Bab 18a
Anastasia menatap seorang gadis muda berseragam hitam yang menyambut mereka di pintu. Ia belum pernah melihat gadis itu sebelumnya.
"Selamat datang, Nyonya," sapa gadis itu dengan senyum lebar. Gadis dengan tubuh langsing, tahi lalat di pipi dan juga rambut lurus sebahu. Dengan tinggi dan bentuk tubuh yang nyaris sama, gadis itu sekilas terlihat mirip dirinya. Yang membedakan adalah di wajahnya tidak ada tahi lalat. Anastasia cukup terkejut saat menyadarinya.
"Kenapa? Kaget karena kalian mirip?" tanya Hector.
Anastasia mengangguk. "Papa sadar juga?"
"Tentu saja, dan aku merasa ini hal yang aneh tapi lucu. Ngomong-ngomong, namanya Ana. Dia asisten baruku."
Anastasia mengangguk ke arah Ana dan tersenyum ramah. "Bahkan nama kami pun sama."
"Memang, unik."
Hector merangkul anaknya menuju ruang keluarga.
"Aku merindukanmu, Sayang."
"Aku juga Papa. Tahu kalau Papa mau keluar kota, aku buru-buru datang. Ngomong-ngomong asisten Papa yang lama kemana?"
"Resign, dapat lotere dan pindah ke luar negeri."
"Hebat sekali orang-orang dengan keberuntungan mereka."
Anastasia menatap koper-koper yang berjajar di ruang tengah. Sang papa akan keluar kota untuk beberapa hari. Sang papa memang sudah biasa bepergian, tapi hari ini Anastasia seolah tidak ingin papanya pergi. Ia ingin duduk dan bicara sepanjang hari bersama papanya. Mencurahkan perasaan dan gundahnya seperti dulu.
"Anastasia, kamu sakit?" Hector mengamati wajah anaknya. "Wajahmu pucat sekali."
Anastasia mengusap punggung tangan sang papa. "Sakit kepala dikit, tapi udah minum obat."
"Mau ke rumah sakit?"
"Nggak Papa. Aku baik-baik saja."
"Anastasia, kalau sakit jangan dipaksa. Papa panggil dokter, kamu bisa istirahat dan cancel semua kegiatan hari ini."
Anastasia sangat tergoda dengan tawaran papanya. Akan sangat menyenangkan bisa tidur dan menyembuhkan diri. Karena sekarang bukan hanya kepalanya yang sakit tapi perutnya pun bergolak tidak nyaman. Ia punya dugaan penyebab sakitnya, tapi belum ada keberania melakukan pengecekan. Menunggu sampai benar-benar yakin baru melakukannya. Salah satu alasannya tidak bisa menerima tawaran sang papa adalah, ia tahu akan menghambat pekerjaan banyak orang. Anastasia mengerti benar sifat papanya, yang akan mengagalkan semua rencana apalagi tahu dirinya sakit. Sangat berbeda dengan Tanaka yang justru tidak peduli.
"Papaa, aku sehat aja. Nanti jusa sembuh. Ngomong-ngomomg aku datang untuk mengambil hadiah yang Papa janjikan."
Hector tersenyum. "Tunggu di sini, papa ambilkan."
Anastasi merebahkan kepala di sandaran sofa menunggu papanya. Mengedarkan pandangan ke ruang keluarga yang hangat dan akrab dengannya. Di ruangan ini, ia bertangisan dengan sang papa saat mamanya meninggal. Bercerita tentang prestasi sekolah, bergelung kala hujan dengan buku dan bantal di tubuh, serta pertama kali memperkenalkan Tanaka. Semuanya dilakukan di ruangan ini. Anastasia ingin sekali berbaring di sini dan memejamkan mata. Beristirahat sejernak dari kekisruhan rumah tangganya. Namun, tidak mungkin melakukan itu. Bukan karena ingin membela suaminya, tapi karena tidak mau melihat sang papa bersedih karena memikirkannya. Biarlah, urusan rumah tangganya menjadi rahasia antara dirinya dan Tanaka.
"Sayang, lihat apa yang papa punya."
Seolah sedang bicara dengan anak kecil, Hector membawa seuntai kalung dengan wajah berseri-seri. Kalung dengan liontin biru yang indah, berada di jemarinya. Anastasia terperangah kagum saat melihat kalung dari dekat.
"Papa, ini?"
Hector menyerahkan kalung pada Anastsia. "Papa nggak sengaja ketemu, pas kemarin bongkar brankas. Ternyata terjatuh. Kalung mamamu, Anastasia."
Tenggorokan Anastasia tercekat. "Kalung kesukaan Mama."
"Benar sekali, sekarang kalung ini menjadi milikmu. Pakailah, biar kamu selalu merasa kalau mamamu tidak pernah meninggalkanmu. Dia selalu ada di sisimu."
Anastasia mendapatkan alasan untuk menangis sekarang. Ia memeluk sang papa dan terisak tak terkendali, menumpahkan rasa sedih karena Tanaka dan juga karena merindukan sang mama. Hector yang tidak menaruh curiga, berpikir kalau anaknya sedang melankolis. Saat anaknya berpamitan pulang, ia mengantarkan sampai ke halaman.
"Jangan nangis lagi, Anastasia. Matamu akan bengkak saat bicara dengan orang-orang."
"Iya, Pa."
Melihat Diego yang berdiri di dekat mobil, Hector melambikan tangan. Diego bergegas menghampiri ayah dan anak itu.
"Iya, Pak."
"Jaga anakku baik-baik. Bukan, maksudku jaga nyonyamu. Hari ini dia sepertinya sedang melankolis."
Diego mengangguk. "Iya, Pak. Saya akan jaga sepenuh hati."
"Bagus, aku senang Anastasia berada dalam penjagaanmu."
Diego tidak berkata basa-basi, memang ingin menjaga Anastasia sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Ingin melindungi perempuan itu dari bahaya apa pun yang mengancam. Tanpa Hector meminta, ia rela melakukannya. Diego membuka pintu, menyilakan Anastasia masuk. Ia memastikan pintu terkunci dengan benar, mengangguk hormat pada Hector sebelum duduk di balik kemudi. Paul menyusul di sampingnya.
Sebenarnya, menjadi sopir bukanlah tugas Diego. Tapi, demi Anastasia ia rela melakukannya. Ia ingin memastikan Anastasia tiba di mana pun dengan selamat dan untuk itu, dirinya sendiri yang langsung mengantar.
**
Tanaka melangkah cepat di undakan dengan wajah tanpa senyum. Di belakangnya ada Tom dan Tim. Tom sedang bicara cepat membacakan jadwalnya termasuk juga melaporkan persiapan jamuan.
"Tidak ada masalah, semua beres. Pak Menteri datang, pasti puas dengan jamuan yang kita atur."
Tanaka mendengkus. "Semua beres kecuali satu, istriku. Bisa kalian bayangkan, dia tidak ingin menghadiri jamuan."
"Karena apa?" tanya Tim.
"Entahlah, katanya sakit. Tapi, terlihat baik-baik saja buatku. Mana ada orang sakit tapi kelayapan? Dia malah pergi ke rumah Hector hari ini."
"Mungkin karena papanya mau keluar kota." Tom menyelas pelan. "Bisa jadi Nyonya sedang PMS. Kita maklumi saja."
Tanaka merenungkan perkataan Tom. Bisa jadi istrinya sedang PMS. Bukankah perempuan di masa begitu cenderung tidak stabil emosinya? Detik itu juga ia merasa suasana hatinya menjadi muram. Kalau memang Anastasia sedang PMS, berarti tidak hamil. Kalau begitu, rencananya untuk punya anak gagal? Kalau sampai terjadi, ia tidak tahu siapa yang harus disalahkan, istrinya atau Diego.
.
.
Cerita ini sedang PO
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro