Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

don't marry her.

Doing akimbo pose yang menurutnya lebih keren dari Bella Hadid, Pamela udah berdiri di depan pintu apartment Jevas. Owh, tentu bukan karena dia punya kartu aksesnya kok melainkan karena dia diam-diam juga ikut menyewa salah satu unit di lantai bawah tanpa sepengetahuan Jevas, atau ya sebenernya laki-laki itu udah tahu sih cuma memilih buat mengabaikannya? Hish, entahlah!

"Mau masuk." Pamela berkata begitu tepat ketika Jevas membuka pintu dan sedikit berjengit mendapati pose-nya. Namun, ya kapan sih Jevas jadi lelaki gampangan? Dia langsung berniat menutup lagi pintunya. Namun, sebelum itu terjadi Pamela buru-buru mengimbuhkan, "Aku belum makan!"

Empat tahun membuat Pamela setidaknya belajar tentang apa yang dapat dengan mudah melemahkan Jevas kalau mereka lagi pecah kongsi. Tak peduli dia lagi semarah apa dibuat oleh Pamela yang sehari-hari memang banyak sekali tingkahnya mulai dari ditegur tetangga gara-gara dia sok ramah dadah-dadah, tapi malah bikin anaknya nangis-nangis histeris sampai panas. Atau, pas dia sok-sokan main ke rumah tetangga sebelah lainnya buat melihat kolam ikan koi yang lantas berakhir dengan tragedi kepeleset hingga membuat kaleng berisi keripik dalam pelukannya sontak berhamburan dan mencemari kolam.

Oh ya, atau saat dia tak sengaja membantu kabur kura-kura milik tetangganya yang lain di mana itu bikin sang empunya yang pendendam sontak rutin melemparkan bergumpal-gumpal tai kucing ke halaman rumah mereka, serta baru mau berhenti ketika Jevas memberinya tiket liburan ke Gili Island sekaligus mengenalkannya pada community pencinta kura-kura Jakarta beranggotakan lebih dari lima puluh orang termasuk di dalamnya seseorang yang kerap mengadakan import kura-kura hias bersertifikat, yang entah Jevas tahu dari mana. Atau, ya Pamela yang sering kali terang-terangan mau ngajakin gelut sekumpulan haters-nya. Pokoknya, apa pun itu Jevas akan langsung luluh juga menjelma bagai sesosok ayah yang telah lama hilang figurnya dalam hidup Pamela untuk membereskan seluruh ulah-ulahnya kalau muka Pamela udah kelihatan memelas kayak sekarang ini.

Benar saja. Buktinya bukannya betul-betul menutup pintu, Jevas masih menyisakan sedikit celah sebelum memutar tubuh dengan meninggalkan Pamela di ambang sana.

Yihaaa!

Wanita itu tentu langsung mesem-mesem macam baru saja juara dunia ketika mendorong celahan tersebut makin lebar dan segera saja menyisipkan tubuh rampingnya sesaat sebelum pintu apartment Jevas akhirnya mengurung mereka lagi berdua.

Dalam riang langkahnya menuju dapur mini milik Jevas yang setelah mereka berpisah tampak selalu penuh oleh makanan dan bikin Pamela kontan penasaran mengingat Jevas nggak ahli-ahli amat memasak. Well, usut punya usut setelah berhadil menyelipkan amplop ke petugas resevasi Pamela sih akhirnya dapat info kalau ternyata Johana lah yang sering datang memenuhi kulkas Jevas. Sebuah kenyataan yang membuat Pamela heran sebenarnya. Jika lelaki itu masih sering ketemu sama Mamanya, kapan coba dia mulai intens mendekati Kanaya? Oh come on! Mama kandung Jevas tuh berbeda dari Patricia. Johana adalah favorit Pamela karena, wanita itu selalu memperlakukannya layaknya menantu pada normalnya. Atau, bisa dibilang lebih dari itu sih karena, beliau bahkan nggak sekali pun membedakan caranya men-treat Pamela dan putrinya, Gladysa. Lalu, balik lagi ke Jevas, mau dipikir berapa kali pun agak mustahil Johana ngasih izin Jevas buat menikah lagi saat dia bahkan belum ada satu tahun bercerai.

Tapi, siapa emang yang bisa ngalahin Patricia dan kemauannya?

Hish, benar juga. Satu kali saja Patricia mengancam mau bunuh diri maka selesai lah semua urusan. Percayalah, wanita itu sering senekat itu! Jevas udah berkali-kali jadi korbannya, tapi herannya lelaki itu tak pernah sadar! Atau, dia hanya menolak sadar? Duh, entahlah.

Menghela panjang napasnya, Pamela melihat di meja yang menghadap televisi agaknya Jevas sejak tadi sedang bekerja. Banyak kertas herhamburan berikut laptop dan tabnya yang menyala-nyala.

"Naomi serius mau resign?" Gatal, Pamela kelepasan bertanya.

"Kalau sudah ambil makanan silakan keluar."

Otomatis menyetop melangkahnya, Pamela langsung memelototi Jevas sambil menyalak, "Ya kali aku makannya suruh sambil jalan! Ntar ketahuan paparazzi terus gambar aku di-upload di akun gosip pake caption: 'Pamela Rich Harris tapi tidak Rich Akhlak. Lihat aja gaya makannya tidak sesuai sunah Rosul'. Terus aku bakal dihujat habis-habisan deh sama netizen!"

"Bukan yang pertama kalinya kan?" sahut Jevas santai.

"Emang! Tapi, nanti itu pasti bakal jadi yang pertama kalinya kamu nggak belain aku lagi."

Tidak tahu seperti apa ekspresi Jevas ketika mendengar pengakuannya, Pamela memilih lebih dulu menghindar dengan tergesa-gesa berderap ke dapur. Membuka kulkas dalam satu sentakan dia kontan melihat ada semangkuk besar bubur kacang hijau tanpa santan favoritnya—well, favorit Jevas sih yang lama-lama jadi favorit Pamela juga.

Nggak mau bermelow-melow ria, Pamela langung meraih mangkuk itu seraya buru-buru mengambil sendok dari kabinet bawah—padahal masih bisa dihitung jari dia disinggah, tapi apa pun tentang Jevas bisa selalu Pamela hapal dengan mudahnya, well, kecuali perasaannya sih—dia lantas kembali berjalan untuk duduk tak jauh dari posisi Jevas duduk lesehan sambil lanjut bekerja.

Mulai menyuap buburnya, mata Pamela bergerilya untuk menatap Jevas yang sore ini mengenakan kaos rumahan. Tetap ganteng! Tapi, gantengnya jadi kurang dikit pas mata Pamela menyusur terlalu jauh untuk menangkap wujud jarinya yang selalu Pamela genggam kini justru ada satu cincin asing yang melingkar di sana. Sebuah kenyataan yang seperti ingin menyadarkan Pamela untuk segera munduuuuuur!

Ish, no! Never!

"Jadi, Naomi beneran resign?" ujar Pamela yang tadi selepas menyelesaikan agenda podcast-nya langsung kabur dari jemputan Medina.

"Kan saya sudah suruh keluar."

"Saya-saya! Kurang 'ng' tahu! Sayang! Biasanya juga gitu." Tapi Jevas cuma menatapnya malas yang lantas bikin mulut Pamela akhirnya terpaksa menjanjikan, "Iya nanti aku keluar kalau ini udah habis." Dia mengangkat mangkuk buburnya.

Lalu, ketika Jevas kembali diam saja, Pamela yang bahkan sengaja makan sambil mencecap-cecap berisik tak menyerah untuk memulai obrolan lainnya, "Yang bikin bubur Mama Hana, yah? Enak. Rasa gulanya khas banget. Gula apa sih namanya? Areng? Eh, arem? Arem-arem?" Pamela menggaruk-garuk dagunya yang tak gatal menggunakan ujung sendok. "Ck! Lupa lagi aku. Hah, jadi kangen Mama. Biasanya kan Mama suka kasih tahu nama-nama bahan di dapur yang aku belum pernah dengar sama sekali. Udah ada setengah tahun lebih kali ya nggak ketemu Mama? Nama gula aja aku jadi lupa. Terakhir, kayaknya dua bulan sebelum kita cerai pas ulang tahunnya Gladysa." Well, sekaligus ulang tahun Jevas juga yang dirayakan dengan Mama bikin tumpeng sebab mereka toh memang anak kembar.

Jevas memang bukan tipikal pria yang doyan bicara saat mereka masih akur saja Jevas lebih banyak mendengarkan Pamela yang nyerocos terlebih kalau pria itu lagi fokus bekerja. Namun, ini keterlaluan nggak sih? Kemarin malam mereka baru aja ciuman, oh no no no bahkan make out loh! Tangannya yang sekarang dilingkari cincin dari Kanaya itu kemarin masih meremas-remas brutal payudara Pamela! Bisa-bisanya!

"Kamu serius?" Pamela bicara lagi. Kali ini dengan nada yang lebih fokus. Tak heran Jevas langsung meliriknya. Mungkin dia juga menyadari adanya perbedaan dalam cara Pamela bicara. "Mau nikah sama Kanaya?" lanjut Pamela dengan lidah yang entah kenapa berasa agak kaku. Nikah? Jevas dan Kanaya? Dalam mimpi terliarnya pun nggak pernah dia bayangkan ini! "Kenapa mesti Kanaya? Emangnya nggak bisa kamu sukanya ke wanita lain aja? Kenapa mesti dia? Kan kamu tahu—"

"Urusan kamu sama Aya bukan urusan saya."

"Sayang!" sambar Pamela tak puas dan laki-laki itu pun sontak mendelik tak suka. "Maksud aku oke Sa—Jevas. Empat tahun aku panggil kamu begitu jelas nggak mudah buat tiba-tiba ganti. Maklumin aja," seru Pamela defensif.

Buru-buru mengambil suapan berikutnya hanya demi menyumpal mulutnya supaya tak lagi banyak bicara, Pamela yang memaksa menelan merasa tenggorokannya kian perih. Ugh, oke dia tahu ini malu-maluin. Dia terbiasa mendapatkan apa yang dia mau terkecuali kehadiran Donald Harris di saat-saat terpentingnya atau bangkitnya kembali Mami dan Papinya. Tapi, sungguh bahkan itu pada Savalas dia nggak pernah mengemis-ngemis. Tapi, dalam kasusnya dengan Jevas, Pamela sadar dia lah yang awalnya bersalah. Jadi, ini mungkin hukuman untuknya.

"Tapi, kamu bahkan nggak pernah dekat sama Kanaya sebelumnya. Kenapa bisa tiba-tiba dekat?" Realitasnya Pamela tetaplah Si Keras Kepala, buburnya bahkan belum sempurna tertelan ketika dia bertanya begitu.

"Saya juga nggak kenal kamu sebelumnya. Tapi, selang seminggu saja kita bisa menikah," jawab Jevas.

Jadi, maksdunya nggak ada spesialnya? Penikahan buat Jevas? Empat tahun mereka sama sekali nggak terasa berati kah? Atau yang pria itu ingat hanya bagian satu hari terburuknya di penghujung pernikahan mereka?

"Tapi ...." Pamela menggigit lidahnya. Sebelum menikahinya laki-laki itu nggak ada hubungan dengan siapa-siapa. Oke, Pamela tahu lelaki itu hanya pernah mencinta seorang saja wanita yang mungkin nggak akan mampu disamai levelnya oleh Pamela. Yang jelas waktu itu dia nikah tanpa pegang-pegang susu perempuan lain sebelumnya. Namun, Pamela memilih tidak membahasnya. Sepertinya itu memang bukan apa-apa buat Jevas. Laki-laki itu bahkan nggak meminta maaf. Mungkin menurutnya Pamela yang murahan emang pantas saja dibegitukan. "Kamu masih nggak percaya, yah? Aku cuma sayang kamu. Selalu. Kamu lihat sendiri emangnya aku langsung menjalin hubungan sama laki lain pas abis cerai? Kan enggak. Aku tetep ke sini. Aku—"

"Sudah selesai makannya?" potong Jevas. "Kamu kedengarannya lebih niat bicara. Jadi, lebih baik segera keluar deh. Sehabis ini saya punya tamu lain."

"Jev—"

"Saya baru tunangan dan saya nggak mau tunangan saya salah paham lihat kamu masih suka numpang makan di sini. Jadi, jangan datang lagi lain kali."

Pamela menggelengkan kepalanya. Menolak untuk berhenti datang sekaligus, "Jangan nikah sama Kanaya. Hm?"

Pamela nggak yakin dia salah lihat atau bukan, tetapi sepertinya dia sekelebat menangkap Jevas tersenyum miring sesaat sebelum lelaki itu membalas kaku, "Kenapa? Karena kamu merasa ada yang merebut tropy kamu?"

"Apa? Aku enggak per—"

Ponsel Jevas berdering kencang. Laki-laki itu bahkan menunjukkan nama siapa yang tertera pada layar yang kini tengah memanggilnya ke hadapan wajah Pamela.

Aya is calling ....

Aya.

Semua orang tahu itu panggilan istimewa. Cuma orang-orang yang sangat dekat dengan Kanaya yang menyebut perempuan itu pakai nama itu. Pun, lebih daripada segalanya sejak kapan kira-kira Jevas mulai menyimpan nomornya?

Sebagai jawabannya Pamela kemudian mendengar Jevas menggumam serak, "Kamu yang nggak suka dia bukan saya. Dan, sebagai laki-laki lajang saya rasa saya bebas mau ngapain saja terhadap hidup saya. Jadi, silakan buka pintunya dan tutup lagi dari luar."

Dan, Pamela tahu itu sudah final.

***

Terima kasih udah membaca cerita ini ❤️‍🩹

Rupanya Mbak Pem sedang melow. Butuh kata-kata pembakar ambisi kah Mbak Pem? 😏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro