Bab 11b
Ia coba-coba mengecup punggung tangannya, dan berbisik lirih. "Saya akan mengatakan semuanya, Nyonya. Setelah itu, terserah bagaimana penilaianmu."
Ia mulai bercerita tentang awal tawaran Tanaka, dilanjut dengan bencana yang menimpa orang tua dan klub. Diego menceritakan dengan jujur semua yang dialaminya. Termasuk juga bayaran yang diterimanya.
"Uang sudah ditranfer dan langsung saya buat untuk membangun rumah orang tua. Sisanya, akan ditreanfer kalau ... Nyonya hamil."
Anastasia menghela napas, menatap tangannya yang berada dalam genggaman Diego. "Banyak juga uangnya," gumamnya pelan.
"Maafkan saya, Nyonya."
"Untuk apa minta maaf, kamu bekerja."
"Nyonya, bukan begitu. Tapi—"
Anastasia melepaskan genggaman Diego dan merendahkan kursi lalu memejam. "Aku ingin istirahat sebentar. Bangunkan aku kalau sudah sampai."
Diego menatap tak berdaya pada Anastasia yang berbaring sambil memejam di sampingnya. Ia sendiri merasa sangat malu saat harus mengatakan tentang uang dan bayaran yang diterimanya. Ia tahu Anastasia keceawa padanya, dan entah kenapa perasaannya juga ikut tidak nyaman. Rasa bersalah bahkan menghantuinya saat menerima uang dari Tanaka. Sialnya, kondisinya sedang kepepet dan membutuhkan banyak uang.
Diego memberanikan diri mengusap pipi Anastasia yang halus dan berkata lembut. "Nyonya, maafkan saya."
Anastasia melamun dalam keadaan terpejam. Tidak tahu apa yang harus dimaafkan dari Diego. Ia sendiri juga bersikap amoral, jadi kenapa mereka kecewa sekaligus sedih. Diego tidak berbuat salah padanya. Ia merasa kalau perasaannya kacau karena baru saja bertemu dengan Dianti dan Zenata. Perkataan mereka yang pedas, menyerang mental dan titik terlemahnya.
"Nyonya, kalau ingin marah atau memaki, silakan saja. Tapi, jangan diamkan saya."
"Kenapa?" tanya Anastasia heran, masih dengan mata tertutup.
"Entahlah, saya lebih suka kalau dimarahi dari pada didiamkan sama Nyonya."
Anastasia membuka mata lalu tersenyum lemah. "Kamu nggak salah, Diego. Aku saja yang sedang melankolis. Tadi si salon sempat bertemu dengan dua orang brengsek dan kami bertengkar."
Sisa perjalanan dihabiskan dengan Anastasia memaki-maki Zenata serta Daniati. Berharap agar tidak lagi bertemu dua perempuan itu. Tanpa sadar Diego tersenyum, mendengar Anastasia mengamuk dan memaki orang, ternyata hal yang menyenangkan. Ia melirik bibir Anastasia yang mencebik kesal, perasaan aneh merambatinya. Ingin sekali mencium perempuan itu tapi ia menahan diri. Suasana dingin dengan seorang perempuan cantik di sampingnya, Diego merasa pikirannya sangat cabul.
Tidak tahan untuk tidak menyentuh, dari waktu ke waktu tiap kali ada kesempatan, Diego menyentuh tangan, lutut, atau pun pundak Anastasia. Ia bahkan memberanikan diri mengusap rambutnya yang selembut sutra. Saat berdua seperti sekarang, ia tidak peduli kalau Anastasia adalah istri orang. Yang diinginkannya hanya berdekatan seintim mungkin dan menyentuh tanpa henti.
**
Dua laki-laki bergerak di kegelapan, menebarkan sesuatu seperti bensin di tempat-tempat tertentu. Mereka sudah menerima bayaran tinggi, jadi harus melakukannya sebaik mungkin. Sebenarnya, pekerjaan ini akan lebih cepat kalau dilakukan beramai-ramai, sayangnya yang membayar mereka justru tidak mau kalau pekerjaan mereka diketahui banyak orang.
"Lakukan dengan cepat, tanpa terdeteksi. Aku sudah mengatur orang-orang untuk membantu kalian saat waktunya tiba."
"Cukup kami berdua, Boss?"
"Iya, cukup kalian berdua. Tidak perlu orang lain."
"Setelah itu, apa kami harus melakukan hal lain?"
"Tentu saja, seperti kesepakatan kita."
Mereka setuju dengan sejumlah uang sebagai bayaran. Uang muka sudah dikirim dan sisanya akan menyusul kalau pekerjaan telah selesai. Sebenarnya, yang mereka lakukan sangat berbahaya tapi bayaran yang diterima sungguh lumayan. Membuat mereka tergiur. Terbiasa melakukan kejahatan, untuk kali ini tidak ada bedanya. Sama-sama membuat orang celaka.
"Apakah yang kita tanam sudah cukup banyak?"
"Sudah, berharap saja malam ini tidak hujan."
"Iya, kalau tidak pekerjaan kita akan sia-sia."
Mereka kembali bergerak dari satu bangunan ke bangunan lain. Menanam dan menempatkan benda pada tempat tertentu dengan perlahan. Mereka memakai pakaian hitam-hitam dengan kepala tertutup balaclava hitam. Di ujung bangunan yang cukup besar, terdengar suara langkah kaki mendekat. Keduanya bergerak cepat di antara tumpukan kardus dan menyelinap di bawah meja kosong.
"Siapa di sana?"
Seorang laki-laki berseragam mendekati mereka. Petugas keamanan itu mengarahkan senter ke arah tumpukan kardus dan memeriksa. Datang satu orang lain dari arah belakang.
"Kamu lihat apa?" tanya orang yang baru datang.
"Kayak lihat bayangan orang."
"Di tempat gelap begini? Mau apa? Maling?"
"Entahlah, sedang aku periksa."
Dari bawah tumpukan kardus muncul seekor kucing sedang mengejar tikus. Keduanya berjengit kaget lalu saling pandang sambil menghela napas panjang.
"Hanya tikus rupanya."
"Dan kucing sialan!"
"Ayo, kembali ke depan."
"Tapi, apa kamu mencium sesuatu? Seperti ada aroma aneh di sini?"
"Ada, aroma sampah yang tidak dibersihkan. Kenapa truk pengankut sampah belum datang?"
Setelah dua petugas keamanan itu pergi, dua laki-laki yang bersembunyi di bawah meja keluar perlahan. Mereka berbaring di tanah dan bergegas bangkit. Tidak lupa mengambil bungkusan yang mereka bawa. Nyaris saja mereka ketahuan, kalau tidak ada kucing dan tikus sebagai pengalih perhatian.
"Sial! Hampir saja!"
"Untung saja mereka orang-orang bodoh yang tidak bisa membedakan bubuk mesiu dan bau saampah."
"Ayo, kita selesaikan secepatnya sebelum ada orang lain datang."
Mereka bergerak sigap, menerjang kegelapan dan menyelesaikan pekerjaan. Keduanya dengan cepat mengabiskan sisa benda di tangan. Selesai semuanya, mereka berpencar dan berpisah di ujung jalan. Menunggu perintah selanjutnya.
.
.
.
.Di Karyakarsa mendekati ending, saya akan posting setiap hari sampai bab 30.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro