Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25. Better With You | Sampai di sini

Publikasi 06 Januari 2023
Publikasi ulang 31 Januari 2024

.
.
.
.


Semakin Kita Terjebak Cinta

🍂

Seulas senyum menyambut kehadiran Rambu di tengah anak-anak Korvus, begitu pun Antan melihatnya sambil tersenyum meski rasa malu dan canggung tampak kontras di wajah berkulit gelap bersebut. Rambu menunduk sejenak. Ia pada akhirnya menyetujui permintaan Antan sebelum anak-anak Korvus khususnya kelas tiga hengkang. Antan meminta Rambu berkunjung untuk yang terakhir sebelum semuanya melanjutkan pendidikan kuliah dan menyambut mimpi baru mereka.

“Aku minta maaf karena meninggalkan Korvus tanpa pamitan,” kata Rambu kemudian mendongak.

Semua orang bersorak bahagia, bagaimana tidak bintang paling bersinar di Korvus kembali pulang ke pembaringannya setelah sepurnama ia hengkang tanpa pamitan. Inga, sosok yang menjadi cikal-bakal kepergian Rambu dari Korvus tampak mendekati Rambu, mendekapnya dengan penuh rasa sesal.

“Kita kangen kamu, Ram. Korvus kehilangan sinarnya, seperti langit yang selalu mendung. Kita memenangkan semuanya agar kamu kembali, tapi kamu nggak pernah datang,” ujar Inga seraya membelai lembut puncak kepala Rambu.

Keduanya tampak saling memandang satu sama lain, diiringi senyum manis yang Rambu sematkan bersama pandangan matanya yang berbinar ceria. Inga kembali memeluk Rambu dengan lebih erat.

“Maafkan, Coach udah berlaku egois padamu,” bisiknya.

Tepuk tangan tangan yang Rakabumi berikan membuat Inga tersenyum malu. Beberapa waktu ke belakang, Inga menjadi orang yang paling antusias menyambut kabar kembalinya Rambu ke Korvus. Rakabumi memandang hangat wajah Inga, senyum manisnya semakin membuat Inga salah tingkah.

“Cie, Coach Inga, akhirnya pujaan hati kembali ke Korvus,” goda Melva tertawa begitu ngakak saat Inga memegangi tangan Rambu begitu erat.

Rambu yang hanya berdiri canggung itu terlihat salah tingkah serta bersemu malu-malu kucing. Rambu menggulirkan kedua bola matanya pada Antan yang kemarin sore mengajaknya berdialog perihal Korvus dan kehidupan setelah Rambu hengkang, serta nasib baik serta buruk Korvus di Pen Baseball setelah kehilangan daya atraktif yang biasanya selalu mendominasi.

Rambu menggulirkan bola matanya kini pada dokter Syasa yang beberapa waktu ke belakang juga sempat membujuk dirinya kembali lewat beberapa psikotest serupa dulu saat seleksi masuk Korvus. Rambu mengembuskan napasnya dengan lembut, ia pun menebarkan senyum bahagianya sepenuh hati. Ia sedikit meninggikan dagunya guna memirsa setiap wajah yang ada.

“Maaf kalau aku mengecewakan Korvus. Hari itu aku pikir, berhenti sejenak bisa membuat hatiku sedikit berdamai dengan apa yang terjadi. Aku mungkin bukan orang yang mengerti tentang dunia, tapi juga bukan orang yang bisa dimengerti dunia dengan baik. Sepertinya kami sama-sama belum memahami apa yang kami rasakan.” Rambu berujar dengan lembut.

“Kehilangan membuatku lebih mudah tersinggung. Maaf kalau sikapku terlalu bodoh dan merugikan Korvus, sejujurnya aku malu untuk kembali, tapi ada satu janji yang mungkin nggak bisa aku lupakan sampai kapan pun. Aku akan menjadi nggak ingin mengulang kesalahan yang sama. Mengingat Korvus aku selalu terkenang soal mendiang Kakung dan Eyang. Rasanya seperti nggak bisa melangkah untuk menyambut hari baru.”

Semua orang menatap wajah Rambu yang menerbakan senyum damai, meskipun kedua bolanya terlihat memberontak. Rambu mengembuskan napasnya perlahan-lahan. Ia nampak meremas jemarinya yang kurus nan pucat.

“Aku ingin melepaskan masa lalu itu demi mengejar masa depan. Mungkin, keputusan ini terlalu egois, tapi aku juga ingin berjalan dan berdamai dengan duniaku yang baru. Aku nggak marah ataupun kecewa pada Korvus, Coach Inga atau Kak Raka yang terus memaksa untuk kembali. Aku hanya ingin berkata jujur, kalau mengingat hari-hari itu membuatku marah. Aku nggak mau membenci siapa pun.”

Inga seketika memeluk erat Rambu turut menangis bersama anak-anak Korvus juga Antan. Rasanya, setiap kesalahan memang tak selamanya akan menemukan kata maaf yang tepat. Baik Inga ataupun Antan juga anak-anak Korvus ingin Rambu jauh lebih bahagia dengan pilihannya. Tak alasan untuk menahan pilihannya ataupun jalan yang akan ditempuhnya.

“Berjalanlah, lalu berlari saat kamu menemukan momentumnya, Ram!” bisik Inga sambil sesegukan.

“Aku ingin melanjutkan langkahku sebagai seorang fisioterapi. Aku ingin membersamai mereka ketika mereka merasa terpuruk, aku ingin jadi bagian dari sedikit alasan mereka kembali ke diamond.”

Antan membelai pusat kepala Rambu. “Pilihan yang sempurna!” pujinya.

*****

Rambu menikmati roti keju panggang yang Kadensa suguhkan. Padang ilalang yang mulai menguning kecokelatan menemani waktu sore keduanya. Kadensa mendekap lututnya sambil memandang wajah Rambu yang berseri-seri kemerahan. Meski gelap kini tampak hendak mengusik senyuman sang senja, Rambu tetap terlihat tampan dan menawan. Kadensa tersenyum setipis helaian rambut. Matanya menatap begitu dalam, hangat pandang mata gadis itu membuat Rambu salah tingkah hingga tersedak akhirnya.

“Kaden, jangan buat aku baper!” tegur Rambu sambil menepuk-nepuk dadanya. Ia herdeham beberapa kali hanya untuk menahan tawanya yang benar-benar sudah tak bisa lagi kulum dalam mulutnya.

“Menikah sama gua, ya?”

“Hah?”

“Gua ingin menikah … iya … nikah sama gua! Lo mau, 'kan?” tanya Kadensa dengan senyuman sendu.

Rambu mendaratkan tangannya di pusat kepala Kadens sambil tersenyum lebar. Laki-laki itu membelainya kemudian menghantamkan bogemnya yang lembut ke pusat kepala Kadensa.

“Tunggu lulus sekolah dulu, kuliah, jadi sarjana terus kerja, dapat uang, punya rumah sendiri, masa depan terjamin, baru memikirkan pernikahan. Kita masih terlalu muda untuk memikirkan hal yang berat seperti pernikahan.”

Kadensa menghela napasnya begitu dalam. Gadis itu tampak merajuk sambil mengerucutkan bibirnya komat-kamit. Kadensa mengibaskan rambutnya ke wajah Rambu, ia berkata, “Tambah lama, tambah jauh. Gua nggak keberatan dengan apa yang akan kita lalui.” Kadensa mendesis, “Karena gua juga ingin selalu di dekat lo!”

Rambu mendaratkan kepalanya di kepala Kadensa. “Di mana pun, ke mana pun, aku akan selalu membawamu, dalam doa,” bisiknya dengan lembut. “Untuk beberapa waktu ke depan, jadilah orang paling sabar, ya?”

Kadensa tak mampu mengelak, ia bahkan merasa begitu nyaman saat Rambu menepuk-nepuk ubun-ubun dengan bogem lembutnya. Kadensa mendongak ke arah langit.

“Agnyana pasti senang bisa memiliki teman sepertimu, dia juga suka main gim sofbol, kurasa dia akan sangat bahagia bersamamu,” cuap-cuap Kadensa dengan mata berkaca-kaca. “Gua sama Agnyana akan terus berusaha menjadi saudara yang saling menjaga. Gua akan terus bekerja keras untuk menyayanginya.”

“Dia bahagia punya saudari sepertimu, Kaden. Kamu istimewa!” teriak Rambu memecah belah burung-burung di udara bersama percik air mata langit yang mulai terun bersama gelap.

“Ayo, aku akan antar kamu pulang. Kuharap hari ini bertemu dengan ayahmu!” ucap Rambu. “Aku ingin berterima kasih karena dia telah merawatmu dan membuatku bertemu denganmu. Klasik, tapi itu yang aku rasakan.”

Kadensa tertawa sambil mendaratkan tubuhnya pada dekapan tangan Rambu yang hangat. “Gua juga! Gua beruntung bisa ketemu sama lo!”

“Aku masih akan terus berjalan, entah di depan Korvus atau di belakangnya ataupun di sisinya. Karena bagiku, Korvus, Eyang dan Kakung sama berharganya.” Rambut mendaratkan tangannya di puncak kepala Kadensa. “Seberharga kamu, Kaden.”


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro