Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20. Better With You | Rambu, Keluarga, & Korvus

Publikasi 02 Desember 2022
Publikasi ulang 30 Januari 2024

.
.
.
.

Ada yang lepas dari jiwaku, ada yang lepas dari ragaku, juga ada yang lepas dari kelopak mataku. Kehilangan sesuatu yang kusebut berharga.

-Larung Rambu Basena

🍂


Strike!

Straight
105 Km/H

Strike!
Straight
113 Km/H

Strike!
Straight
115 Km/H

Strike OUT!
Straight
125 Km/H

Patut Rambu akui, lemparannya tidak terlalu bagus. Namun, ia tetap bisa menggagalkan pukulan teman-temannya, dan mencetak rekor tertinggi mengalahkan rekor sebelumnya—124 Km/H milik Rakabumi.

Antan selalu tampak kagum pada apa yang Rambu punya. Anak itu tidak pernah kenal lelah dan tidak terlihat putus asa atau sedih atas takdirnya. Ia bertekad, lebih bertekad dari anak-anak yang lainnya meskipun ia tahu, banyak hal yang akhirnya mungkin jadi sia-sia saja.

Tepuk tangan membuat Rambu yang kelelahan tampak sedikit mengembangkan senyumnya. Antan menggiring anak-anak untuk berkumpul di tepi lapang. Pria berkulit agaknya gelap karena paparan sinar matahari itu tersenyum bangga nan bahagia.

“Selamat atas kerja kelas kalian. Lusa, kita akan memandang wajah bintang-bintang Bantarious, jadi jangan kecewakan diri kalian sendiri. Hari ini cukup, besok kita akan pakai untuk latihan terakhir supaya ototnya tetap panas.” Antan kembali bertepuk tangan. “Ayo, beres-beres dan pulang.”

Semua anak-anak bertepuk tangan, saling memuji penampilan latihan masing-masing rekannya, begitu juga Rambu yang dapat banyak pujian karena tampil gemilang. Walau begitu, bibirnya seperti berat untuk mengangkat senyuman.

Antan merangkul Rambu sambil memandang dengan senyuman ramah. Ia berkata, “Jangan memaksakan diri, latihan hari ini benar-benar membanggakan!”

“Tapi, aku belum bisa membawa kemenangan Korvus selama menjadi kapten,” gumam Rambu sambil menunduk.

“Hei, hei, hei, kamu itu kapten terbaik yang pernah ada untuk Korvus! Raka mengakui dirimu, Ram!” puji Antan menatap dengan kedua bola matanya yang berbinar ceria.

“Tapi ….”

“Jangan meragukan dirimu, Ram!” Antan membelai rambut Rambu. “Kamu udah lebih dari hebat! Untuk lusa, menang atau kalah bukan salahmu, Korvus harus tetap berjuang dan belajar untuk menang. Siap?”

Yes, Coach!”

*****

Rambu menikmati santapan malam yang Ruma sajikan untuknya. Ditemani Ranah juga, makan malam lepas isya ini membuat ketiga remaja itu senang. Ranah menggulirkan kedua ekor matanya pada Rambu yang tengah lahap menyantap ayam bakar sambal bawang merah. Makanan favorit Rambu jika Ranah mentraktirnya.

“Ram, ada yang aku ingin tanyakan kepadamu, jangan marah, ya?” tanya Ranah dengan intonasi penuh keraguan.

“Apa, Kak?” jawab Rambu dengan cepat mengunyah makanannya.

“Ayo pindah, kita bisa berbagi kamar. Gua udah bilang pada bokap sama nyokap soal kita bisa tidur bareng. Toh, mereka juga sebenarnya lebih menginginkan lo tinggal di sana ketimbang di sini sendirian!” Ranah nyengir.

“Kalau Kak Ranah yang ngomong malah jadi serem, Kak!” todong Ruma menatap tajam.

“Otak lo yang serem, Ma!” Ranah bergidik ngeri.

“Lo lihat betapa Papa menentang Paman lo yang beranggapan lo bisa mandiri, Papa tetap berpikir kalau lo tetap butuh bimbingan orang dewasa.” Ranah menarik sebelah kanan sudut bibirnya sebal. “Lo tetap butuh wali yang akan dan harus selalu ada di sisi lo!”

“Makin serem maksa-maksa kayak gitu,” desak Ruma. Ranah memukul kepala sang adik. “Curiga!” Ia menyeringai.

“Nggak perlu, Kak. Semua yang kalian berikan udah terlalu banyak,” kata Rambu tersenyum manis, “Aku nggak tau cara membalas apa yang kalian berikan, selain dengan doa. Aku nggak mungkin membuat kalian semua menanggung beban baru.”

“Nggak, Ram. Mama malah ingin kamu menemani Kak Ranah. Soalnya kalau tidur sendirian dia suka nonton bokep Jepang! Tapi, kalau kata aku sih jangan, takut nanti kamu diapa-apain ,” ucap Ruma dengan tatapan ketus pada Ranah. “Dia juga suka diam-diam merokok.”

“Eh, Ma, jaga mulut lo! Malu anjir!” Ranah membungkam mulut adiknya dengan segera, padahal tangannya masih kotor bekas makan sambal kecap, alhasil kotor pula wajah Ruma.

“Ih, Kak Ranah!” Ruma menggigit telapak tangan Ranah, ia pun berteriak kesakitan.

“Iya, ih. Emang benar kalau Kak Ranah itu emang udah kecanduan banget nonton bokep, Ram. Dia tuh nggak takut dimarahin Tuhan apa? Jelas-jelas malaikat nggak pernah lalai. Gimana pas nonton bokep, malaikat maut datang? Mati dalam keadaan darurat iman!”

“Gua enggak kecanduan bokep, Ma! Nonton sekali-kali doang!” cecar Ranah mengernyit malu. Wajahnya memerah masak.

“Iya, nggak boleh, Kakak. Adik kamu perempuan, ih! Nggak takut apa? Gimana kalau ada apa-apa? Orang udah dirasuki setan nggak bisa mikir benar salah lagi, tau! Ngerti lah! Rambu tuh dicontoh! Selalu menghargai perempuan! Kalau Kakak nonton, artinya Kakak nggak menghargai Mama dan aku sebagai perempuan! Terus sekarang mau sekamar sama Rambu?”

Ranah mendesis kesal. “Iya, bawel! Iya, gua nggak bakalan kecanduan. Maaf, ya, Ma. Kakak nggak akan nonton lagi, lo jangan marah, gitu. Jangan buka aib gua, ah. Kakak tuh cuma iseng awalnya … emm ealah akhirnya, ya, seru ternyata.”

“Nggak mau dengar. Pokoknya aku marah, nggak mau tau! Aku minta Kakak hapus semua film yang Kakak punya dan jangan maksa Rambu pindah ke rumah.”

“Iya, Sayangku, Adikku yang manis, yang bawel!” Ranah memeluk Ruma, tetapi gadis itu mendesis. “Bilang aja, lo mau suka keluyuran di rumah pakai tank top doang!” sindir Ranah, Ruma pun memukul wajah Ranah lalu bangun dari duduknya.

“Aku senang kedekatan kalian semakin hangat. Aku juga senang melihat Ruma semakin dewasa seperti ini,” lontar Rambu mendinginkan suasana di antara adik kakak tersebut.

“Tapi aku nggak bisa, aku bukannya takut atau sebagainya. Aku hanya nggak mau merepotkan lebih banyak orang di sekitarku. Aku bisa melalukannya sendiri untuk saat ini. Aku ingin berjuang dengan diriku sendiri. Aku nggak bisa meninggalkan rumah Kakung.”

“Ya udah, kalau gitu.” Ranah tersenyum. “Gua yang bakal sering nginep di sini!”

“Boleh, kok. Aku senang kalau Kakak mau. Tapi, rumahnya jelek, dan nggak ada kasur yang layak,” kata Rambu tertawa kecil.

“Jangan remehkan, dulu waktu makrab anggota Bantarious kita tidur di atas meja kelas,” jawab Ranah terkikik geli. Rambu ikut tertawa. “Jadi jangan sungkan untuk tetap minta bantuan, kita akan senang hati kalau lo mengandalkan kita sebagai saudara.”

*****

Pagi menyingsing, Rambu terkejut ketika Kadensa tampak berdiri di depan gerbang sekolah dengan seragam sekolahnya yang selalu tanpa atribut. Rambu turun dari sepedanya, sepeda yang Ranah berikan sebagai hadiah juga hiburan kala suntuk, katanya.

“Kamu cari siapa?” lontar Rambu membuat Kadensa terperanjat. Senyuman manis Rambu membuat Kadensa buang muka.

“Kamu nggak akan terlambat masuk sekolah kalau jam segini masih di sini?” tanya Rambu dengan kedua alis bertaut.

“Ini buat lo dan Korvus!” kata Kadensa memberikan sebuah kantong kertas berwarna kuning gelap kepada Rambu. “Semangat!” Gadis itu berlari kocar-kacir dari depan gerbang sekolah Rambu.

Tampak Arion dan Melva berjalan menghampiri Rambu sesaat setelah memarkirkan sepeda motornya di parkiran sekolah. “Bawa apa, Capt?” tanya keduanya.

“Bingkisan dari kenalaku … anak Galantika!” Mata Rambu bergerak dengan canggung.

“Eh?!” Keduanya terkejut. “Kok bisa?”

“Ah, iya, kemarin waktu selesai PBC ada anak yang dompetnya jatuh di halaman JIBS, kebetulan aku yang temuin, mungkin dia balas budi!” kata Rambu.

“Weh, kok, radar kira nggak sadar kalau ada pasukan dedengkot Galantika kesasar ke sini?”

“Hus, jangan gitu, gimana pun mereka udah membantu kita menang di pertandingan kemarin dan membuat harapan main bareng Bantarious tercapai walau tetap kalah!” Rambu tertawa renyah.

“Kita menang atas usaha sendiri, Ram!”

“Emm, mungkin kalian lupa kalau pitcher Galantika kasih kita tiga kali ball alhasil kita dapat walk!” Rambu tersenyum lebar, sedang Arion dan Melva menggulung bibirnya sambil menggulirkan bola matanya kikuk.

“Ayo, nanti kita buka bersama saat evaluasi!” ajak Rambu pada dua rekan satu timnya tersebut. “Siapa tau isinya bukan bom atau boneka santet!” Rambu tertawa terbahak-bahak.

“Serem!” Kedua rekannya tersebut tertawa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro