Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5.4 Kalau Punya Pacar

Gue lesu, lemas, tak berdaya, dan berkeringat dingin. Ini asli gue harus ke UKS buat ambil obat penambah darah, sih. Darah gue sepertinya udah habis menguap karena mendidih dengan ucapan Haechan tadi.

Dia bilang dukung-dukung aja? Ih, banyol! Kalau gitu ngapain pakai acara ngambek segala?

"Kenape lo?" Suara itu ... Somi. Dia menangkup kedua pipi gue dan diuyel-uyel. Gue pasrah. Enggak ada tenaga juga buat melawan.

"Som, gue kalau punya pacar, aneh gak?"

Mata bulat Somi jadi tambah bulat. Dia menepuk-nepuk pipi gue. "Sadar, Fay! Sadar!"

Segera, gue menjauhkan kepala dari tangan cewek itu. Gaya aja si Somi kayak model, ya, aslinya model, sih. Tapi dia kelakuannya kayak preman pasar.

"Sakit banget, tahu!"

Somi cuma cengengesan.

"Hahaha. Yang pasti pacar lo bakalan tahan banting dan punya nyali gede, sih." Komentar Somi membuat alis gue mencuat. Gue meletakkan kepala di atas meja kelas dan menatap dia dengan penuh tanya.

"Emang pacaran sama gue kayak masuk kandang macan?"

Somi menggeleng sambil menggerakkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri. "Bukan kandang macan. Udah kayak masuk ke kedalaman laut yang penuh ikan hiunya."

"Hmm?"

"Enggak bakalan terduga apa yang akan terjadi. Ah, gitulah, Fay."

"Kok bisa lo mikir gitu."

Somi berdehem. "Gini, ya. Lo anak cewek satu-satunya di keluarga. Atas lo cowok dua. Bawah lo cowok dua. Ayah dan Ummi juga bukan orang sembarangan. So, apalagi yang enggak ditakuti oleh cowok buat deketin lo?"

Gue berpikir sejenak. Bener juga yang dikatakan oleh Somi. Dua bontot bawah pasti bakalan riweh dan malakin. Dua leher atas juga bakalan nanyain terus; di mana, lagi apa, ke mana, bareng siapa kalau gue jalan. Terus, dua kepala inti ... cecaran pertanyaan mereka berdua bakalan pecahin gendang telinga dan bikin jera orang yang datang ke rumah.

Gue menggelengkan kepala.

"Kenape lo?"

"Terlalu seram. Enggak. Enggak. Lupain apa yang gue tanyain ke lo tadi. Kasihan orang yang jadi pacar gue."

Somi menarik cermin tangannya dari tas. Dia membenahi tatanan rambutnya. "Menurut gue, kalau dia emang niat berusaha dapetin lo, dia bakalan berusaha juga buat dapetin hati keluarga lo. Jadi, enggak ada yang harus dikasihani, dong."

Nah, iya. Bener juga kata si Somi.

"Kok, lo bisa pinter gini?"

"Yee, ngeledek. Lo pikir masalah hubung-menghubungkan gue bukan apa-apa? Gue ini komentator ulung, ya."

"Kayak yang di pildun?"

Somi memutar bola matanya lagi. "Serah lo bilang apa."

Gue mengangguk. "Iya, sih, emang terserah gue."

Somi hendak mencakar gue. Akan tetapi ada suara lantang yang tiba-tiba menghentikan perbuatannya. "Gue laporin ke guru BK, ya, ada perundungan di sini." Itu Jeno. Dia menunjuk ke arah gadis model itu dengan tegas sambil mengambil tempat duduk di depan kami.

Somi yang kaget langsung kicep. Hanya sebentar, sih. Setelah dia tahu yang ngomong begitu adalah Jeno, dia malah menarik kerah seragam lelaki itu dan menampar lehernya. Ouch, pasti sakit, sih. "Diem lo!"

Jeno mengusap-usap bekas pukulan Somi. "Heran. Gue mending bocorin aja kelakuan lo ke media biar semua orang tahu kalau Somi yang dipuja dan dipuji yang seliweran di majalah, aslinya berandalan." Dia melepaskan diri dari genggaman gadis itu.

"Bilang aja, noh. Cepu amat jadi cowok."

Jeno membalas dengan mengejek Somi lewat mimik wajahnya. Dia menghadap ke gue. "Gimana? Udah baikan sama Haelmi?" Pertanyaan macam apa ini?

"Emang gue berantem?" Sengaja pura-pura.

"Loh? Kemarin aja sampe nangis-nangisan najis di rumah gue. Dia udah jelasin ke lo apa belom?"

"Soal dia ngumpet?"

Jeno mengangguk.

"Udah."

"Terus?"

"Ya, terus apa? Ya udah, kan, dia udah jelasin. Kelar udah."

Jeno memejamkan matanya yang sipit. Bibirnya membentuk garis lurus. "Gak seru lo. Harusnya lo marah, kek, atau apa gitu."

Gue mengangkat bahu. "Gak, ah. Tambah rumit. Gak mau gue."

Somi hanya mendengarkan. Yakin cewek ini enggak ngerti apa yang sedang kami bahas. "Kak Mark, Fay. Kayaknya dia bakalan lolos ujian keluarga lo."

Gue dan Jeno sama-sama menoleh ke gadis itu. "Maksudnya?" Itu Jeno yang tanya. Gue udah tahu perkataan Somi menjurus ke mana.

"Tadi si Fay tanya gimana kalau dia punya pacar. Ya ... gue jawab pasti yang nyalinya gede. Kayaknya kakak lo lumayan punya nyali, Jen, buat deketin Fay. Sabilah, abis ini ada PJ." Somi dan mulut tak ada filternya ... sukses banget bikin gue sungkan sama Jeno.

Jeno menatap gue lama.

"Apa?"

"Seriusan lo mau jadi pacar kakak gue? Jadi pacar si Mark?"

"Dih, apaan? Itu, mah, cuma omongannya Somi doang. Jangan didengerin. Aneh."

Jeno tersenyum lebar, menghilangkan matanya. "Kalau iya, gue bilangin ke dia biar maju. Kayaknya Bunda bakalan iya-iya aja."

Gue memukul meja. "Jeno!"

Somi tertawa gembira. Dia mengusap-usap pundak gue untuk menenangkan kali, ya. Yang ada, gue melirik tajam ke arah gadis itu.

Jeno juga tertawa. Puas banget nih kelomang bumi berdua nertawain gue. Rasanya wajah gue panas banget.

"Kenape muka lo? Merah amat." Haechan duduk di sebelah Jeno secara tiba-tiba. Dia membawa kantong plastik berisi minuman botol buat kami berempat. Enggak ge-er, sih. Soalnya itu isinya ada empat. "Keracunan makanan?"

"Sembarangan!" Gue menampol lengan dia. Dia cuma terkekeh dan memosisikan diri seperti Jeno.

"Lo tahu? Fay pengin punya pacar," kabar Jeno langsung tanpa angin tanpa hujan.

Gue terbelalak. "Enggak gitu, anjir, tadi konteksnya. Emang, ya, kalau dari mulut ke mulut itu bakalan berbeda lanjutannya. Nih, gara-gara lo, nih." Gue menunjuk-nunjuk Somi.

Haechan diam aja dan menatap gue dengan tatapan enggak minat tapi bertanda tanya. "Minum dulu, deh. Kayaknya kalian lagi dehidrasi. Mekanya ngelantur."

Kami mengalihkan pandangan dan perhatian ke Haechan seluruhnya. Tumben banget dia enggak ikutan heboh masalah kayak gini.

"Lo enggak lagi kesambet setan dari lorong, kan? Gue enggak bisa ruqyah dan bantuin lo." Jeno melingkarkan tangannya di lengan Haechan. Gue paham maksud dia berkata begitu. Artinya, tumben lo baik banget dan normal aja.

"Soalnya lo sama-sama setannya!" Somi memang sangat konkrit kalau mengatakan sesuatu. Kalau ada Yeji dan Joan pasti tambah seru.

Jeno hendak mencengkeram kerah Somi tapi gadis itu dengan cepat menghindar. Dia menggenggam udara dan mendapatkan juluran lidah dari Somi.

Haechan mengeluarkan isi tas plastik yang dibawanya dan memberikannya kepada kami satu per satu. Bahkan yang lebih mengerikan adalah dia membukakan minuman kami. Bener-bener dia ini kesambet kayaknya.

"Haelmi, are you okay?" tanya Somi yang masih terbengong karena kelakuan tak wajar Haechan. Dia menerima minuman dari lelaki itu dan hanya memegangnya. "Gue takut kalau isinya jampi-jampi."

Gue tertawa. Ada-ada aja si Somi. Tapi emang, sih, Haechan patut dicurigai dengan sikap anehnya ini. Kalau gue, mah, bodoh amat. Biasanya emang dia bisa baik banget. Gue meneguk minuman itu hingga setengah.

"Tenang aja. Semuanya enggak ada jampinya, kok." Haechan meneguk minumannya.

Jeno terlihat masih ragu.

"Minum, Jen. Punya lo enggak ada jampinya," ucap Haechan, membantu tangan teman kami itu untuk terangkat. "Kecuali punya Fay. Gue harus pelet dia biar enggak kalah saing sama Mark."

Gue yang udah setengah jalan mau menghabiskan minuman itu pun langsung tersedak.

Anjir, airnya sampai keluar dari hidung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro