Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Betrayal - HuaLian

Kontes Musim Semi 2021 - Spring's Secrets

Prompt:
4. Negara terancam hancur lebur dengan sebuah senjata rahasia, sayangnya tidak ada yang tahu di mana letaknya.

***

Penjelasanmu mengalir seolah sungai jernih yang menyejukkan. Namun, aku tidak pernah sadar kalau sungai itu menuju jurang air tak berdasar.

***

Xian Le, negara makmur di era ini. Menepati benua yang menjadi pusat dunia, di mana keajaiban sering terjadi. Sistem kerajaan yang berjalan makmur dengan empat kekayaan yang menjadi kebanggaan mereka ; Wanita yang berparas cantik, musik yang beragam dan karya sastra yang indah, emas dan perhiasan dan yang terakhir Yang Mulia Putra Mahkota.

Putra mahkota, Xie Lian. Paras rupawan dengan hati selembut sutra. Kebanggaan Negara Xian Le dan para pemimpin. Memegang pedang di satu tangan dan bunga di tangan lainnya. Sungguh perumpamaan putra mahkota yang sangat sempurna.

"Mu Qing, jadwalku sudah dibenarkan?"

"Iya, Yang Mulia. Aku sudah memindahkan jadwal kunjungan ke lain hari." Seorang pemuda dengan rambut legam tengah membantu Xie Lian berpakaian. Sementara pemuda lain tengah bersandar dan menunggu mereka selesai bersiap.

"Ah, kalian bisa pergi ke tempat latihan duluan. Aku akan pergi menemui Ratu dan Raja," ujar Xie Lian saat kedua pemuda itu menunggu dirinya berjalan duluan.

"Tidak sedang terjadi masalah, 'kan?" tanya Feng Xin, pemuda yang tadi bersandar.

"Tidak, semuanya baik-baik saja." Xie Lian memasang senyum lembutnya membuat keduanya menghela napas pasrah dan pergi.

Setelah memastikan mereka benar-benar pergi, langkah tegap Xie Lian segera menyusuri lorong kerajaan yang memimpin negara ini. Ia membuka pintu dengan tinggi dua kali lipat dirinya dan mendapati kedua orang tuanya disana.

"Ada apa?" tanya Xie Lian langsung ke inti.

"Apa seperti itu caramu bicara pada pemimpin negara ini?" tanya ayahnya sarkas yang langsung ditenangkan oleh ibundanya.

"Ah, ayo kita bicara pelan-pelan." Sang ibunda menuntun mereka untuk duduki dan sedikit mengurangi atmosfer yang sedari tadi cukup menekan.

"Sebenarnya ada apa, Ayahanda?" tanya Xie Lian berusaha menekan egonya. Ayahnya hanya diam, namun perkataan selanjutnya membuat ia membelalak tak percaya.

***

Negara Xian Lee memiliki sistem kerajaan. Bagi sebuah kerajaan, informasi yang paling ingin dihindari adalah kehancuran kerajaan itu sendiri. Runtuhnya kerajaan sama saja menghancurleburkan negara ini. Dan ayahnya berkata kalau sebuah senjata akan segera menghancurkan negara ini?

Konyol. Jika itu beribu pasukan dengan senjata spiritual yang hebat, ia masih bisa menanggapinya. Namun, ini hanya dengan sebuah senjata rahasia yang bahkan tidak ditumpuk di gudang senjata tingkat atas kerajaan. Jangankan ditumpuk, Raja saja tidak tahu di mana keberadaan senjata itu.

"Yang Mulia, Anda terlalu berlebihan dalam latihan tadi. Lebih baik, Anda istirahat terlebih dahulu," saran Mu Qing yang sudah menyarungkan pedang miliknya sendiri.

"Tidak, aku masih kuat."

Dengan langkah begitu gemulai, ia memutar lengan dan menghentakkan pedangnya. Mengambil langkah lain dan membuat gerakan menangkis. Sungguh, orang yang melihatnya tidak bisa membedakan, apakah itu sebuah tarian atau jurus?

"Yang Mulia, Anda sudah berlatih lebih dari biasanya. Apa sedang terjadi masalah?" Kali ini Feng Xin yang bertanya sambil menyampirkan busurnya.

Xie Lian berhenti dan menghela napas panjang. Ia mendongak. Langit musim semi sangat hangat dan cerah. "Feng Xin, Mu Qing," panggilnya.

Kedua pengawal pribadi yang sudah ia anggap teman itu menatap Xie Lian bingung. Xie Lian balik menatap mereka dengan binar semangat.

"Ayo ke pasar!"

***

Bunga-bunga bemekaran dan satu persatu kelopaknya berterbangan tertiup angin. Mungkin mereka sudah cukup lelah menampilkan keindahan dan mencoba mengikuti alur angin saja.

Di tengah keramaian pasar, Xie Lian dengan penyamarannya berjalan dengan ringan. Di belakangnya, Feng Xin dan Mu Qing mengikuti dengan raut kebingungan.

"Kalian tidak ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Xie Lian membuat keduanya terdiam.

"Tidak."

"Kami akan menjagamu."

Xie Lian terkekeh dan berbalik. "Lupakan aku sejenak. Anggap saja sedang beristirahat. Kalian bisa pergi kemana pun dan kita akan bertemu lagi nanti sore di toko itu." Xie Lian menunjuk toko teh dan tersenyum. "Aku akan pergi sendiri."

Feng Xin dan Mu Qing tidak bisa membantah dan hanya menurut. Mereka mulai berpencar dan Xie Lia langsung bergegas ke tujuan awalnya.

Jika Xian Le akan hancur, maka hanya ada satu orang yang bisa memastikannya. Gurunya dulu, yang bisa meramal masa depan dengan sangat akurat. Tinggal di pinggiran kota, menjauh dari keramaian dan berdiam diri di kekosongan.

Bruk!

Suara tubrukan terdengar cukup jelas dan membuat Xie Lian serta orang yang bertabrakan dengannya terjatuh di jalan. Xie Lian sedikit tersentak dan mengambil posisi duduk. Ia menatap orang yang terjatuh juga dan bergegas menghampirinya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Xie Lian yang mengulurkan tangannya.

Orang itu tidak menjawab dan hanya meringis kesakitan. Ia mendongak dan menatap Xie Lian. Pandangan mereka bertemu. Mata coklat kemerahan itu cukup membuat Xie Lian terdiam beberapa saat sebelum sebuah tangan menyambut ulurannya membuat dirinya tersadar.

"Aku tidak apa-apa." Pemuda itu bangun dengan bantuan Xie Lian dan membungkuk.

"Terimakasih, Gege. Maaf aku menabrakmu sebelumnya," ujar pemuda itu.

"Ah, tidak masalah. Itu bukan masalah besar." Xie Lian mengibaskan tangannya. "Aku belum pernah melihatmu, apa kau pendatang baru?" tanya Xie Lian menatap pemuda itu.

"Aku hanya seorang pengelana yang kebetulan lewat dan beristirahat sejenak di negara ini," jawab pemuda itu.

"Begitu ...." Xie Lian tersenyum dan membungkuk memberi hormat. "Selamat datang di Xian Le, semoga harimu menyenangkan di sini. Namaku Xie Lian. Kalau boleh tahu, siapa nama Anda?"

"Aku anak ketiga di keluargaku dan Gege bisa memanggilku San Lang," ujar pemuda itu memperkenalkan diri. Senyumnya begitu hangat dan tak bisa ditebak. Pakaian dengan nuansa merah sangat kontras di tengah musim semi ini. Seolah api di tengah padang bunga.

"San Lang, kau sudah menemukan penginapan?"

*

*

"Kita memang berpisah dan berjanji bertemu kembali, tapi bukan berarti membawa seseorang bersamamu, Yang Mulia," sinis Mu Qing saat melihat San Lang mengekor di belakang Xie Lian.

"Ah, aku mengajaknya karena dia bilang penginapannya sejalur ke arah kerajaan." Xie Lian tersenyum sambil menggaruk pipinya canggung.

"Terserah dia, tapi jangan sampai ia macam-macam nanti. Ayo kembali, kerajaan cukup kacau," sela Feng Xin.

"Kerajaan? Gege, apa kau tinggal disana?" tanya San Lang dengan tampang polosnya. Xie Lian hanya mengangguk dan berbalik menatap San Lang.

"San Lang, aku tidak bisa mengantarmu sampai penginapan. Ada masalah cukup darurat." Xie Lian menghela napas. "Maafkan aku."

"Gege tidak perlu meminta maaf, aku bisa kembali sendiri ke penginapan." San Lang tersenyum tipis dan berlalu. Ia melambaikan tangannya dan menghilang di tengah kerumunan.

Xie Lian balas melambai sebelum berbalik, menatap Feng Xin dan Mu Qing bergantian. "Ada masalah apa?"

"Gudang senjata rahasia ...."

***

Gudang senjata rahasia, setiap negara pasti memilikinya. Milik Xian Le menyimpan ratusan senjata kelas atas yang tak berpemilik. Dari yang tenang hingga berbahaya. Gudang itu memiliki segel sendiri yang hanya bisa dibuka oleh anggota kerajaan. Orang lain tidak bisa membukanya.

Akan tetapi, berita ini bukan sekedar kebohongan. Berita tentang gudang senjata yang hancur tanpa sebab. Jika Sang Raja yang menghancurkannya, Xie Lian masih bisa memikirkan alasannya. Tentu saja tentang senjata rahasia yang akan menghancurkan Xian Le.

Tetapi sayang, itu bukan perbuatan ayahnya. Bahkan ayahnya sendiri tidak berniat menghancurkan gudang senjata. Senjata rahasia di ramalan bukan senjata di gudang kerajaan, tapi senjata rahasia tersembunyi dan tidak ada yang tau lokasi keberadaannya.

"Segel membuat gudang secara otomatis tidak bisa diserang juga. Tidak mungkin ada orang yang bisa menghancurkannya dengan begitu mudah," timpal Mu Qing saat Feng Xin selesai menceritakan permasalahannya.

"Kecuali dia orang yang memiliki senjata 'itu'." Xie Lian mengusap dagunya, berpikir keras.

Feng Xin mengebrak meja dan menatap tak percaya. "Maksudmu orang yang menyerang gudang senjata adalah orang yang memiliki senjata rahasia itu? Bukankah ramalannya bilang tidak ada seorang pun yang tau keberadaannya?" tanyanya.

"Gunakan otakmu, bisa jadi orang itu juga tidak tau kalau senjata yang ia pegang adalah senjata rahasia dan otomatis membuat senjata seolah tak diketahui keberadaannya," cela Mu Qing sambil merutuki kebodohan Feng Xin.

"Aku bisa setuju dengan Mu Qing, tapi ini terlalu tiba-tiba." Xie Lian terdiam sejenak sebelum berkata, "Senjata bisa di lawan dengan senjata. Kita pasti bisa mengubah alur ramalan dan membuat keadaan menjadi baik-baik saja."

Mungkin—

***

"Gege ternyata pandai bermain pedang, ya," komentar San Lang yang membuat perempatan siku-siku muncul di dahi Feng Xin.

"Itu bukan permainan! Yang Mulia sedang berlatih," teriak Feng Xin yang kesal.

"Kapan kau masuk kesini?" tanya Mu Qing yang menyindir keberadaan San Lang.

"Ah, aku yang mengajaknya. Dia terlihat tertarik saat aku bilang aku akan berlatih," ucap Xie Lian sambil bergerak lincah dengan pedang di satu tangannya. Kali ini perempatan siku-siku muncul di dahi Mu Qing.

"Kenapa memperbolehkannya masuk? Bukankah terlalu semberono mengundang tamu yang baru dikenal untuk masuk ke area kerajaan?" tanya Mu Qing lagi.

"Tidak masalah, ia tidak bisa melakukan apa pun di sini dan lagi ia hanya pengelana biasa."

"Tapi Yang Mulia—"

Xie Lian menghentikan sesi latihannya dan menatap kedua pengawal pribadinya itu. "Tenang saja, San Lang tidak bisa melakukan apapun terhadapku. Kalian tidak perlu khawatir."

Feng Xin dan Mu Qing memalingkan wajah serempak. Mereka terlihat pasrah dengan keputusan Xie Lian.

"Ah, San Lang. Maafkan mereka, ya." Xie Lian berbalik menghadap ke San Lang yang kini hanya mengedikkan bahu tak peduli.

"Tidak masalah. Aku memang patut dicurigai, apalagi aku pengelana yang baru masuk ke sini."

Xie Lian tersenyum dan menyodorkan pedangnya. "Ingin mencoba berlatih pedang?"

"Yang Mulia—"

***

Langkah kakinya begitu ringan, berpijak pada bebatuan dan berputar di udara menghindari anak panah yang nyaris mengenainya. Ia tetap berlari ke depan, menyerang dengan tangan kosong dengan bantuan sesuatu yang bergerak sangat cepat.

Sebuah pedang dengan bentuk unik terbang di udara dan menebas seluruh musuhnya, membuatnya tidak perlu menguras lebih banyak tenaga. Pedang itu kembali ke tempatnya dan menyisakan tumpukkan mayat tak diundang di tengah medan perang penuh bunga ini.

"Hidup Xian Le! Hidup Putra Mahkota!"

Sorak bahagia mengudara dan membuat sisa musuh gentar. Mereka mundur serempak dan meninggalkan mayat teman mereka. Pertarungan tak diduga-duga berhasil dimenangkan Xian Le. Kali ini bukan hanya Putra Mahkota yang terlihat mencolok, tapi seorang pemuda berpakaian merah juga.

"San Lang, kau tidak apa-apa?"

San Lang hanya tersenyum getir dan menunduk. Matanya seolah menatap pedangnya sendiri yang kini sudah tersarung. Xie Lian hanya tersenyum kecil.

"Aku baru tahu kau memiliki senjata kelas atas." Xie Lian ikut menatap pedang milik San Lang. "Pedang yang unik, apa namanya?"

"E-Ming ...."

Pedang itu berbentuk sabit dengan batu ruby yang menyerupai mata hidup. Menyerang secepat kilat dan menghabisi lawan dengan mudah.

Xie Lian tidak akan pernah sadar akan pedang hebat itu jika tidak mendapat serangan mendadak seperti ini. Sungguh suatu kehormatan bisa melihat seorang pengelana dengan pedang yang begitu hebat. Sudah pasti pengelana ini mendapatkan perjalanan yang menegangkan dan penuh aksi berdarah.

"Kudengar ada seseorang yang membantu di medan perang." Ayahnya membuka percakapan saat Xie Lian baru menutup pintu ruangan di belakangnya.

"Hanya seorang pengelana yang kebetulan menetap," ujar Xie Lian cepat.

"Apa tidak merasa aneh dengan keberadaan pedangnya?" tanya sang Raja sambil menatap putranya tajam.

Xie Lian tak mengubris tatapan itu dan hanya mengelana dalam pikirannya. Pedang unik dengan kekuatan setara dengan senjata rahasia kelas atas. Tidak mungkin 'kan?

"E-Ming memang pedang yang hebat, tapi tidak mungkin itu senjatanya."

***

"San Lang, dari mana kau mendapatkan E-Ming?" tanya Xie Lian yang sedang duduk di pekarangan ditemani kelopak bunga musim semi yang berjatuhan.

San Lang hanya mengedikkan bahu dan menatap pohon di depannya dengan tatapan tak bisa dibaca. Xie Lian sadar kalau San Lang sedang tidak ingin membahasnya. Jadi ia mengalihkan topik ke arah lain.

"Aku belum bertanya, kemana tujuan San Lang setelah ini?" tanya Xie Lian.

"Entahlah, aku hanya berkelana tidak menentu. Menemukan negara terkenal ini dan Gege juga suatu kebetulan." San Lang meniup kelopak bunga yang mampir di bahu kananya. Iris coklat kemerahan itu menatap lembut tanpa ada niat terselubung di dalamnya.

"Tidak ada kenalan?"

San Lang menggeleng. "Aku di usir." Ia merebahkan diri dan menatap langsung langit biru yang menggantung.

Xie Lian benar-benar kehabisan topik dan beribu pertanyaan menyerbu kepalanya.

"San Lang ...," panggil Xie Lian lembut. San Lang hanya mengulurkan tangan dan meraih kelopak bunga yang jatuh.

"Siapa kau sebenarnya?"

***

Urusan politik negara pasti sering melibatkan kebohongan demi kelangsungan hidup. Menyuarakan kata-kata positif tapi berbanding terbalik maksudnya.

Raja Xian Le tidak bisa berkata begitu, mengingat negaranya sudah berada di ujung tanduk. Penjajah dan pemberontak mulai bermunculan dengan ramalan yang makin memusingkan saja.

Xie Lian tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa diam. Menatap iris yang sekarang tertutup sebelah kananya.

Ia ingin marah tapi suaranya tak pernah keluar. Ingin menangis tapi air matanya terasa kering dan ingin mengutuk seseorang tapi siapa yang harus disalahkan?

Ditipu dan menipu, sudah biasa dalam kehidupannya. Tapi ia tak pernah menyangka, kalau yang menipunya harus orang yang ingin ia percaya.

"San Lang--"

"Gege, aku benar-benar hanya seorang pengelana. Aku tidak tau tentang senjata rahasia itu bahkan kehancuran negaramu. Aku hanya--"

"Aku tahu. Mu Qing benar, orang yang memegang senjata itu tidak tahu menahu membuat senjata seolah ditelan bumi. Tapi maksudku, kenapa harus kamu yang memegangnya?" Suara Xie Lian cukup terdengar memilukan bagi San Lang.

San Lang yang kini berpenampilan berbeda dengan nuansa merah yang makin mendominasi. E-Ming tersampir di pingganng dengan tangan kanan memegang pedang lain berwarna hitam legam. Jangan lupakan mata coklat kemerahannya tertutupi di sebelah kanan.

"Gege--"

"Tidak, tidak perlu meminta maaf. Memang sudah salahku yang tidak memperkirakannya. Aku hanya ingin melindungi negaraku," tegas Xie Lian sambil melompat dan menerjang San Lang dengan cepat. Pedang ia ayunkan menciptakan embusan angin yang cukup kuat.

San Lang dengan mudah menghindarinya dan berputar anggun sebelum menangkis gerakan Xie Lian yang cepat. Kedua pedang beradu menciptakan kilatan. Suara dentingan terdengar memekakkan telinga. Tidak ada yang berbicara maupun bersuara, hanya hati yang berteriak mengatakan kekecewaan.

"Yang Mulia!" teriak San Lang yang sudah merasa gerakkan Xie Lian tidak benar.

Xie Lian hanya diam dan terus menyerang, tidak peduli dengan E-Ming yang terus berusaha mengunci pergerakannya.

"Yang Mulia aku mohon! Walau negaramu hancur, aku akan tetap berada di sisimu. Tolong jangan buat dirimu sendiri hancur, Yang Mulia!" seru San Lang. Suaranya tak kalah serak, seolah ia hampir kehilangan seluruh suaranya.

Pedang mereka kembali beradu dan San Lang tengah menahan serangan Xie Lian. "Apa jika negaraku hancur, aku tidak hancur?" tanya Xie Lian. Nada suaranya sangat rendah membuat siapapun pasti bergidik.

San Lang terdiam dan menunduk. Ia melompat mundur demi menghindari tebasan dari pedang Xie Lian.

"Untukmu, aku akan melakukan semuanya ... aku tidak mau menghancurkan apapun milikmu." San Lang memegang pedangnya erat dan menusukkannya ke tanah. Kini ia beralih memegang E-Ming. Pedang lengkung itu ia tusukkan ke dirinya sendiri.

Xie Lian terdiam. Pegangannya pada pedang melemah dan pedangnya jatuh tergeletak. Ia berlari dengan cepat menuju San Lang sebelum kilatan cahaya melewatinya.

Pedang yang tadinya tertancap di tanah, kini sudah bergerak sendiri dan menuju ke kerajaan dengan cepat.

Menghancurkan negara makmur ini cukup mudah dikatakan tapi sulit dilakukan. Hancurkan kerajaan yang memimpin dan negara ikut hancur.

"Gege, asalmu tidak penting bagiku, apapun yang kaulakukan tidak penting bagiku. Yang penting bagiku adalah dirimu sendiri ...."

Xian Le merupakan kerajaan yang makmur dengan empat kekayaan yang sekarang menjadi empat teror ; Tangis wanita cantik yang menjerit, musik kematian yang memekakkan telinga, emas dan perhiasan yang tenggelam dan Putra Mahkota yang gagal.

***

End

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro