Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Better With You | Rambu & Ruma


Publikasi  Oktober 2022
Publikasi ulang Januari 2024

.
.
.
.

Jαƙαɾƚα Bαɳƚαɾισυʂ 1997 : Bertarung secara optimis, bekerja keras & pantang menyerah.

кσяνυѕ тιмυя 1999 : Siap memangsa lawan untuk setiap kemenangan.

🍂

Rambu menatap poster tim bisbol kesayangan, hari ini ia belum mengerjakan tugas sekolah, sebab terlalu lelah setelah melakoni turnamen hari lalu.

Mata laki-laki itu menjadi sendu, Pasukan Bintang Bantarious. Sederet nama anak-anak yang membuat bisbol masih setia digemari hingga saat ini meskipun eksistensinya tidak terlalu kuat. Menilik tak banyak sekolah SMA di Indonesia yang memiliki ekskul bisbol.

“Ram, Ruma di depan menunggu!” teriak Kakung dari luar pintu kamar.

Rambu lekas bangkit, ia beranjak dari tempatnya duduk. Laki-laki itu mendekati jendela kamarnya, tampak Ruma berdiri di halaman samping sambil memainkan bunga daun sawi. Rambu memperhatikan punggung gadis yang hari ini berpakaian kaos hitam tanpa lengan bergambar tengkorak, celana sontog berwarna gurun setinggi lutut.

“Ada apa, Ma?” tanya Rambu yang bersidekap di kaso jendela. Pandangan mata laki-laki itu membuat Ruma nyengir kuda.

“Aku nggak akan ikut main voli sama anak-anak juga bapak-bapak komplek. Aku capek banget, mana belum nugas,” kata Rambu menatap nanar.

“Aku cuma nggak sengaja lewat, ini mau pulang,” katanya gelagapan.

“Ada sesuatu yang mau aku omongin,” kata Rambu dengan senyuman manis. Laki-laki itu beranjak dari kamar menuju halaman samping, tak lupa ia membawa beberapa camilan pemberian beberapa teman di taekwondo kemarin, untuk Ruma.

Rambu mengajak Ruma duduk di kursi bambu dekat pohon bunga bungur depan rumah. Keduanya duduk bersila sambil menikmati camilan sembari memandang langit yang tidak terlalu terik.

“Mau ngomong apa, Ram?” tanya Ruma. Rambu tersenyum kecil.

“Oh, iya ….”

Rambu dan Ruma berucap bersamaan. Keduanya pun tertawa. Rambu menepuk-nepuk dahinya sambil menghela napas. “Kamu duluan, deh, Ma!” kata Rambu.

“Emm, aku memikirkan ini sejak lama. Apa kamu punya perasaan sama orang lain?” tanya Ruma memandang lekat-lekat.

Perasaan itu mencekik lehernya, membuat jantungnya berdebar-debar, paru-paru kembang kempis tak karuan.

“Aku hanya menanyakan hal itu karena kita udah mulai dewasa. Mungkin, ada sesuatu yang ingin kita lakukan dengan serius.”

Rambu mengembuskan napasnya dengan perlahan-lahan. “Aku belum bisa menjawabnya,” jawab laki-laki itu sambil memalingkan wajahnya.

Aku pernah berkata, kalau aku ingin terus bersamamu. Namun, aku terus memikirkan gadis itu. Hanya aja aku belum bisa mengatakannya. Aku masih ingin kamu terus berasa di dekatku, Ma.

“Kalau begitu, beri tau aku saat kamu udah bisa menjawabnya.” Ruma berkata sembari bangkit dari duduknya.

Rambu bertanya, “Lalu, apa kamu punya perasaan sama seseorang, Ma?” Dahinya berkerut dengan sempurna. Rambu menarik panasnya lembut. “Apa kamu menyukai seseorang.”

“Iya.” Ruma menatap Rambu. “Tapi, kami masih sama-sama diam.” Ruma berjalan meninggalkan halaman rumah Rambu.

Apa aku telah melupakan janji itu? Bahkan setiap waktu aku terus berdoa agar bisa memeluk Ruma. Lalu, sekarang apakah aku jatuh cinta pada Kadensa? Apakah ini cinta monyet semata? Lalu, untuk siapa perasaan yang menggebu ini?

Rambu menarik pergelangan tangan Ruma. Keduanya saling berpandangan untuk beberapa waktu. Rambu menatap kedua bola mata Ruma yang tampak sendu. Binar matanya yang selalu Rambu rindukan itu tampak lebih temaran.

“Bisakah aku menyukainya lebih dari orang asing yang baru kutemui untuk beberapa kali?” tanya Rambu dengan suara lirihnya, ia seakan memohon harap.

“Aku mungkin menyakiti hatimu juga mengecewakan Kak Ranah, aku memikirkannya untuk beberapa waktu.”

Ruma memeluk Rambu dengan erat, keduanya sama-sama saling memeluk. Wangi rambut Ruma yang selalu aromatik ekstrak bunga, membuat Rambu ingin menangis. Menghanguskan waktu yang lama berada di sisi Ruma menumbuh perasaan cinta yang dalam.

Rambu sadar, selama ini hanya Ruma di hatinya. Tidak ada yang lainnya. Rambu benar-benar tak senang jika gadis lain mencoba dekat dengannya, atau jika ada laki-laki lain mencoba mendekati Ruma. Lalu, saat ini perasaan itu terus memberontak. Rambu ingin terus bertemu Kadensa.

“Aku berharap … kamu juga menyukai orang lain, Ruma.”

*****

Kamis, untuk hari yang cerah seperti ini Kadensa merasa terlalu kecewa ketika ia tak mendapati ada latihan antara Korvus atau Bantarious juga tim lainnya di GB atau di Ground.

Kadensa berjalan santai di temani musik yang mengalun di telinganya. Dari kejauhan tampak sebuah bangunan salah satu SMA terkenal, ia tertawa renyah.

“Persetan dengan Korvus, tim kecil itu menjijikkan!” gerutuknya sambil melemparkan batu kecil di kakinya ke arah sekolah tersebut.

“Kamu berjalan cukup jauh sampai ke sini?”

Suara itu membuat Kadensa menoleh. Tampak seorang anak laki-laki berseragam SMP swasta memandangnya dengan tajam.

“Bukan urusan lo!” jawab Kadensa.

“Bunda pasti marah kalau kamu terlambat seperti hari lalu. Apa yang kamu habiskan di luar rumah? Hanya untuk mencari musuh?” tanya anak laki-laki itu.

“Bukan urusan lo!” Kadensa membentak. “Pergi lo dari hadapan gua!”

Anak laki-laki itu menarik tangan Kadensa dengan kuat. Sayangnya, tenaga Kadensa jauh lebih kuat. Gadis itu memberontak dengan mendorongnya.

“Gua nggak akan pernah balik ke rumah! Gua muak ngeliat muka lo! Jadi pergi dari hadapan gua!”

“Aku akan tetap menunggu Kakak pulang, karena dua kakakku yang lainnya mungkin nggak akan pernah pulang lagi ke rumah!” kata anak laki-laki itu. “Kamu harapan satu-satunya.”

Kadensa berjalan ketus meninggalkan anak laki-laki itu. Tanpa sadar air matanya berlinang basahi pipi.

Di waktu yang sama, Rambu dan Ranah tengah bercengkrama di taman komplek. Keduanya asyik memainkan permainan catch and throw. Di kejauhan pandangannya tertuju lapangan yang membentang luas menampilkan beragam aktivitas.

Gege sadar, Ruma mungkin akan selalu bersama Rambu. Namun, kali ini Gege lebih sadar kalau Rambu terlihat baik-baik saja tanpa Ruma di sisinya.

“Gege!” teriak Ranah seraya melambaikan tangannya. 

Laki-laki itu menghampiri keduanya, tampak kedua bola mata Gege bergulir pada Rambu. Senyumannya membuat Rambu ketar-ketir. Setampan itu Gege dengan kedua bola mata yang berbinar cemerlang bagaikan embun pagi, tajam bagai mata anak elang, senyumannya manis, dengan gingsul, kulitnya pun tampak sehat dan terawat membalut tubuh atletisnya.

“Boleh aku mencobanya?” tanya Gege pada Rambu. Remaja laki-laki itu pun mengangguk.

Ranah menepikan dirinya untuk istirahat dan minum. Tampak Gege dan Rambu mulai menunjukkan ketertarikan masing-masing. Kedua mata Gege mengatakan bahwa ia ingin mengenal Rambu lebih dalam hanya untuk menarik perhatian Ruma, meski ia tak di sisinya. Hal itu terasa lucu.

“Apa yang bakal lo lakuin kalau sahabat lo jatuh cinta?” todong Ranah pada keduanya. “Bukannya seseorang jatuh cinta itu hal biasa?”

Rambu menoleh pada Ranah. “Setiap orang berhak merasakannya.” Ia menjawab.

“Apa itu artinya kamu siap kehilangan Ruma kalau dia jatuh cinta?” todong Gege.

Rambu tersenyum dengan lebar, sorot mata temaramnya yang perlahan-lahan memancarkan cahayanya membuat terhenyak.

“Aku juga akan jatuh cinta.” Rambu menatap saksama. “Aku tau siapa yang Ruma maksud, itu Kak Gege.”

Ranah tertawa renyah, ia merangkul Gege sambil menatap cerdik. “Jangan terlalu meremehkan Rambu. Dia sama Ruma bersahabat sejak belia, jadi, cukup bagi Rambu mencintainya. Karena dia menyayangi Ruma lebih dari sekadar sahabat.”

“Kak Gege boleh mencintainya, dan menyayanginya adalah harus,” kata Rambu.

“Mari rahasiakan dulu dari Ruma. Aku hanya ingin berterima kasih untuk itu,” jawab Gege dengan raut wajah tersipu malu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro