Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

a curse in disguise.

"Tumben amat lo udah bangun jam segini? Terus, ada angin apa nih kok lo nggak mimpi auh auh auh lagi? Mentang-mentang sekarang gue yang ngebangunin ya dan bukan lagi Madi?"

"Emangnya gue kelihatan kayak orang cukup tidur?"

Medina yang sedang menyibak tirai di kamar Pamela lantas menoleh sambil bertolak pinggang. Sedetik setelah dia mengamati sesosok perempuan yang masih mengenakan nightgown ala-ala Victorian era dan tengah duduk leyeh-leyeh—well, lebih ke lemas sih sebetulnya lengkap bersama bahu terkulai—menyender di headboard ranjang, cewek rambut peer itu sontak berkata, "Memang agak kelihatan kayak zombie sih. Mau gue reservasiin skin booster di JAK ntar siang biar muka lo kembali bersinar?"

"Lo pikir akan ada yang bisa nolong muka gue?!" Tak seperti penampilannya yang berantakan, nada sambaran Pamela sama sekali nggak terdengar mengenakan.

Medina yang gemas akhirnya balas berdecak keras sembari berderap mendekati ranjang. Dia bahkan membanting tubuhnya yang tak kalah ramping dari milik Pamela untuk duduk di depan cucu dari sang bos besar itu.

"Lihat!" Telunjuknya yang kemarin dijanjikan bakal ditraktir serangkaian treatment meni pedi oleh Pamela di her go-to nail spa berkat telah dia bantu loloskan pergi ke pesta bareng Ilham Kavi lantas menuding keluar. Mengarah pada sinar matahari yang udah mulai tinggi. Well, mungkin ini udah mau jam 8 pagi. "Dunia masih baik-baik aja. Terus, kenapa lo merana?"

"Lo masih perlu nanya kenapa?"

Lagi, Medina mendesah lelah. "Kan gue udah kasih tahu berkali-kali. Move on! Get your life! Kalau perlu lo catwalk lagi di runaway! Atau, kalau lo udah bosen jadi Model lo bisa lanjut kuliah dan saingin Si Agas di kantornya Pak Donald! Hidup nggak melulu harus lo habisin buat ngurusin soal cinta-cintaan, Pem!"

"Gue udah pernah mikirin ini."

"Apa?" Medina mulai bersemangat kendati lawannya bicara toh tetap letoy kayak kangkung yang udah dipetik dua hari. "Buat lanjut kuliah Manajemen Bisnis? Bagus tuh! Gue jelas dukung seratus persen. Kalau perlu nanti gue yang urusin semua persiapannya. Mau dalam negeri atau ke luar negeri aja?"

"Kalau Jevas sebenernya nggak pernah mencintai gue."

"Wha—Si Anjir, apaan?!" Gantian kini Medina yang gagal menahan sambaran bak anjing buasnya. "Jadi, kita masih ngomongin soal Si Jevas dari tadi? Seriously?!"

Mengabaikan Medina yang tentu akan terus merepet kalau mereka udah aktif me-mention tentang mantan suaminya yang kata cewek itu hanya kenangan serta wajib segera dia lupakan, Pamela yang nertranya mulai terasa perih—please, mustahil karena sedih loh ya ini paling cuma gara-gara dia belum ada tidur dari kemarin—melihat ke arah nakas.

Berbanding terbalik dengan betapa luxury-nya tampilan Lapiaz nightstand yang begitu dia pulang enam bulan lalu Opa melalui Medina yang bisa jadi apa saja termasuk dekorator interior menyelundupkan sebuah nakas yang desas-desusnya sih didesain langsung oleh cemceman terbarunya Opa dari UK, tentu setelah dibarter pake duit senilai lebih dari lima belas ribu pounds guna menggantikan nakas Pamela sebelumnya—well, nyaris semua isi kamarnya kini berubah, anyway—yang mesti dibuang hitung-hitung macam buang sial. Satu foto yang terpajang di permukaan smoked glass-nya, yang berhasil dia bawa dari rumah lama cuman dibingkai menggunakan figura kayu super-sederhana. Dan, itu adalah foto pas mereka anniv pertama. Sangat sulit buat bujukin Jevas yang gila kerja dan jam kerjanya nggak tentu itu buat libur. Namun, Pamela jelas bukan tipikal orang yang mudah menyerah apalagi cuma gara-gara kena tolak sekali.

Long story short, mereka liburan berdua aja ke Bora-Bora. Ingat Pamela bilang Jevas laki-laki penuh tanggung jawab kan? Ketika dia udah setuju buat liburan which is dia beneran liburan. Nggak ada lagi kerjaan yang curi-curi dia kerjakan. Mereka yang biasanya ketemu pas sarapan di meja makan atau makan malam hanya jika kebetulan pria itu pulangnya nggak kemalaman, kali itu punya kesempatan buat ngobrol dan saling mengenal lebih jauh.

Pamela masih ingat waktu mereka hiking pendek sekitar sepuluh menit ke Faanui. Sembari duduk-duduk di rumput untuk menikmati birunya laut juga hijaunya pepohonan dari atas bukit, mereka makan bekal sandwich buah yang Pamela siapkan dari sejak di penginapan. Di momen itu Pamela juga cerita lebih banyak tentang pengalaman buruknya bareng Savalas, atau kenapa dia memutuskan jadi model di saat Opanya nggak sepenuhnya mendukungnya.

Well, Jevas memang nggak banyak balas bercerita soal hidupnya. Namun, ketika sebelum petang mereka turun demi memburu waktu dinner di Roulotte La cusine des sen, Jevas justru tiba-tiba mengajaknya untuk mampir ke Sibani Perles. Pamela kira Jevas cuma mau beli oleh-oleh buat Maminya tercinta mengingat Patricia kan seorang jewel freak sejati yang tiap bulan ada aja jadwal arisan jet set-nya. Mereka bahkan lumayan lama di sana. Cuma, Pamela rasanya nggak ada lihat lelaki itu beli sesuatu saat akhirnya mereka keluar dari sana.

Terus, pas beres dinner dengan perut yang penuh sama olahan ikan mahi mahi yang disiram pake Tahitian vanilla sauce, di mana rasanya tropical abis, mereka lagi jalan bersisian buat balik ke penginapan, dan itu bener-bener kayak trik sulap kala Jevas tahu-tahu menyodorkan satu paper bag—entah pria itu sembunyikan di mana sebelumnya, mungkin di tas punggungnya—yang pas Pamela buka, di dalamnya ternyata ada sebuah kotak berisi satu pomar bracelet dari mutiara laut Tahiti, yang sampai enam bulan lalu udah berumur tiga tahun dan masih setia Pamela pakai di momen-momen terbaiknya. Benar-benar jarang dia lepas sejak kali pertama Jevas bantu pakaikan. Well, jika pun kebetulan dia lepas, pasti dia bakal meminta Jevas buat masangin lagi sih. Bahkan, di hari itu sesaat sebelum mereka buru-buru berangkat ke airport karena mesti kembali transit di Auckland, Pamela yang berfoto—foto yang sama dengan yang sekarang sedang dia pandangi—di depan penginapan dengan latar biru nan luasnya lautan Samudera Pasifik Selatan sambil memeluk pinggang Jevas, dia rasanya tampak paling cantik kalau mengenakan gelang itu.

Dan, tanpa ragu Pamela bisa bilang bahwa harinya bersama Jevas itu adalah hari-hari terbaik bagi Pamela khususnya setelah tak ada lagi Mami dan Papinya.

"I thought maybe he just doesn't love me as much as somebody he loves before. And, that's okay. But, no, he never. Because, if he ever loved me, even a tiny bit, he wouldn't hurt me this badly." Pamela berniat mengatakannya pada Medina, tetapi dari nada bicaranya yang macam orang kecekik dia ragu kalau cewek itu bisa mendengarnya.

Lagi, Pamela mungkin nggak akan pernah lupa memori tersebut di seumur hidupnya. Oh, ayolah! Semalam bahkan belum ada seperempat jam dari Jevas mencumbunya dengan sarat gelora di balik bilik toilet hotel, tapi ketika kembali ke pesta tahu apa yang dia lihat?

Di tengah-tengah lantai dansa, di bawah lampu sorot yang membikin pemandangannya terkesan kian jelas, Pamela disuguhi pertunjukan di mana jari-jari Jevas yang sempat meremat lengannya brutal justru dengan yakin menyematkan setahta cincin berlian ke jari Kanaya.

Sedikit senyum yang tersisa di bibir Pamela kemarin malam bahkan langsung sirna di tengah gemuruhnya kumandang tepuk tangan riuh para tamu undangan di seantero ruangan.

Dia kira Kanaya yang bakal gigit jari. Dia ... sempat yakin sekali. Nyatanya, dia lah yang sukses dipecundangi.

"Ya terus mau gimana lagi? Udah terjadi juga kan? Nih, gara-gara mereka lo jadi banyak dapat undangan klarifikasi nih. Mau ambil salah satunya nggak buat ngisi kesibukan?" Medina agaknya berhasil mencuri dengar curhatannya.

Pamela sendiri langsung memicing. Memangnya enam bulan ini dia kurang sibuk? Golf, ke spa, ke dermatologyst, nonton netflix. Dia sangat sibuk tahu! Cuma ya emang sih nggak ada tawaran kerjaan yang menarik.

"Tawaran iklan nggak ada?" Pamela akhirnya mengangkat wajahnya yang ajaibnya sama sekali tak berlinang air mata kendati tak boleh ada yang meragukan hatinya yang nyut-nyutan!

"Iklan ... masih yang bulan kemaren." Bulan lalu pas Madi masih mendampinginya bilang itu iklan bulu mata. "Mau?" Medina memastikan.

Menggeleng, dalam desah Pamela menolak, "Tunggu beberapa hari lagi deh. Siapa tahu ada yang lain."

"Heem. Eh, tapi ini ada satu yang menurut gue lumayan menarik nih," tukas Medina seraya meraih tablet-nya yang tergeletak di ujung ranjang.

"Apa?" Tak bisa bohong ada harapan dalam suara Pamela.

"Ngisi podcast."

Dan, Pamela pun kontan mengernyih gigu. "Terus gue mesti nangis-nangis? Playing vicitim sambil diem-diem diketawain Kanaya? Ogah amat!"

"So? Lo mau menyerah? Ya bagus lah!"

Menyerah?

Pamela pernah nyaris menikah dengan mantannya, Savalas. Dia udah booking gedung, wedding dress, paket hooneymoon, diurusin EO ternama, berikut segala perintilannya. Pernikahan tinggal menghitung hari, tapi laki-laki kutu kupret itu malah kabur dengan membawa seluruh uangnya. Bahkan, tabungan bersama mereka juga—walau kebanyakan Pamela sih yang ngisi, entah kenapa honor Savalas selalu abis buat memenuhi gaya hidupnya. Sampai sekarang pun dia nggak pernah kembali ke Indonesia. Entah di mana rimbanya. Pamela sempat mengira cowok resek itu mungkin lagi hidup enak, menghamburkan nyaris empat milyar uang Pamela buat tidur di villa-villa mewah bersama segudang pereknya di luar sana, meski kalau dipikir lagi sih karena laki-laki itu udah berani bikin malu Donald Harris rasanya kok enggaklah mengherankan kalau tubuhnya udah dimangsa kerumunan hewan buas di hutan Laos sana setelah dikejar-kejar kawanan bersenjata.

Come on! Opanya mungkin kelihatan mengayomi di depan publik. Tapi, mengingat laki-laki itu sanggup memukuli cucunya sendiri sampai nyaris mati apalagi cuma orang luar!

Lagian, sebelum janur kuning melengkung semua masih bisa terjadi seperti pengalamannya dulu nyaris nikah sama Savalas, tapi justru berakhir berumah tangga dengan Jevas.

"Kapan mereka mintanya?"

"Podcast?"

"Hm."

"Akhir minggu ini."

"Besok dong?"

"Yaps. Makin cepat makin viral."

Lihat aja, pertunangan bahkan nggak akan menghentikan Pamela, Si Wanita Yang Setengah Gila!

***

Haloo, ketemu lagi nih sama Mbak Pem. Untungnya nggak sengaret waktu itu ya wkwkwk.

Seberapa greget kah kamu ke cerita ini? Boleh kasih tahu loh biar aku makin sat set wkwkwk

Terima kasih udah baca cerita Si Wanita Setengah Gila ini 💔

Jalanin aja dulu walau dengan hati yang membiru 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro