Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

05. gentar


"Eh ... [Name]?"

"Ah, Gentar...."

Niat [Name] ke pasar untuk membeli sayur, kebetulan tukang sayur tak keliling komplek hari ini. Nah, di sana―[Name] tak sengaja bertemu dengan Gentar. Yang mana dirinya juga ke pasar untuk membeli titipan Bunda.

Jujur saja, canggung rasanya. Walau masalah di masa lalu itu sudah selesai, dan sekarang dia sama Sori, tapi tetap aja rasanya canggung kalau bertemu lagi. Saat pernikahan [Name] dan Sori berlangsung saja Gentar tak begitu ribut. Alasannya satu, menghindari [Name].

Gentar sendiri bingung. Kalau dia ngomongin [Name] sama yang lain dia gak grogi, atau ngechat [Name] tuh, dia biasa aja. Tapi kalau ketemu seperti ini, Gentar pilih mundur.

"Ke pasar beli titipan Bunda?"

"Iya, HAHAHA! Gue tapi gabisa bawanya, sih. Titipan Bunda lumayan banyak soalnya. Kebetulan tangan lo kosong tuh, gue manfaatin buat pegang belanjaan Bunda, boleh lah ya."

[Name] menggelengkan kepalanya. Tak heran ia dengan Gentar, memang sudah dari dulu seperti itu. "Hahaha ya sudah sini, yang mana? Hitung-hitung sekalian bantu orang gak mampu bawa kresek kayak gini aja."

"Enggak usah gitu, lo. Dislek, dislek."

Gentar memberikan dua plastik berisi titipan Bunda pada sang Kakak Ipar. "Dua aja. Gue mau keliling lagi, cari pesenan Bunda."

"Bareng, boleh?"

"Mau minta dijajanin kan, lo?"

"ENGGAK, SUUDZON MULU DARI SMP."

Heran [Name], tuh. Dari dulu Gentar hobi sekali suudzon pada dirinya. Pokoknya kalau sudah ada [Name], pasti tu orang suudzon.

"Boleh, lah. Lo gak usah ngekor tapi [Name], jalan di samping gue aja gapapa."

"... Oke. Kita ke bagian mana dulu?"

"Gue ke kiri, sih. Lo?'

"Sama."

"Ya sudah, AYOK!"

Pria dengan baju coklat itu menarik tangan Kakak Iparnya ke sebelah kiri dengan erat. Takut-takut nanti dia hilang jika tak dipegang erat, katanya. Karena saat ini sedang banyak orang.

Duh, [Name] jadi teringat.

Hari itu....

---

Saat itu sedang Market Day, di mana para siswa dan siswi tingkat SMA yang berjualan, dan pembelinya adalah anak tingkat SD dan SMP. Perkelas, dibagi menjadi tiga kelompok. Kebetulan saat itu Gentar dan Sori satu kelompok, namun berbeda dengan [Name]. Sayang sekali ia berkelompok dengan orang yang sulit diajak kerja sama.

Saat pergi ke booth [Name], semuanya tak rapi. Berantakan. Boothnya tak dihias sama sekali, hanya bermodal kertas HVS dengan tulisan 'junkfood' ditempel di stand mereka.

Parahnya lagi, tak ada yang menjaga. Semuanya sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. 'Kan Gentar jadi bingung. Ini mereka sudah mulai atau belum, sih?

"[Name] ada?"

"Enggak, Ge."

"Kalian belom mulai?"

"Ya ... gitu."

Gentar mengerutkan keningnya bingung. Ini mereka niat berjualan tidak, sih? Feeling Gentar mengatakan jika hanya [Name] yang bekerja keras untuk acara Market Day kali ini.

"Oh ... makasih! Semangat lo pada."

Setelahnya, pemuda itu beranjak pergi dari sana. Mencari keberadaan sang gadis yang harusnya sudah berada di sekolah.

Tangannya menekan tanda telepon yang berada di layar ponselnya. Mencoba untuk menelpon sang gadis sekali, siapa tahu diangkat, kan?

Tut... Tut...

"Halo??"

Suara dari seberang sana mulai terdengar di telinga Gentar. Syukur gadis ini mengangkat teleponnya, pikir Gentar.

"LOOO KEMANA WOY? UDAH MAU MULAI JUALANNYA! Enggak, sih. Udah mulai malahan."

"Oh ... hehehe. Sorry. Iya, gue ke sana."

"Tadi gue liat lo di sekolah, lo di mana? Atau lo gak niat jualan?"

"Hahaha ...."

Suara sang gadis ditelpon berubah. Seperti sedang terisak. Hal itu lantas dipertanyakan oleh Gentar yang masih bingung.

"Lo nangis?"

"Yah, kelepasan sih."

"Kenapa? Gara-gara mereka?"

Tak ada jawaban, yang Gentar dengar hanya suara isakan di sana. Duh, dia kan jadi merasa tak enak. Takut ternyata ganggu orang nangis.

"[Name], mau cerita?"

"... Mau,"

"Ya sudah. Lo di mana? Biar gue samper, mau cerita via telpon sekarang juga boleh."

Tuh, kan. [Name] lagi-lagi baper. Gentar walau memang ribut, tak ada kalem-kalemnya, tapi sekali perhatian, ya kayak gini. Kan [Name] jadi naksir.

"Gue di parkiran belakang, yang biasa sepi itu ... bayangin aja, Ge. Gue udah effort siapin bahan dan lain-lain, uangnya juga uang gue. Pas mau hias booth, mereka bilang gak ada uang buat hias, OKEE SINI PAKE DUIT GUE! GUE KAYA ASAL LO TAU, GAPAPA UDAH, IKHLAS LAHIR BATIN. Tapi lo tau gak? Mereka malah nolak. Katanya mereka ada ide, gue gak usah terlalu mikirin. Mikirin junkfoodnya aja.

Karena dibilang gitu, otomatis gue percaya aja lah sama mereka. Gue cuma fokus di junkfood dan gak mikirin booth. Hari ini, gue dateng awal, Ge. Gue gak sabar mau liat booth gue secakep apa. Ternyata sama sekali belum dihias, cuma ada kertas HVS tulisannya 'junkfood'.

Gue kecewa berat. ENGGAK, GUE GAK BERMAKSUD PENGEN WOAH BANGET GITU. Sebenarnya gak dihias gapapa, TAPI LO KERJA APA KALO GAK HIAS BOOTH? SEMUA UDAH GUE KECUALI BOOTH. KESEL GAK SIH GE? huu, hiks. Kan, ah, gue sedih lagi."

Gentar mempercepat langkahnya. Suara tangisan [Name] entah kenapa terasa semakin kencang kalau Gentar dengar. Ia tahu, itu pasti karena dirinya yang meminta kejadian itu diungkit lagi. Sehingga [Name] jadi kembali merasa kecewa.

"Gue ke sana. Kita bolos aja ke pasar, yuk?"

"Hah....."

"Ambil helm A' Sori di motornya. Nanti gue bilang ke dia kalo gue yang pinjem."

"Gila lo, kita lagi Market Day wkwkwk."

"Dari pada lo nangis terus. Mau gak? Gue jajanin deh!"

"... Heran, lo kenapa baik banget."

"BURUUU AMBIL KALO MAU BOLOS. MUMPUNG GAK ADA YANG JAGA GERBANG BELAKANG NIH."

"SABAR MONYEEET, GUE BARU SELESAI NANGIS. LAGIAN KENAPA PASAR?"

Gentar terkekeh, "ya, pengen aja. Udah, lo gak usah nangis. Muka lo makin jelek. Gue sampe sana semenit lagi. Dah, gue tutup."

Setelahnya sambungan diputus oleh Gentar. Pemuda itu melanjutkan jalannya menuju ke tempat di mana temannya itu berada.

Gentar namanya. Yang selalu ada setiap kali [Name] sedang butuh sandaran. Pemuda ini memang menyebalkan, tapi cukup peka jika dirinya sudah mulai bersedih. Duh, [Name] jadi makin suka sama Gentar.

Akan tetapi, hati Gentar sudah diisi oleh gadis lain sedari awal SMA.

Pernah sekali, [Name] bertanya kepada Gentar; sehari sebelum dirinya dilamar oleh Sori.

"Gen, sebenarnya kita ini apa? Gue gak yakin ini bisa disebut sekedar teman."

"Calon ipar kalo gitu?" candanya. Ia tertawa renyah, padahal [Name] sedang serius.

"Serius woy!"

"HAHAHA IYAA, GAUSAH MARAH AH LO."

Gentar menyentil sedikit kening sang gadis, "gue sayang sama lo, [Name]. Sebagai Adek, sih. Bunda gue dari dulu selalu pengen punya anak cewek, gue jadi penasaran gimana rasanya punya Adek cewek. Sampe akhirnya ketemu lo. Buset, vibesnya Adek cewek banget. Serasa jadi Abang dadakan gue, tuh."

"Kan emang Abang."

"Maksud gue bukan Abangnya Sopan, tapi Abang dari Adek cewek gitu, loh. Lola lo."

Mendengarnya, [Name] menghela napas panjang. Apasih, yang ia harapkan dari Gentar? Sejak awal dirinya juga tahu jika Gentar tertarik pada gadis lain, bukan dirinya.

"Kakak-Adek zone nih, kita?"

"WKWKWKWK EMANG LO SUKA GUE?"

Tak Gentar sangka, [Name] malah mengangguk, membenarkan omongan asal Gentar tadi.

"Iya."

Sejak itu pula, mereka menjadi canggung.

---

"Lo beli ikan, [Name]?"

"Ya. Sori yang minta."

"Ohhh."

Aduh, canggung. Susah rasanya menjadi seperti saat masih zaman belajar.

"... Gimana hubungan lo sama dia, Ge?"

"Gak ada perkembangan."

"WKWK LU SIH JAMET."

"GUE GAK JAMET!"

"Yayaya. Gue sih iya aja, pokoknya sampe ada undangan nikah dari lo sama dia, gue bakal shock berat."

"Kenapa shock? Bangga, lah."

"YA SHOCK LAH, lo udah bertahan suka sama dia walau udah ditolak berkali-kali, Ge. Sekitar tujuh tahun lebih lo suka dia, Ge."

"Cinta itu butuh usaha, kata Bang Solar."

[Name] diam sebentar. Ia menoleh ke arah Gentar setelah pemuda itu berkata seperti itu. "Kenapa, lo?"

"... Iya, ya. Kenapa waktu itu gue langsung nyerah? Padahal gue bisa usaha buat ngejar lo."

Gentar tertawa canggung mendengarnya. Kenapa masih dibahas, sih? Gentar saja berusaha melupakan hari itu karena ia tak mau mengingatnya. Terlalu whcjdk untuk diingat.

"... Ya. Sekarang kamu sudah ada cowok lain, [Name]. Stop pikirin gue yang jahat banget udah baperin lo, bikin kakak-Adek zone, gak peka lo suka sama gue, bahkan tiap gue cerita tentang dia dengan seluru antusias gue, lo tetep ngeladenin, seolah lo b aja sama gue."

"Hahahah, oke. Gak usah gitu, gak Gentar banget. Gue jadi takut."

Setelahnya, perempuan itu melangkah lebih cepat menuju ke arah lain, meninggalkan Gentar seorang diri di belakangnya.

'Iya, lo jahat, Ge WUUU GENTAR ANJIR-'

______

Siapa yang tadu malem lagi nulis ketiduran? Saiaaaa ‼️

Sordy guys, aku tadi malem gak inget waktu. jam sebelas aku baru ngetik karena lupa habis baca Penance. Shdkckd itu bijin nagih.

Yh, khusus ini mau ceritain gentar sama nem aja, sih. Sebelumnya, ini tuh plot di gentar x nem tp versi hepi ending. Awalnya nem-nya gentar tuh mau kubuat gini. Tapi berubah pikiran, ini jadi nem-nya sori aja.

TAPI KARENA UDAH TERLANJUR DIBIKIN FLASHBACK MREKA JAMAN SKOLAH, akhirnya drpada sayang, gue revisi aja lagi (versi sad end) nya.

jiah, abang-adek zone.

see u nanti!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro