Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

more than just pretty face.

"Aunty, wo jintianguo shengri! Tebie tebie kaixin. Wo keyi yao wo de shengri liwu ma?"

Bukan suatu hal tabu that models are often thought of as shallow. Mereka cuma mampu menjual wajah, style, atau ke-glamor-an karena otak mereka kosong sehingga nggak bisa diandalkan untuk berpikir dan menghasilkan uang.

Sargas Harris adalah salah satu member of this fucking society yang secara terang-terangan mendiskreditkan profesi Pamela sebagai seorang model. Well, dia mungkin belum pernah tahu kalau Cameron Russell tak hanya sukses menaklukkan panggung Victoria's Secret, tapi juga TED Talk. Please, she was graduated from Columbia university. Begitu pula lah laki-laki itu—sebuah pencapaian yang bahkan paling sering Agas banggakan dalam hidupnya di luar dia yang terlahir sebagai cucu laki-laki Donald Harris, tentu saja.

Namun, seingat Pamela selepas menikah—mana dia langsung punya anak, yang dulu sempat Pamela kira bakal menjelma menjadi kelemahan pria itu, mengingat Donald Harris sangatlah kaku, jika harus punya cicit manusia pemuja kesempurnaan itu pastilah akan lebih menyenangi anak-anak yang terlahir bukan dari hasil kumpul kebo, andai saja Jevas memberinya anak dalam pernikahan mereka, Sargas Harris beserta silsilahnya tentulah sudah dibuatnya tamat—lalu, menyaksikan bahwa pernikahan Pamela ternyata dengan mudahnya kandas, pria itu justru makin percaya diri.

"Your looks are everything." Agas selalu mencelanya begitu. Ugh, sungguhkah itu sebuah celaan? Jelas! Karena, Agas juga tak pernah lupa guna mengimbuhi sensi begini, "Bayangin kalau lo nggak punya wajah itu dan bukan cucunya Donald Harris. Yakin masih sanggup ngangkat dagu? Paling-paling juga lo ngangkat rok nggak sih?" Lalu, laki-laki lambe lemes itu bakal menutupnya dengan tawa seolah dia hanya berniat bercanda.

Bangsat memang!

Itulah mengapa Pamela memiliki setitik asumsi bahwa Agas ini kerap mencekoki anaknya buat selalu pamer kalau di usianya itu tuh dia bahkan lebih pintar dari Pamela.

Minggu lalu saja anak itu mengatakan sesuatu yang di telinga Pamela terdengar bagai lagi kumur-kumur, dan berakhir dengan tertawa-tawa ngejek bareng si Agas. Sekarang, Pamela saja ragu barusan itu yang dia dengar Mandarin, Hokkien, atau Kantonis. Sial! Bukannya dia setolol persepsi Agas, cuma ya jujur dia memang sering bolos les bahasa demi bisa ikut catwalk training di agensi.

Lagi, memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya loh ya!

Pamela yang sedang men-scroll malas berita online tentang perusahaan keluarga Catra Dinata yang telah bersiap IPO di ponselnya mengernyit tak senang ke seberang meja. Lalu, sebagai balasan anak Agas tampak melet-melet.

"Ta hooxiang mei ting dong shenme yisi," Agas yang mendadak muncul dari lorong di mana bila disusuri bakal mengarah langsung ke basement langsung menyahut. Tak cuma itu, dia juga menghadiahi usapan di kepala bagi putri kecilnya seolah anak itu telah melakukan hal hebat yang begitu membanggakannya. Well, menghina-dina Pamela memang prestasi sih bagi Agas.

"Owh, really, Papa? Ai kwaai!"

Agas terkekeh. Namun, Pamela curiga ayah dan anak ini sedang menggunjingnya.

"Dia baru belajar les Mandarin. Dan, ketemu teman baru asal Thailand di club archery," Agas membagikan info.

Terus?

Lha, terus masalahnya buat Pamela apaan, ya? Haruskah bocah yang mirip Agas ini sepamer itu?! Betul-betul mengingatkan Pamela sama Agas saat seumuran itu dulu. Di mana karena Pamela nggak punya orang tua, dia suka sengaja pamer kemesraan bareng orang tuanya yang sekarang udah pisah dan belum kunjung usai perang rebutan harta gono-gininya.

Memilih mengabaikan duo merungsingkan yang entah mengapa hobi sekali numpang sarapan di tempat Opa, Pamela menelan sepotong semangka di piringnya dalam sekali suap.

"Golf lagi next week?" Agas menawari saat satu Mbok dari total empat orang yang dipekerjakan Opa membantunya menuang kopi ke cangkir.

"Terus mesti ngeliat lo ngentot di toilet bareng dua caddy?"

"Watch your tongue!"

"Ngomong noh sama kuntul mungil lo!"

Otot-otot di wajahnya kontras mengencang, Agas terlihat emosi—jelaslah, di sana bukan cuma ada Pamela, tapi juga beberapa pekerja rumah tangga yang bisa saja mendengar, serta sebetulnya mungkin sudah tahu sih soal segala perilaku melencengnya—tapi, ingat anaknya juga sedang ikut menonton jadi dia mesem saja sambil memelototi Pamela.

"Mau gue kasih saran nggak? Sebelum Opa turun mendingan lo kabur," ungkap Agas selanjutnya melalui suaranya yang sengaja dia tekan, sambil beralih melirik ke selengkung tangga yang mengarah ke lantai dua. Tepatnya, tempat kamar Opa dan ruang kerja pria itu berada.

"Kenapa? Lo mau sok ngaku-ngaku menang golf kemarin? Tabiat lo kan gitu. Suka ngaku-ngaku," senggol Pamela. Masih segar dalam ingatannya setiap kali Agas bikin masalah sesepele mecahin guci Opa, dia akan ngaku-ngaku didorong Pamela.

"Nggak penting. Lo kira cuma karena menang golf sekali dan itu pun karena beruntung lo dapat hole in one, Opa bakal terkesan dan melupakan fakta kalau lo udah ngelempar tai ke mukanya?" cibir Agas.

"Kalau perceraian gue kayak lemparan tai, terus lo apaan, hah?" balas Pamela menggertak.

"Gue apa?"

Sudut bibir Pamela naik tinggi kala dia terang-terangan mengujar jahat, "Jaga tuh kantong sperma busuk lo. Ntar ada perek yang datang sambil ngaku lagi bunting anak lo, apa nggak Donald Harris jantungan terus modar?"

"See? Mulut orang yang nggak pernah makan bangku sekolahan emang sampah!" Agas meradang. "Magnolia, kalau Aunty Pem ngomong tutup aja kupingnya."

"Why, Papa?"

"Because, it's nonsense, Darling."

Anak yang rambutnya kayak Dora dan sedang makan roti bakar itu mengangguk patuh.

Kasihan sih kadang. Selain dia mesti punya Aunty macam dirinya yang nggak peka, masa bodohan, serta jahanam. Dia juga harus punya Papa macam Agas yang nggak cuma doyan main celup ke lubang-lubang nganggur, tapi juga ahlinya berpura-pura. Harusnya sih dia nggak usah kerja ikut Opa, lebih baik ikut Nicholas Saputra saja akting di layar kaca!

"Serius deh mending lari sekarang daripada keburu Opa turun. Alamat digebukin lo kayak kapan hari," Agas kembali memperingati. Kali ini sembari menyesap seduhan kopi drip Vietnam di cangkirnya.

"Opa udah sinting gebukin orang tanpa alasan?" timpal Pamela nyaris tertawa.

"Bikin kecewa Catra Dinata lebih dari sekadar alasan sih."

"Dih, ngapain dia kecewa? Kalau ada yang patut tersinggung itu gue! Seenaknya aja dia nyuruh-nyuruh orang buat gantiin dia."

"Gantiin dia apa? Nggak usah banyak alasan deh lo! Catra udah nungguin lo sampai jam 10 dan lo nggak datang. Gue dengar dia cerita sendiri ke Sadam semalam," Agas bahkan berani me-mention nama Sekretaris kepercayaan Opa—di samping Medina, tentu saja.

Namun, Pamela pantang percaya. Dia kekeuh berkelit, "Dia itu nipu! Gue di SHYE sampai mau jam 11! Dia yang nggak datang!"

"Ngapain lo ke SHYE?"

"Ya karena—" Ketemu Kavi? Pamela refleks menggigit ujung lidahnya.

Tunggu dulu deh!

Bisa aja malah Pamela lah yang keliru. Dia nggak ada konfirmasi ulang ke Catra Dinata setelah diantar oleh Medina yang mungkin juga tak ada berkontak lagi dengan Asisten pria itu. Entah, Medina dikabari oleh siapa mengenai tempat janjian mereka—well, mungkin oleh Donald Harris langsung, atau malah orang lain?

Lalu ....

Kalau Agas nggak bohong itu berarti udah ada yang memanipulasi acara makan malamnya bareng Catra Dinata nggak sih? Tetapi siapa? Nggak mungkin Medina. Dia pengen banget Pamela lekas move on dari Jevas. Sampai-sampai dia berambisi jadi Mak Comblang.

Apa mungkin Madi yang udah kongkalikong sama Kavi? Tapi, benarkah? Dia tega mengkhianati Pamela untuk kedua kalinya setelah dia berjanji untuk tak akan menempatkannya dalam masalah belum lama ini?

Pamela belum mendapat jawabannya. Tetapi, dia langsung berdiri dari kursinya bertepatan dengan hadirnya bunyi gema langkah dari arah tangga.

Oh, shit! Itu Opaaanya!

Pamela buru-buru menyabet tali Marc Jacobs merahnya dari atas meja berikut ponsel sekaligus kunci mobilnya.

Donald Harris yang masih gagah di usia akhir 60-annya itu telah tiba di lantai dasar saat Pamela berteriak sambil terbirit-birit berlari meninggalkan sepiring buah segar favoritnya, "Opaaaaa sorry! Janji besok aku datang lagi!"

High-heels-nya berderap mencipta bunyi clak clak clak.

Tak peduli pada keponakannya yang berseru nyaris menangis, "Aunty, kado aku mana ih?!?!"

Atau, Donald Harris yang meraung galak, "Hei, kembali kamu!"

Atau Agas yang ketawa-tawa bagai nonton stand up comedy.

Uh, bodo amat!

Pamela tentu nggak ingin luka-luka hari ini. Enggak saat dia sudah menggelontorkan banyak uang di salon kecantikan!

Bagaimana pun caranya dia harus berhasil tebar pesona menunjukan di hadapan Jevas Prambada yang malam ini akan hadir sebagai tamu istimewa di acara pesta ulang tahun calon istri barunya bahwa dia, Pamela Harris, enggaklah seharusnya sembarangan dibuang!

Why?

Jika boleh mengutip statement Cameron Russell, "Because, she is much more than just a perfect face."

***

) Aunty, aku ultah hari ini. Happy banget. Kado buat aku mana?

) Dia nggak ngerti apa yang kamu bilang.

) Iya? Sungguh gobs sekali!

Feel free untuk kasih tahu aku kalau ada salah atau typo ya, Gaes. Maaciw udah nunggu dan baca ❤️

I can be every color you like, ye, Nyai 😈

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro