like chalk and cheese.
"Jadi, kamu mau ngasih apa, Jev?" Patricia sedang mengamati satu demi satu anting-anting yang menurut penuturan SA sih merupakan the newest designs and the must-haves product dari Srivarani Wang. Intinya ya benar-benar the latest creations, new arrivals, atau produk-produk yang memang lagi happening serta menjadi buruan banget. Jangankan Kanaya yang masih berjiwa muda, Patricia saja suka.
"Jangan diam mulu dong! Pilih. Kan yang ulang tahun Aya masa kamu nggak mau milih hadiahnya sih?" Lagi, Patricia bicara di saat Jevas sedang sok sibuk dengan ponselnya.
Well, pria itu memang sibuk. Dua bulan lagi akan diselenggarakan acara akad berikut resepsi pernikahan antara salah satu Artis peraih Piala Citra dengan anak dari Plt. Gubernur DKI Jakarta.
Harusnya, Namia, salah satu pegawai Royal yang memang telah berpengalaman mengurus ratusan wedding hingga menjadikannya one of the most potential wedding planner in town lah yang mengerjakannya, dan ya perempuan itu memang sempat mengerjakannya, tetapi karena kehamilannya mendadak bermasalah mau tak mau dia ambil cuti untuk beberapa waktu.
Sebenarnya, Namia malah berniat resign, cuma mengingat betapa dia berjasa bagi Royal—dulu, itu bahkan WT Organizer yang memang secara khusus menangani pernikahan, dibawah asuhan Gusta WT cukup populer, sampai saat ini pun yang di-handle Royal kebanyakan memang masih didominasi oleh event-event wedding—juga, Jevas malas sekali jika harus meng-hire orang baru maka, dia menyarankan untuk wanita itu coba memikirkannya ulang, sambil dia akan melihat kinerja Barbara yang kali ini berduet dengannya mengurus acara nikahan demi meneruskan kerjaan Namia.
"Jev? Kamu tuh dengerin Mami nggak sih?"
Jevas akhirnya mendongak hanya untuk menemukan Patricia yang telah bertolak pinggang di depannya.
"Jam makan siang loh. Masih kerja?" Wanita yang satu bulan lagi bakal menginjak usia 62 tahun—angka yang terkesan tua, anehnya Patricia tampak tak terlalu extream menua, both physically and mentally—menunjuk-nunjuk diamond watches yang tengah dicoba-cobanya.
"Kerjaanku nggak lihat jam makan siang, Mih," Jevas lantas beralasan.
"Tuh. Ini malesnya Mami. Kenapa sih kamu malah milih Royal? Mending juga di ME Entertainment. Kalau nggak mau bikin film kan bisa pilih posisi lain yang kamu rasa suka dan bisa. Papa Tama juga nggak bakal ngelarang kamu gabung di sana kok. Toh, Ezio juga malah sibuk sendiri jadi Dokter. Nggak bisa Papa kamu andalin."
Jevas tak lagi berusaha menutupi desahan lelahnya. Karena, Patricia mulai lagi mengungkit hal yang tak dia sukai.
Menyadari perubahan ekspresi di wajah putranya yang berlangsung dengan kilat, Patricia tentu hendak memprotes, tetapi keduluan oleh Jevas yang kemudian mengujar jengah, "Nggak sekalian saranin aku ke VER?"
"Loh, memangnya kamu tertarik sama VER? Ya nggak papa nanti biar Mami—"
"Mih bisa nggak sih kita hormati Tante Ane?" gunting Jevas dengan tangan yang lantas aktif menyikati wajah.
Sudah cukup kepalanya pening setiap kali mendapati chat masuk dari Selebritis yang entah mengapa begitu plin-plan ingin gonta-ganti ide melulu setiap kali dia beres scrolling video-video pernikahan di media sosial. Biar pun berkali-kali Jevas peringatkan bahwa dia hanya mampu menoleransi perubahan atas detail-detail kecil, wanita itu toh tetap bebal. Tak lupa sembari mengancam membawa-bawa nama calon mertuanya yang berkuasa di ibukota andai keinginannya tak dikabulkan. Lalu, sekarang apa? Patricia ingin menambah-nambahi kekusutan di otaknya?
Dan, seolah tak mau mengerti Patricia membeliakkan netranya sambil membalas sensi, "Memangnya kita kurang hormat? Apa salahnya kamu gabung kan kamu juga anak Papa Ta—"
"Aku terima tanggung jawab di Royal bukan karena aku merasa aku anak Papa," tebas Jevas tajam untuk kali ke sekian. Masih berusaha mengontrol suaranya sebab Sales Associate yang sedang bertugas masih berdiri di balik punggung Patricia.
"Gimana?" Dari kerut-kerut tipis yang tercipta di dahi mulus hasil rajin perawatannya, Patricia tampak tak senang.
Oleh sebab itu, Jevas sedikit mengendurkan perlawanannya ketika hati-hati menjelaskan, "Aku mau jalani ini karena memang Tante Ane butuh orang dan karena Tante Ane yang percaya serta minta aku untuk bantu."
"Loh, apa bedanya? Kamu kan—"
"Beda." Jevas tanpa sadar kembali menekan nada bicaranya. "Bedanya akan sangat nggak tahu diri. Semua ini punya Tante Ane bukan Papa Tama. Mami nggak mengerti juga?"
"Jev—"
"Uang yang Mami pakai tiap bulan dari Papa. Memang Papa dapat dari mana? Dari dia kerja sama Tante Ane."
"Jevas, kamu tega ngomong begini ke Mami?"
"Karena, Mami nggak sadar-sadar."
"Apa sih kamu ini? Orang cuma Mami minta pilih kado buat Aya. Dia calon kamu. Kok malah jadi ngelantur ke mana-mana?!"
Jevas mendesah. Kali ini lebih dalam pun kentara sekali demi meredakan emosi.
Patricia memang selalu begini. Entah harus dengan cara apa lagi dia disinggung. Rasanya, hanya akan masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri. Pada akhirnya justru hanya Jevas lah yang dibuatnya lelah sendiri.
"Jadi mau kasih anting, gelang, atau kalung?" Patricia kembali bicara tak lama selepas amarahnya mereda.
Tapi, Jevas memilih diam saja.
"Jevas ih! Kamu suka yang mana? Bagus mana menurut kamu yang buat Aya?"
"Mami sesuka itu sama Aya?" gumam Jevas. Matanya kini memindai tangan Patricia yang mengamankan satu jam tangan untuk dirinya sendiri sudah kembali sibuk memilah-milah jewerly lain dari balik etalase.
"Iyalah! Aya manis. Aya selalu baik ke Mami nggak kayak mantan istri kamu itu. Iya sih dia kaya. Tapi, mentang-mentang duit Opanya banyak dia mandang kamu kayak sampah! Amit-amit deh! Mami bersyukur banget waktu kamu akhirnya sadar buat pisah sama perempuan resek itu!"
Seperti ada najis dalam nama Pamela Harris yang tak sudi Patricia sebutkan. Entahlah. Mungkin wanita itu masih memendam banyak dendam.
Uh, tentu! Bagi Patricia, kalau dibandingkan dengan Kanaya Melati yang serba sempurna, Pamela sih jelas hanya sebatas perempuan sundal! Patricia bahkan masih ingat bekas menantunya yang tak beretika itu dikirimi banyak barang-barang luxury tiap bulan. Namun, memberinya satu buah tas Gucci pun enggak!
Sementara itu, Kanaya Melati, dia memang tak berasal dari keluarga yang kelewat kaya raya, tetapi setiap kali dia dapat VIP invitation dalam peluncuran produk-produk baru dia tak akan lupa mengabari dan mengajak serta Patricia guna menemani. Kanaya juga tak pernah pelit mentraktir!
Bagai bumi dan langit. Pamela yang sok itu ternyata cuma orang payah!
"Dan, lihat setelah pisah dari kamu! Jadi apa dia? Di tivi nggak laku. Nggak pernah muncul lagi. Dengar-dengar, dia mau dijodohin sama Catra Dinata. Ih, tapi ya kali orang macam Catra mau sama janda nggak tahu diri kayak mantan kamu itu kan?"
"Sementara kamu? Sekarang dapat Kanaya yang sejuta kali lebih baik dari mantan kamu! Lihat kan, karma itu akhirnya datang juga ke dia."
Patricia mendecih-decih. Rasanya dia memang sebenci itu terhadap Pamela, si mantan menantu yang entah mengapa begitu dikasihi oleh Johana—ibu kandungnya Jevas sendiri.
***
Mbak Pem tersenyum mungils mendengar kata kurma dari Patricia 😈
Alur ini menyesuaikan cerita Bukan Pra Nikah ya bukan Zianne. Di mana nyampe aki-aki Tama Bangsat tetap beristri dua 😶
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro