Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 20 Hari Pembalasan

“Abelle, kok tadi ninggalin kita, sih?” Celine memprotes.

Keisha dan Celine menyusul Abelle sambil berlari dari lapangan. 

Shh!” Abelle menyuruh mereka diam. Ia menyeret Keisha dan Celine untuk sembunyi di belakang pos satpam. Mereka diperintah untuk tidak menunjukkan diri sebelum disuruh Abelle. Mereka hanya bisa menuruti kemauan temannya itu. 

Sementara itu, Abelle berdiri di samping pos satpam yang jelas terlihat oleh orang yang lewat. 

Itu dia, Bintang muncul bersama dua temannya, Intan dan Tania. Abelle melipat tangan di depan dada sambil tersenyum miring. Bintang menyadari gerak-gerik aneh Abelle, sehingga ia memutuskan untuk mendekatinya. 

“Bingung mikirin gimana cara aku keluar dari toilet tadi?” Salah satu alis Abelle naik. 

Bintang terpancing, “itu cuma beruntung! Lain kali—” 

“Coba tanya sama dia.” 

“Hah? Dia siapa?” 

“Liat di luar gerbang.” 

Tanpa disuruh dua kali Bintang berjalan keluar gerbang sekolah. Ia terkejut sampai jantungnya tiba-tiba berdegup lebih kencang. Bintang cepat-cepat berbalik hendak menyemburkan amarahnya kepada Abelle. 

“Kok dia—”

“Steven! Sini, sini!” Sebelum Bintang selesai bicara, Abelle memanggil Steven lebih cepat. Steven yang sedari tadi menunggu sambil bermain ponsel lantas menoleh. 

Tetapi langkahnya terhenti saat matanya menatap mata Bintang. Raut wajah Steven terlihat jelas langsung gugup karena terkejut. 

“Nah, karena kalian berdua udah di sini, silakan diomongin baik-baik. Steven, ini terakhir kalinya kita ketemu. Bintang, aku janji habis ini nggak akan nemuin dia lagi karena aku juga males liat mukanya. Jadi, kamu jangan ngancem-ngancem nggak jelas lagi karena udah nggak ada alasan untuk itu! Ngerti?” Abelle menyeret Steven dan Bintang saling berhadapan. Ia juga sudah membuat semuanya sejelas hitam di atas putih. 

“Aku balik dulu, bye!” Abelle meninggalkan mereka berdua yang sama-sama membisu. 

Intan dan Tania hanya bisa diam sedari tadi, tak menyangka Bintang bertemu Steven lagi dengan cara konyol seperti ini. Sementara itu Keisha dan Celine langsung keluar dari tempat persembunyian dan menyusul Abelle keluar sekolah. Mereka juga mendengarkan percakapan dari awal, kini sudah separuhnya mereka mengetahui permasalahan yang sedang dialami Abelle. 

“Belle, maksudnya apaan tadi? Dia mantannya Bintang? Kok kamu bisa kenal dia? Kenapa kamu yang ngurusin mereka berdua gitu?” Rasa penasaran Celine membuncah, ia menghujani Abelle dengan pertanyaannya. 

“Jadi selama ini itu masalah kamu sama Bintang? Soal mantannya?” Begitu pula Keisha, ia juga sangat penasaran. 

Abelle tersenyum lebar, siap menumpahkan teh. Ia pun bercerita dari awal, tengah, hingga Bintang dan Steven bisa berakhir seperti itu. Keisha dan Celine kompak mendecakkan lidah, merasakan perasaan kesal yang sama seperti yang Abelle rasakan terhadap Bintang. 

“Gila, ya, Si Bintang. Ternyata dia gangguin kamu dari kemaren cuma gara-gara cowok itu? Cemburunya kekanakkan banget, deh.” Keisha berkomentar. 

“Kurang ajar banget sampe ngunciin kamu di toilet tadi?! Dan yang bikin kamu jatoh dari kemaren itu gara-gara masalah ini? Ck, ck, ck. Udah putus tapi masih ngatur idup cowoknya, lagi.” Celine ikut geram dan tak habis pikir. 

“Namanya orang gila cinta emang begitu. Udah putus, tapi masih sayang. Nggak rela cowoknya nyari yang baru, terus kenapa diputusin coba?” Abelle menggelengkan kepalanya heran, “eh, bus nya udah dateng. Aku duluan, ya,” pamitnya kepada Keisha dan Celine. 

“Oke, bye Abelle!”

***

Ini adalah keheningan paling keras yang pernah mereka dengar. Intan dan Tania memutuskan untuk pulang lebih dulu. Mereka ingin memberi ruang untuk Bintang. Tak mungkin mereka hanya diam saja seperti nyamuk di antara Bintang dan Steven. 

Sudah lebih dari dua menit Bintang dan Steven tak mengeluarkan satu kata pun. Mereka hanya berdiri dan tak berani bertatapan mata. 

“Aku …”

Sorry …”

Bintang dan Steven salah tingkah karena berbicara berbarengan seperti itu. 

“Kamu duluan.”

“Eh jangan, kamu aja.” 

Mereka berakhir saling menyuruh untuk bicara duluan. Masa lalu yang sama terputar di kepala mereka. Keduanya merasa canggung karena hal itu. 

Steven akhirnya memilih untuk bersuara lebih dulu. 

Sorry, aku nggak bermaksud apa-apa sebenernya. Kemaren Abelle minta tolong banget ke aku supaya dateng ke sini.”

“Kenapa kamu turutin dia? Kenapa kamu ke sini? Buat apa?” Bintang terlihat kesal. 

“Ya, karena aku disuruh. Aku beneran nggak tahu kalo kamu sekolah di sini sekarang.” 

“Kemaren kamu nggak liat aku sparing?” 

“Eh? Itu kamu ya? Ku pikir orang lain, soalnya kamu beda banget sekarang.”

Bintang terdiam. Ia tak tahu harus merasa senang atau kesal dikomentari seperti itu. 

“Padahal aku liat kamu, tahu! Gara-gara kamu aku jadi nggak fokus!” 

“Loh, kok aku?” 

“Iya, lah. Kemaren aku liat kamu berdiri sama temen-temen mu di samping lapangan. Walaupun agak jauh aku bisa tahu kalo itu kamu.” 

“Oh itu, kemaren aku cuma mau liat Ab—”

“Abelle? Oh, jadi sekarang kamu mainnya sama Abelle? Iya?” 

Steven terkesiap. Ia terkejut melihat reaksi Bintang yang terkesan marah. 

“Emang kenapa kalo aku temenan sama dia? Kita … udah nggak ada apa-apa lagi, Bintang.” 

Kini Bintang terdiam lagi. Mendengar kata itu membuat hatinya serasa dicubit. Ada perasaan tak dikenal merambat di hatinya. 

“Aku mau kamu jangan pernah deket—”

“Jangan-jangan kamu … masih belom move on, ya?” 

Deg. 

Steven memotong omongan Bintang dengan kata-kata sekeras suara petir di siang bolong. 

Steven tertawa melihat reaksi Bintang yang jelas menjadi jawabannya. Ia merasa hal in lucu baginya. Dulu yang meminta memutuskan hubungan adalah Bintang, tapi kini orang sendiri malah masih belum bisa beralih dari Steven. Apakah selama ini sebenarnya Bintang masih memiliki rasa terhadap Steven? 

Bintang memperbaiki raut wajahnya agar lebih tenang, “iya, aku masih mikirin kamu selama ini.” Suaranya bergetar saat mengatakan itu. Akhirnya Bintang bisa mengeluarkan kata-kata yang selama ini ia pendam. 

Ternyata itulah yang sebenarnya hati kecilnya rasakan. 

Steven bungkam. Tak menyangka Bintang akan berkata seperti itu. Bintang yang ia kenal dulu telah benar-benar berubah. 

“Terserah, deh. Kamu mau main sama siapa sekarang terserah, aku nggak peduli lagi,” kata Bintang lesu sambil berjalan pergi. 

“Eh, jangan pergi dulu!” Steven berusaha mencegahnya pergi. 

Bintang berlari sekencang mungkin. Steven pun sama, ia ingin mendengar lagi bahwa Bintang masih memikirkannya selama ini. Mereka berakhir saling mengejar. 

***

“Aku pulang.” 

“Hai, Abelle,” sapa Ryan dari dapur. 

Abelle melempar tas nya di sofa. Ia duduk lemas memikirkan sesuatu. 

Ia memikirkan kejadian tadi. Membayangkan kira-kira seperti apa percakapan yang terjadi di antara mereka berdua. Apakah mereka bertengkar? Tidak saling bicara? Atau saling memarahi? Abelle tertawa pelan, sepertinya lucu juga melihat mereka bertengkar seperti kucing dan tikus.

Semoga setelah ini Steven tidak mencarinya lagi. Abelle sudah muak dengannya. Sudah cukup ia menangisinya semalaman karena ia mempertaruhkan Abelle di permainan Truth or Dare. Sudah seharusnya ia curiga jika seorang laki-laki tiba-tiba mendekatinya. Padahal kenal lama saja tidak, teman juga bukan. Tipe orang seperti itu pantas disebut seperti udang di balik batu. 

“Lemes banget kayaknya. Capek latihan, ya?” Ryan keluar dari dapur setelah mematikan kompor. 

“Iya, capek.” Abelle menjawab pendek sambil cemberut. Ryan tersenyum gemas melihatnya. Ia pun berjalan ke kulkas dan membawakan sesuatu. 

“Nih, minum dulu.” Ryan menyodorkan segelas es jeruk. Kedua mata Abelle langsung berbinar. 

“Makasih, Kak Ryan.” Tidak pakai lama, Abelle langsung menenggak jus jeruknya. 

Ryan menaikkan satu alis, “tumben nggak pake protes dulu.” 

Abelle mengelap mulut dengan tangannya. Dengan sekali tenggak, jus itu langsung habis. Ryan cukup kaget karena itu. 

“Jus jeruk soalnya, seger,” balas Abelle sambil nyengir. 

“Oh, jadi kamu suka jeruk, ya? Oke, saya catet dulu.” 

Abelle terdiam beberapa detik. 

“Nyatet apaan?” 

“Ya, daftar kesukaan kamu, lah. Saya juga tulis sayuran yang kamu kurang suka, supaya saya bisa masak dengan cara yang kamu suka. Ini penting buat acuan saya dan supaya menu nya nggak itu-itu aja,” jelas Ryan. Ia mengambil buku kecil dari tas nya dan mulai menulis. 

Selama ini Ryan mencatat daftar kesukaan Abelle? 

Abelle tersenyum tipis melihat Ryan ternyata selama ini melakukan hal yang manis menurutnya. Abelle baru menyadari sifat perhatian Ryan kepadanya. Apa yang menutupi matanya sehingga ia baru melihatnya sekarang?

Muncul vibrasi tak dikenal dari dalam dirinya. Abelle tersenyum canggung karena itu. Tak lama kemudian kedua matanya hanya tertuju pada profil samping wajah serius Ryan yang sedang mencatat.

<><><>

Yeahh BJAM balik lagii!! Gimana gimana? Menurut kalian rencana Abelle tadi berhasil ga yaa?

Seperti biasah~ Jangan lupa vote ⭐ dan komen 💬 yaa, thanks!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro