, meskipun matanya tertuju ke seluruh ruangan tapi telingannya mendengarkan dengan seksama.
"Sepertinya kamu kurang sehat, kelihatan pucat."
Teguran Dianti hanya diberi dijawab dengan gedikan bahu oleh Anastasia. Ia tidak ingin mencurahkan apa pun perasaannya pada perempuan ini.
"Apakah Tanaka kurang perhatian padamu? Sayang sekali. Punya istri yang cantik tapi diabaikan. Mungkin, memang sudah saatnya kalian punya anak. Menyenangkan loh, kalau di rumah punya anak."
Melihat raut wajah Anastasia menggelap, Dianti tersenyum.
"Ups, tapi gimana, ya? Nggak semua perempuan bisa jadi ibu. Itu hal yang istimewa."
Dianti tertawa sementara Anastasia menghela napas panjang. Ia menatap Dianti lekat-lekat dan tersenyum ringan.
"Sekarang sedang banyak orang, jangan memancing kemarahanku."
"Oh, benarkah? Padahal aku sedang berusaha ramah."
Anastasia mendekat, menyipit ke arah Dianti dan berbisik. "Sekali lagi kamu membuatku kesal. Aku tidak segan-segan memenjarakanmu. Kemarin, kamu bertingkah, kalau bukan karena suamimu yang bodoh itu meminta maaf, aku akan senang melihat kamu dan adik iparmu itu di penjara!"
Dianti mengepalkan tangan. "Sombong!"
"Bukankah itu hal yang jelas? Ingat, jangan lagi cari perkara denganku!"
Anastasia membalikkan tubuh, meninggalkan Dianti.
"Jangan sombong, Anastasia. Kamu nggak tahu saja bagaimana sebenarnya orang-orang memandangamu. Mereka—"
Perkataan Dianti terputus saat Diego menghampiri dan berbisik tegas. "Nyonya, aku saranku untuk tidak memperpanjangan perdebatan tidak berguna kalian."
Dianti menatap Diego dengan heran. "Siapa kamu? Kenapa ikut campur urusanku?"
"Siapa aku? Pengawal pribadi Nyonya Anastasia."
"Hanya pengawal?"
"Memang, tapi aku tidak akan segan mendorong Nyonya keluar kalau masih bertingkah."
Dianti melotot ke arah Diego, wajahnya memerah karena marah. "Kamu berani mengancamku? Hanya pengawal rendahan sepertimu!"
Diego menatap Dianti lurus-lurus dan mengangguk. "Iya, aku berani. Mau dicoba sekarang? Lihat bagaimana opini masyarakat tentang Nyonya Adolf yang suka sekali mengacau di pesta."
Mereka saling pandang, Dianti mengalah dan pergi setelah Linda datang dan mengatakan tentang letak duduknya. Diego menatap perempuan itu tanpa senyum. Sebenarnya, ia tidak suka menggertak seorang perempuan tapi Dianti memang keterlaluan menurutnya. Ia mengalihkan pandangan pada Anastasia. Perempuan itu pucat dan tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan rasa sakit. Terlihat begitu rapuh, dan lemah. Diego menekan rasa kuatir di dadanya.
.
.
.
Sudah PO?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro