Better Than Before - 2
Masih di tempat yang sama dan dalam keadaan yang sama pula, ketika Saehyun bertemu dengan Junwoo yang berhasil membuat Leo semakin tidak mengerti situasi yang tengah dialaminya saat ini. Kenapa juga ibu serta orang yang dia sebut Paman Tampan itu menangis ketika saling bertatap muka?
Menyadari Junwoo yang hendak mendekat, dengan cekatan Saehyun menyembunyikan Leo di balik punggungnya. "Mau apa lagi kau?" Saehyun terdengar sinis.
Jungwoo tersenyum penuh arti. Matanya semakin dalam menatap Leo yang menyembulkan kepala di balik badan ibunya. "Jadi namanya Leo? Nama yang bagus. Meski kau tidak menggunakan nama yang aku berikan dulu," ucap Junwoo tidak menghiraukan tatapan membunuh milik Saehyun yang ditujukan padanya.
"Pergi! Dan jangan dekati Leo lag-"
"Mommy...." lirih Leo memanggil ibunya.
"Dia juga anakku, aku merindukannya jadi aku-"
"Dia bukan anakmu!" pekik Saehyun. Tangan Junwoo bergetar begitu mendengar pekikan Saehyun yang menyakitkan di telinganya.
Tak lama, Jaehan datang dari arah belakang Junwoo. Dalam hati, Jaehan bertanya-tanya ketika melihat raut wajah tegang Saehyun serta raut ketakutan Leo. Apalagi saat melihat Leo yang bersembunyi di balik tubuh Saehyun. "Leo!" Mendengar Jaehan memanggilnya, Leo segera berlari kepelukan Jaehan.
Usai menggendong Leo, Jaehan berbalik. Betapa terkejutnya dia mendapati sosok Junwoo yang berdiri tepat di hadapannya. "Jeon Junwoo?" gumam Jaehan namun masih dapat didengar oleh Junwoo.
"Jaehan, tolong bawa pergi Leo sejauh mungkin. Aku akan menghubungimu nanti," pinta Saehyun. Matanya tidak pernah lepas dari Junwoo.
Jaehan terdiam sesaat sebelum akhirnya mengiyakan permintaan Saehyun. "Leo, mau beli es krim?" Leo mengangguk penuh semangat, mengiyakan. Sekon berikutnya, Jaehan segera angkat kaki dari taman dengan Leo yang berada dalam gendongannya sesuai permintaan dari Saehyun.
Sepeningal mereka, aksi adu tatap antara Saehyun dan Junwoo masih berlangsung. Saehyun dengan sorot mata tidak suka pada Junwoo, sedangkan pria itu menatapnya dengan sorot mata teduh. Pria itu menghela, lantas memberanikan diri untuk mendekati Saehyun.
Langkah pertama, "Jangan mendekat!" Saehyun memekik.
Langkah kedua, "Berhenti di situ!" Kali ini tidak kalah keras.
Langkah ketiga, "Aku bilang berhenti, Bajingan!" Pekikan Saehyun yang ketiga kalinya berhasil menghentikan kerja tungkai Junwoo yang hanya tinggal selangkah lagi untuk dekat sepenuhnya dengan Saehyun.
"Apa kau begitu benci padaku?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Aku membencimu, Junwoo!" Saehyun mulai menangis.
"Aku mencintaimu." Saehyun mengangkat wajahnya begitu mendengar ucapan Junwoo. Wajahnya sudah dipenuhi oleh air mata. "Aku mencintaimu, Saehyun..." ulang Junwoo terdengar mantap.
"Pergilah! Aku tidak ingin melihatmu!" Tersirat nada kesedihan di sana.
"Aku merindukanmu."
"Pergilah Jeon Junwoo!"
"Aku merindukanmu," lirih Junwoo. Tanpa menunggu lama lagi, pria itu segera membawa tubuh Saehyun ke dalam dekapannya. Memeluknya erat, seperti enggan untuk melepasnya lagi. Menciumi surai kecokelatan Saehyun, melepaskan kerinduan yang mendalam yang selama ini dia pendam seorang diri.
Sedang Saehyun, dia bahkan tidak berusaha untuk menolak perlakuan Junwoo padanya. Meski tidak membalas pelukan Junwoo, di lubuk hatinya yang paling dalam, Saehyun akui dia memang merindukan sosok Junwoo. Dia rindu setiap belai sentuhan yang Junwoo beri untuknya.
Dia rindu segalanya tentang Junwoo.
Tanpa Saehyun sadari, tangannya mulai bergerak memeluk pinggang Junwoo dan mulai menangis pilu dalam dekapannya. Rasanya, sudah lama sekali dia tidak merasakan hal yang seperti ini lagi. Hanya pria ini yang bisa memberikan kehangatan serta kenyamanan untuknya. Hanya Junwoo yang bisa menenangkan hatinya.
*
"Kelainan fisik dan motorik?"
"Leo di rawat di sini bukan tanpa alasan. Dia sakit. Leo menderita sebuah penyakit yang disebut Cerebral palsy."
"Cel-?"
"Mungkin kau tidak menyadarinya, tapi ada yang aneh dengan setiap gerakan yang dilakukan Leo. Anak itu mempunyai masalah dengan persepsi visual seperti gerakan-gerakan untuk menggapai, menjangkau dan menggenggam benda, serta hambatan dalam memberikan jarak dan arah. Dokter bilang, Cerebral palsy merupakan kelainan koordinasi pada kontrol otot yang disebabkan oleh luka di otaknya sebelum dan sesudah dilahirkan atau pada awal masa kanak-kanak."
Mendengar penjelasan Sahyun semakin membuat hati Junwoo serasa hancur berkeping-keping.
"Aku tidak mau menyalahkan siapapun termasuk dirimu. Tapi," Saehyun menatap tepat pada manik kelam Junwoo, "-kekerasan yang kau berikan padaku dulu merupakan salah satu penyebab cacat fisik yang diderita Leo saat ini."
Junwoo bergeming. Pria itu menunduk dalam. Rasa bersalah kembali mencuat dalam dirinya. Menyesal hanya sebatas penyesalan saja. Karena waktu tidak bisa diputar ulang kembali. "Maafkan aku," lirihnya dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.
Diamnya Saehyun bukan tanpa alsan, karena sejujurnya ia juga tengah menahan tangis. Dia tidak kuasa jika sudah membahas mengenai kekurangan buah hatinya. "Berhetilah menangis! Ini seperti bukan dirimu saja."
Junwoo mengusap air matanya dengan kasar. Dia menoleh pada Saehyun yang menunduk, menatap sepasang sepatu hak tinggi yang dikenakannya. "Maaf untuk semua yang sudah aku lakukan padamu. Maaf karena aku sudah terlihat bodoh di depanmu sekarang. Bahkan aku lupa bertanya, bagaimana kabarmu?" suara Junwoo terdengar sedikit lebih tenang.
"Seperti yang kau lihat."
Hening. Tak ada pembicaraan lagi setelahnya.
"Bagaimana kau bisa ada di sini?" Junwoo tahu ke mana arah pembicaraan Saehyun. Sudah pasti terkait statusnya yang seharusnya masih berada di dalam sel tahanan.
"Di tahun yang sama aku dibebaskan karena terbukti tidak bersalah. Polisi bahkan sudah menangkap pelaku pembunuh Seohyun yang sebenarnya."
Mata Saehyun membola. Terkejut mendengar ucapan Junwoo. Jika Junwoo dibebaskan di tahun yang sama saat ia ditangkap dan ditahan, itu berarti saat ia menjejakkan kakinya lagi di Korea dua tahun lalu Junwoo sudah bebas. 'Kenapa Jaehan tidak memberitahukannya padaku?!' batinnya.
"Selang beberapa hari aku berniat mencarimu. Bahkan aku terbang ke Paris hanya untuk menemuimu. Tapi nihil. Hampir satu tahun aku tinggal di sana, tapi tidak pernah mendapatkan sedikitpun petunjuk tentang keberadaanmu. Padahal aku ke sana, ke tempat kita berbulan madu. Tempat pertama kali kau melihat Seohyun," tuturnya menjelaskan.
"Ah, aku jadi ingat satu hal." Junwoo terdengar antusias. "Aku mendatangi kafe yang pernah kita kunjungi dulu saat di Montmartre" Saehyun tersenyum getir. "Kau tahu? Aku menginap di hotel yang sama dan bahkan memesan kamar yang sama. Kamar yang pernah kita tempati dulu."
Saehyun tertegun, diam membisu saat mendengar ocehan Junwoo yang seakan kembali membawa ingatan manis mereka dulu.
*
Jaehan melamun saat sedang menemani Leo memakan es krim pemberiannya. Leo yang memang mengalami kelainan dalam menggerakkan anggota tubuhnya nampak kewalahan saat akan menyuapkan sesendok es krim ke mulutnya. Bukannya masuk ke dalam mulut, es krim itu malah melenceng ke pipinya. Membuat wajah Leo penuh dengan es krim cokelat.
"Astaga Leo!" pekik Jaehan menyadari kebodohannya. "Maaf aku sedikit melamun tadi," sesalnya kemudian. Jaehan mengambil alih sendok es krim yang Leo pegang dan mulai menyuapi Leo dengan telaten setelah sebelumnya membersihkan wajah Leo dengan tissue basah.
"Paman Jae, Paman Junwoo itu siapa?"
Pertanyaan Leo berhasil mengentikan pergerakan Jaehan. Seketika itu pula Jaehan bungkam. Dia tidak tahu harus berkata apa pada Leo. Dia bingung bagaimana menjawab pertanyaan Leo yang terbilang cukup sensitif baginya. "Leo-ya, hari minggu nanti kau mau ikut Paman jalan-jalan?" Pada akhirnya hanya itulah yang bisa Jaehan katakan pada Leo. Mengalihkan pertanyaan Leo.
"Iya!" sahutn Leo kegirangan.
Junwoo tersenyum masam melihat Saehyun yang masih asyik sendiri bergelut dengan pikirannya. "Terima kasih banyak, Saehyun. Karena kau sudah sudi untuk menyambutku kembali. Meski aku tidak tahu apakah kau masih bersedia untuk kembali padaku."
Saehyun bergeming. Maniknya menelisik sorot mata kelabu Junwoo. Dia tidak bisa menemukan celah kebohongan sedikitpun di sana. Sedikit demi sedikit, dia merasa kini Junwoo sudah benar-benar berubah.
"Asal kau tahu saja, perasaanku padamu masih sama seperti dulu. Aku masih mencintaimu. Sangat."
Wanita itu bangkit dari duduknya. "Maaf, aku harus segera menemui Leo. Dia sedang membutuhkanku."
"Aku ikut!" pinta Junwoo yang sudah berdiri di belakang Saehyun.
"Kau tidak perlu bertemu dengannya dulu."
"Apa karena ada Jaehan?"
Saehyun berbalik, "Ya, Jaehan sudah lebih dari cukup untuk Leo."
"Begitukah?" Nadanya terdengar kecewa.
"Maaf Junwoo, aku harus benar-benar pergi sekarang."
"Tunggu!" Junwoo menahan lengan Saehyun, "Aku mohon, izinkan aku untuk bertemu dengan Leo, anakku. Juga," Junwoo maju beberapa langkah untuk berdiri di depan Saehyun, "-biarkan Leo tahu bahwa aku adalah ayah kandungnya."
*
Pintu kamar tempat Leo dirawat terbuka. Jaehan yang tengah bercanda dengan Leo menoleh dan mendapati sosok Saehyun yang masih betah berdiri di ambang pintu. "Kau sudah kembali?" Jaehan menampilkan senyum mempesonanya.
"Ya," singkat Saehyun.
"Mommy!" Leo terdengar kegirangan.
"Kenapa kau masih berdiri mematung di sana? Cepatlah masuk! Leo bilang dia merindukanmu."
"Leo, kita 'kan baru saja bertemu tadi." Saehyun terkekeh kecil. Dibelakangnya ada sosok Junwoo yang berdiri bersandar pada dinding kamar. Dia tersnyum haru mendengar suara Leo, anak semata wayangnya.
Saehyun mulai melangkahkan kakinya lebih dulu meninggalkan Junwoo yang masih berdiri di belakangnya. Ibu muda itu menghampiri anaknya dan langsung memeluk Leo begitu ia berhasil menyambanginya. Jaehan ikut tersenyum melihat kedekatan anak dan ibu yang sebenarnya sangat ia sayangi. Senyumnya luntur saat netranya menangkap sosok Junwoo yang ikut masuk.
Leo yang sadar akan kehadiran Junwoo tersenyum sumringah. Entah kenapa bocah itu terlihat sudah sangat akrab dengan Junwoo. Padahal mereka baru saja bertemu hari ini. "Paman!" seru Leo yang masih dalam pelukan Saehyun. Saehyun pun melepaskan pelukannya dan memilih untuk sedikit menjauh dari Leo. Ia bisa melihat, raut wajah tidak suka Jaehan atas kehadiran Junwoo di antara mereka.
"Hi, Leo?" sapa Junwooo.
"Paman kenal dengan Mommy?" tanya Leo langsung.
"Dia teman lama Mommy, Leo." Jawaban itu membuat Junwoo kecewa. Tapi apa daya, ia hanya bisa pasrah. Asalkan ia bisa bertemu dengan Leo.
Jaehan bangkit dari duduknya. Kemudian ia menghampiri Saehyun dan menarik wanita itu untuk ikut dengannya keluar. Meninggalkan Leo bersama dengan Junwoo di dalam sana. "Apa-apaan ini?! Apa maksudmu membawa pria bajingan itu ke hadapan Leo?!" pekik Jaehan tertahan saat mereka sudah di luar.
"Kau tidak usah khawatir. Junwoo hanya ingin bertemu dengan Leo saja, tidak lebih."
"Bukannya aku sudah bilang? Anggap saja ayah kandung Leo sudah mati!"
"Jaehan, seburuk apapun Junwoo dia tetaplah ayah kandung Leo! Dan dia belum mati! Junwoo masih hidup!"
"Apa kau sudah lupa dengan apa yang sudah pernah dia perbuat padamu?! Dia sudah menjadi suami yang tidak baik untukmu! Bahkan dia tega membunuh adik kandungmu sendiri!"
"Apa kau yakin? Kau punya bukti?" tantang Saehyun.
"Maksudmu?"
"Sejak tadi aku ingin bertanya satu hal padamu." Saehyun menarik napas dalam-dalam lalu mengemburkannya sekaligus. "Kenapa kau tidak pernah memberitahukan aku kabar mengenai Junwoo? Kenapa kau selalu menutupi apapun tentang Junwoo dariku?!"
Jaehan tersentak. Kedua matanya membola. "Kau pikir aku bodoh? Aku yakin, kau pasti mengetahui kabar dibebaskannya Junwoo, 'kan? Kenapa kau tidak pernah memberitahukannya padaku? Apa masalahmu?!"
"Asal kau tahu saja, bukan hanya aku yang berusaha menghapus Junwoo dari hidupmu, melainkan orang tuamu juga. Mereka tidak mau jika kau harus hidup dengan mengenal orang bajingan seperti dia. Mereka hanya ingin kau bahagia!"
"Lalu, jika kebahagiaanku adalah Junwoo?"
Jaehan menghela napasnya kasar, "Maka aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk memiliki kebahagiaan itu."
Saehyun tercengang. Wanita itu tertawa hambar. "Jung Jaehan, kau--"
"Apa kau masih mengharapkannya?! Setelah apa yang sudah dia lakukan padamu? Asal kau tahu saja, aku bisa menjebloskannya lagi ke dalam penjara atas tindak kekerasannya padamu! Aku masih menyimpan bukti visummu beberapa tahun lalu," potong Jaehan cepat.
Perkataan Jaehan makin membuatnya geram. Lihat saja kepalan tangan serta raut wajah kebasnya.
"Pikirkan dengan matang, apa yang akan terjadi padamu juga Leo kalau kalian kembali padanya lagi. Aku hanya tidak ingin kau terluka untuk yang ke sekian kalinya!" katanya lalu pergi meninggalkan Saehyun yang masih mematung di tempatnya.
*
Kata-kata Jaehan masih terngiang dengan jelas di telinganya. Perdebatannya dengan Jaehan tempo hari masih terus dia ingat. Pria itu bahkan tiak menghubunginya semenjak hari itu. Mungkin dia marah, pikirnya. Terserah, Saehyun tidak mau memikirkan masalah itu dulu. Saat ini ada yang lebih penting dari itu.
Saehyun masih betah menatap wajah malaikat kecilnya yang tengah tertidur pulas. Saehyun menggenggam lengan Leo dengan lembut. Sesekali Saehyun menciuminya. Buliran air mata itu kembali mengalir menghiasi wajah cantiknya yang sudah mulai kusut. "Maafkan Mommy, Leo." Tangisnya pecah. "Maaf karena sudah berusaha untuk menjauhkanmu dari ayahmu. Padahal dia sangat merindukanmu. Dia sangat menyayangimu. Tapi aku takut. Takut kalau yang terjadi padaku dulu juga akan terjadi padamu. Aku takut."
"Aku tidak punya pilihan lain. Aku harus teguh pada pendirianku. Dengar Leo, untuk sementara ini saja izinkan aku untuk menguji ketulusan ayahmu. Aku hanya ingin tahu seberapa besar cintanya padamu. Seberapa besar pengorbanan yang akan dia lakukan untukmu. Seberapa tulus kasih sayangnya padamu. Jadi, bersabarlah hingga saatnya tiba. Saat dimana aku mengizinkannya untuk mengakui bahwa dia adalah ayahmu."
Saehyun mengecup penuh kasih sayang kening Leo di akhir kalimatnya. Setelahnya ia ikut memejamkan mata, tertidur dengan posisi duduk di samping Leo.
To Be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro