Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02. Better With You | Rambu & Ruma

Publikasi 17 September 2022
Publikasi ulang, 28 Desember 2023

.
.
.
.

Pen Baseball Competition telah dibuka. Kompetisi khusus olahraga bisbol dan sofbol ini resmi digelar di Jakarta Internasional Baseball Stadion—JIBS. Dihadiri sepuluh tim bisbol terbaik se-Indonesia, PBC selalu jadi perhelatan akbar paling dinantikan.

Terutama kehadiran Jakarta Bantarious 1997 sebagai tim terkuat dan terkenal seantero negeri. Tim bisbol yang menjadi pelopor ekstrakurikuler bisbol di Indonesian khususnya tingkat SMA sederajat.

Selain itu, beberapa tim bisbol kenamaan dari berbagai daerah pun turut hadir dalam PBC tahun ini setelah pandemi selesai. Dari mulai Raya Barat dari Bandung, Base Bali dari Denpasar, Orion Jatim dari Surabaya sampai Antisadrah dari Jogjakarta, tak lupa Galantika tim top 2 milik Jakarta musuh bebuyutan Bantarious.

Sebagai tim baru di PBC yang juga tergabung di PBITSA atau Persatuan Bisbol Tingkat SMA, Jakarta Korvus 1999 belum memiliki torehan prestasi gemilang. Masih layak disebut anak bawang. Namun, di PBC kali ini Rambu bertekad mencatatkan namanya sebagai pitcher dengan strike out terbanyak.

Anak-anak Korvus Timur memasuki JIBS. Berjalan Rambu di paling belakang barisan, mata hitam pudar laki-laki itu mendapati Ranah, sosok laki-laki berusia dua puluh tahun kakak dari Ruma itu tengah berdiri hendak memasuki tribun. Ranah adalah mahasiswa tahun kedua di Fakultas Seni jurusan Desain Grafis.

Senyum melengkung di bibir Rambu, melihat Ranah membuatnya semangat. Sebab, Ranah juga pernah menjadi anggota terbaik Bantarious, dia yang menjadikan ekskul ini kembali bersinar di Pen Baseball setelah hiatus karena ditutupnya pekan olahraga bisbol sebab kekurangan dana dan sponsor.

“Semangat, Ram!” kata Ranah sambil menepuk pundak Rambu. Laki-laki itu melengos memasuki tribun barat.

Di waktu yang sama Ruma tengah mendukung sekaligus menonton pertandingan voli putri sekolahnya dengan salah satu SMA swasta di lapangan kampus negeri di pusat Jakarta. Gadis tomboi itu tampak membentangkan kertas karton berwarna hitam dengan beragam tulisan penyemangat di dalamnya.

“Blok!” panggil salah seorang dari arah samping.

Suara lapangan berdecit membuat bulu kuduk berdiri. Semakin banyak langkah melebar, bola bergantian melewati net, jatuh di lapangan tengah dan membuat skor bertambah dan terus bertambah.

“Woi! Kalian nggak boleh kalah!” teriak Ruma ketika bola menyentuh tangan salah satu anggota tim voli sekolahnya. Gadis tomboi itu melompat girang tatkala bola melesat di depan net sambil ke arah pojok lapangan lawan.

Semua bersorak ketika bola itu mendarat sempurna di pojok dalam lapangan. Meskipun sebagian menganggapnya keluar, tetapi bola itu tetap menjadi poin kemenangan bagi tim voli putri sekolah Ruma.

Jam menunjukkan pukul dua siang, satu demi satu tim voli putri bergantian memasuki lapangan. Ada yang pulang membawa kemenangan untuk pertandingan berikutnya, ada pula yang pulang membawa kekalahan.

“Aku pulang duluan!” kata Ruma sambil melirik teman-temannya. “Aku harus pergi ke JIBS, kayaknya Korvus masih main!”

“Hati-hati, Ma!” jawab salah satunya.

“Titip semangat buat anak-anak Korvus!” Lainnya berteriak semangat ketika Ruma berlari meninggalkan halaman kampus tersebut.

*****

Ruma berlari dengan buru-buru demi mendapatkan kesempatan menonton Rambu. Sayang, usahanya gagal. Gadis tomboi itu berdiri di pelataran JIBS dengan wajah cemberut. Ruma memainkan ponselnya. Berharap Ranah mau mengangkat panggilan video darinya. Namun, panggilan untuk Ranah terus tertolak.

Ruma menggulirkan kedua bola matanya, ia tak mendapati ada seseorang yang dikenal di dekatnya. Ia bahkan tidak mendapat kesempatan menonton pertandingan Bantarious ataupun Korvus kesayangannya.

Ruma melengos pergi keluar dari pelataran JIBS, menapaki setiap jengkal jalanan stadion yang dipenuhi gemuruh sorak-sorai para penonton, tiba-tiba saja telapak tangan nan hangat lagi lebar mendarat di puncak kepalanya. Ruma menoleh, kedua manik matanya goyah untuk sesaat.

“Ram—” pekiknya sambil menepis tangan Rambu. Laki-laki itu pun nyengir kuda.

“Kamu menang, nggak?” todong Ruma dengan suara terdengar kesal seiras mimik muka sewotnya. Rambu hanya tersenyum kecil.

“Dih, aku nanya! Kamu menang nggak? Tim voli putri menang!“ kata Ruma masih mempertahankan mimik sewotnya.

Rambu mengacak-acak rambut Ruma yang diikat asal. “Korvus kalah sama Orion Jatim, Ma,” jawab Rambu tersenyum manis.

“Kok kalah, kan, kamu dah janji bakal menang. Nyebelin banget, aku udah jauh-jauh ke sini kamu malah kalah! Dan kayak nggak bersalah gitu senyummu!” sulut Ruma mendorong tubuh Rambu dari hadapannya.

Rambu mengembuskan napasnya pelan. Laki-laki itu mendaratkan tangannya lagi di kepala Ruma. Sayangnya, gadis tomboi itu seketika menepisnya sambil mencebik. Lantas ia melipat lengan bajunya. Ia mendengkus.

“Nggak usah sentuh aku. Kamu nggak serius sama pertandingan ini? Padahal aku serius dukung kamu walau telat!” bentak Ruma memalingkan wajahnya yang merah cabai.

"Nggak seru tau, Ram. Nggak bisa naik podium pas upacara nanti.” Ruma menelan ludahnya juga kesedihan yang tergambar di wajahnya.

Rambu tersenyum semakin lebar. “Udah ngomelnya?” tanya laki-laki itu dengan suara pelan.

“Aku nggak ngomel cuma kesel aja dengernya.”

Ruma menoleh, ia mencoba untuk memandang wajah Rambu yang seakan tidak mengalami kekecewaan ataupun penyesalan setelah kalah. Nyaris tersenyum sederhana seperti hari-hari biasa. Mentalnya benar-benar kuat, meskipun Ruma tau habis ini anak-anak Korvus pasti digulung para seniornya di sekolah dengan berbagai kemarahan dan kekecewaan yang ada.

“Tahun depan kita bakal menang, tahun ini emang kita nggak layak maju,” ungkap Rambu dengan suara lirih.

“Terus kenapa kalian kalah? Kenapa bisa Korvus kalah?” tanya Ruma masih sedikit tersulut rasa kesal. “Bukannya kalian ngejar momen face to face sama Bantarious!”

“Ini udah bukan waktunya bercanda, Ram. Kenapa kalian bisa-bisanya kalah?” Ruma memegangi kedua lengan Rambu begitu erat.

“Tadi ada sedikit pelanggaran. Kais sengaja nyikut pemain lawan waktu di base dua. Padahal kaki lawan duluan yang masuk. Jadi, kita sedikit diberi sanksi.”

“Cuma karena itu?”

“Nggak sih. Tadi aku juga beberapa kali nggak bisa lempar bola ke arah strike zone alhasil semuanya jadi dapat walk.

“Tapi kenapa, Ram?” Ruma terkekeh dengan segudang pertanyaan mengapa Rambu dan Korvus kalah dengan mudah.

“Aku nggak bisa berhenti mikirin bahunya Arion yang baru sembuh cedera, Ma. Aku khawatir sama cedera pergelangan tangan Melva juga pasca salah posisi mendarat pas push-up,” tutur Rambu menatap penuh kesedihan.

Temaram kedua bola mata laki-laki itu buat Ruma terdiam dengan kesal yang menyelimuti kepalan tangannya di balik saku celana.

“Emm,” gumam gadis tomboi itu seraya memalingkan wajah.

Ruma mendengkus. “Besok, aku mau kamu menang. Di kejuaran taekwondo kamu nggak boleh mengecewakan aku! Nggak mau tau!” pekik Ruma.

“Dan asal kamu tau, aku baik-baik aja kalau Korvus kalah. Aku cuma nggak bisa lihat kamu kalah karena aku ingin kamu selalu bersinar sebagai Rambu. Karena setiap kali bola yang kamu lempar selalu indah.”

Rambu tersenyum.

*****

Ranah tidak menyangka kalau Bantarious juga Korvus dan Raya Barat kalah. Padahal sebelumnya, anak-anak tiga tim ini sedang dalam performa yang bagus dan dalam kondisi prima setelah perubahan menu latihan mereka seperti yang tiap-tiap pelatih katakan dalam wawancara singkat koran mingguan sekolah.

Rambu dan Ranah duduk di depan teras rumah Ranah, keduanya adalah tetangga lima langkah dari rumah. Sebagai sesama anak cowok satu-satunya di keluarga, mereka kerap bertukar bahu untuk bercerita.

“Terus besok mau pakai strategi apa?” tanya Ranah yang asyik menikmati kacang bawang.

“Dari informasi yang dikumpulkan dari beberapa senior, rata-rata anak PBC main dengan pola squeeze, mereka kerap pakai bunt buat mancing pitcher lawan melempar bola yang mereka kuasi.” Rambu menarik napasnya.

“Kayak di pertandingan Pen Baseball tahun lalu. Pitcher lawan secara nggak langsung dipaksa dan ditekan buat melempar lemparan cutter yang alhasil setiap pemukul dari semua tim di PBC mencetak home run.

“Ah ... semoga beruntung. Intinya apa pun yang terjadi jangan pernah ragu untuk maju. Lo itu pitcher utama Korvus, jadi kalau lo ragu mungkin aja Arion sebagai catcher nggak bisa ngeluarin kemampuan lo. Just keep goin' and focus.

Rambu mengangguk semangat. Laki-laki bertubuh jangkung itu menggeliat sambil mengembuskan napasnya. “Oke, kalau gitu aku pulang. Udah jam tidurnya Eyang sama Kakung,” pamit Rambu sambil melengos.

Namun, Ranah tiba-tiba menarik ayunan tangan Rambu. “Jangan kecewakan Ruma, dia dukung lo dan dia bangga sama lo, Ram!” bisiknya. Rambu membalikkan tubuhnya sambil mengernyit dia tersenyum canggung.

Ranah mengangguk pelan. “Pokoknya jagain adik gua, ya, Ram. Kalau dia luka-luka apalagi benjol karena jatuh dari pohon gua sikat lo!”

“Tapi … Ruma masih suka manjat pohon.” Senyumnya melengkung syarat makna. “Dah, aku pulang!”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro