!¡ Besok Aja.
"Selamat datang. Selamat berbelanja," ucap sesosok pemuda berkacamata dari balik meja kasir dengan ramah, walau tak terlihat sama sekali saking datar wajahnya. Entah karena malam yang kian gulita atau memang seperti itulah dia tercipta. Bagaimanapun, ia harus bertanggung jawab atas pekerjaannya, termasuk menyapa pelanggan yang sekarang hanya ada dua orang gadis SMA saja.
"Dek Errin."
"E-eh, kenapa, Nee-san?"
"Liatin apa lo? Udah, yuk, cepetin beli jajannya. Ntar kemaleman lo baliknya. Apalagi si Naga tau-tau rewel dia." Salah seorang gadis berambut navy tersebut segera menarik lengan gadis yang merupakan adik kelasnya itu menuju bagian makanan ringan dengan tergesa-gesa pun hati-hati juga.
Kasian, bor, anak orang digeret-geret.
"I-iya, bentar." Si adkel bernama Yukigane Errin ini nurut dengan segera dan mulai menyamakan langkah.
Pun keduanya mulai memilah makanan ringan yang tersedia, hingga sesaat nada dering dari ponsel milik gadis berambut navy yang kerap diketahui dengan nama Shirotsuki Aoyuki ini memecah hening di AlfaSekolah seketika. Tentu saja membuat mereka parno bahkan bertanya-tanya ponsel siapa, sebelum akhirnya Aoyuki sadar, tetapi malah berdecak lidah. "Kaget, astaghfirullah," gerutunya sambil menyambar kasar ponselnya.
" ... Mualaf, Nee-san," ucap Errin mengrandom.
"Oya, sori," balas Aoyuki malah haha-hehe, sebelum akhirnya membaca nama sang pemanggil yang tertampil di layar ponselnya saat ini.
Incoming Call ...
Ketua Kelas Sebelah
Errin yang tak sengaja ikutan membaca pun mikir. "Ketua kelas sebelah?" tanyanya.
"Ya, si ono. Panjang umur dia."
Errin ber-oh ria, sementara Aoyuki menerima panggilan tersebut dengan menjawab, "Paan?" Nadanya mendadak judes.
"Wah, halo~ Gue baru aja selesai ngelayanin pelanggan, nih. Lo pasti di AlfaSekolah, 'kan? Nitip, ya. Besok gue gantian nraktir, deh."
"Gak mau. Ganti pake duit. Nitip paan?" balas Aoyuki to the point mengingat di luar semakin gelap saja. Sesaat parno, tapi berusaha gapapa. Seenggaknya ada Errin yang sama dia tengah memungut beberapa makanan ringan sesuai kesukaan.
"Hmmm, ada saran?"
"Seblak."
"Ish, ngga. Pedes kek mulut lo."
"By one kita."
"Canda elah! Posky sama permen karet aja, deh. Rasanya terserah lo atau kalau bisa rasa yang pernah ada."
"Kasian jombs dia, Dek." Tiba-tiba Aoyuki mencolek Errin yang baru saja mengambil sepaket roti tawar di dekatnya
"Eh, t-tak kira kalian pacaran," ucap Errin yang membuat Aoyuki mendelik seketika.
"Amin. Makasih, loh, Dek."
Berbeda dengan Aoyuki yang masih mendelik. "Sapa yang seeenaknya ngomong hoax ke kamu?" ucapnya bagai menginterogasi yang jelas tak setuju.
Errin menghehe. "Habis, aku jadi nyamuk," jawabnya.
"Cari gan--"
"Oya, sori, ya. Yaudah sudahan aja ngejajannya. Udah malem juga, nih, 'kan. Gak baik," ucap Aoyuki dengan sengaja agar si adek ngga ternoda sama ajakan sesat seseorang sedari tadi masih melakukan panggilan dengannya.
"Jangan lupa titipan gue lo, ya!"
"Besok aja."
"Hah?"
Sementara Errin asyik terkekeh, ketika berhasil menggoda dua kakelnya.
"Oya, lo pulang lewat Jl. Kenagan, 'kan?"
"Ya, emanglah. Lo mau gue mempersulit diri gitu?"
"Bukan, woy. Cuma mau bilang, awas aja, loh, di sana~ Gue baru dapat kabar kalau di sana ada hal-hal aneh terjadi. Apalagi lo berdua gadis-gadis."
"K-kenapa, Senpai?" Errin yang tak sengaja mendengar pun parnolah dia.
Seketika Aoyuki siap gelud dengan dia yang di seberang. " ... Candaan lo jelek," katanya.
"Eh, beneran, loh!"
"Yaudah sini jemput kita." Aoyuki mulai kesal beneran.
"Lah, terus sapa jaga kuil?"
"Ck, alesan."
"Gak apa-apa, 'kan, Nee-san? Gak ada kek gituan, 'kan?" tanya Errin agak gemetaran, walau sering kali melihat makhluk tak kasat mata, ia masih belum terbiasa dengan kehadiran mereka yang tiba-tiba terlihat oleh netra.
"Katanya, sih, beberapa liat di sana," jawab dia yang di seberang sana. Nampak ngasal lama-lama.
"Ck, apaan, sih? Setan? Udah, biarin. Gue setannya," balas Aoyuki seraya menenangkan Errin.
"Gelap, loh~"
"Emang di tempat lo gak gelap?" Oke, sekarang Aoyuki yakin jika si sialan berkedok kawan di seberang sana sudah ngaco dari awal.
"Ngga, lah. 'Kan ada cahaya, cahaya harapan."
"Ngarep terus sampe mampus. Dah, gue cabut."
"Titipan gue plis."
"Ya, tahan, tuh, laper. Jangan mokad karena baper."
"Ano, Nee-saan-"
"YA, TAPI-"
"Dah, dah, yuk. Sori lo malah jadi nyamuk lagi, deh." Aoyuki membawa keranjang belanjaan ia dan Errin, kemudian menggandeng gadis tersebut untuk segera membayar ke kasir, setelah mengakhiri panggilan secara sepihak sesegera mungkin.
Sesampainya di kasir pun Errin menyerahkan kartu debitnya, sementara Aoyuki memberi uang tunai untuk membayar masing-masing dari barang mereka yang telah dihitung oleh mas kasir yang nampak tak bertenaga saking datarnya dia. Sesaat dua gadis yang baik hati itu malah mendoakan agar si mas benar-benar baik-baik saja, ketika keduanya telah mengangkat kaki dari sana bersama dengan barang belanjaan mereka.
Perjalanan pulang Aoyuki dan Errin penuh dengan sepi. Bahkan benar dengan apa yang dikatakan kawan Aoyuki di AlfaSekolah tadi. Suasananya menegangkan sekali. Gelap yang hampir ada di setiap langkah kaki pun membuat Errin yakin bahwa bakal ada saja makhluk halus yang mengintai. Aoyuki berusaha tenang dalam menghadapi gelap yang seolah tiada akhir ini, walau sesungguhnya ia yang lebih parno karena terang lampu jalannya minim sekali.
Namun, agaknya tak begitu sunyi, ketika keduanya masih mendengar nyanyian binatang malam yang seolah menemani mereka sepanjang perjalanan kaki. Pun disusul dengan terbukalah topik pembicaraan di antara mereka yang di mulai oleh Aoyuki yang bertanya, "Oya, gimana urusan anak barunya? Udah selesai, 'kan?"
Errin balas dengan mendengus sebal terlebih dahulu. "Belum, sih, tapi tinggal sedikit. Ya, biasalah, Nee-san. Waketosnya sok sibuk ngurus ekstrakulikuler sepak bola, sekretos malah jadi wali guru lain, si bendahara malah ngikut olimpiade, sisanya gak tahu mau gimana karena bukan tugas mereka. Kok gak ganti aja gitu, 'kan, ya?" curhatnya sampai-sampai langkahnya berubah menjadi hentakan penuh amarah.
"Gapapa, Dek. Kamu berjasa banget sama sekolah. Besok-besok minta penghargaan Nobel aja," ucap Aoyuki mengreceh seraya menepuk-nepuk bahu si adek.
"Siap, Nee-san, kalau bisa," jawab Errin seraya menghela napas pasrah.
Aoyuki ikut cemberut. "Ah, ayo, sini, gue bantu ngedata, ya! Pokonya kirim aja filenya langsung pas lo udah sampe rumah! Harus!" kata Aoyuki bagai mengucap deklarasi.
"T-tapi, Nee-san, 'kan-"
"Lebih gawat lagi kalau datanya gak selesai besok pagi, 'kan, Dek? 'Kan murid barunya bakal masuk mulai besok, toh? Makanya, tenang aja sama ujian gue, mah," balas Aoyuki nampak santai. "Selama ada orang dalem, semuanya baik-baik saja!" tambahnya yang nampak begitu bangga.
Sesaat Errin menahan tawa. "Oke, deh. Makasih, Nee-san!"
"Sans." Aoyuki tersenyum sambil pat-pat kepala si adek.
Tak lama nada dering yang sama terdengar kembali. Aoyuki pun Errin sama-sama berhenti di satu sisi jalan dengan cahaya yang cukup untuk menerangi. Pun tak disangka pemanggil yang sama menelpon lagi.
"Kenapa lagi?" tanya Aoyuki setelah menerima panggilan tersebut.
"Urgent, Kakek lo minta lo segera balik, karena cuma lo yang tau kondisi Nenek katanya."
"O-oh, iya, iya. Bentar ini dah pulang, kok. Sudah lo bantu kasih obat, 'kan?"
Sementar Errin yang tidak tahu mengapa pun khawatir juga memilih untuk berinisiatif bertanya, "Kenapa, Nee-san?"
"Oh, anu, Nenek sakit. Jadi, gue mau buru-buru pulang ini, tapi mana mungkin gue ninggalin lo sendirian anjir? Yoklah, gue anter," ucap Aoyuki seraya menggandeng Errin untuk segera cabut.
"E-eh, ngga usah gapapa, kok, Nee-san! 'Kan ini urgent, jadi Nee-san duluan aja," kata Errin merasa tak enak juga.
"Jangan, lah .... Lo masih kicik."
"Eheheheh."
Seketika Aoyuki larut dalam berpikir. "Hmmmm, oya, ada alat praktik kimia lo di kamar gue. Gimana kalau kita sama-sama ke kuil dulu terus gue anterin lo pulang?" tawarnya kemudian.
"Eh? Hmm, nggak, deh, Nee-san, besok aja. Ngerepotin ...."
"Tapi--"
"Gapapa, kok! Tinggal beberapa meter juga rumah saya ini. Jadi, Nee-san duluan aja," ucap Errin yang nampak senang hati mengizinkan.
"Hmmm, oke, deh. Hati-hati, loh, ya! Ketemu besok, oke? Oh, jangan lupa file anak barunya! Bye!" Segera setelah itu, Aoyuki berlalu pergi, setelah benar-benar yakin jika Errin bisa pulang dengan selamat sampai rumahnya nanti.
Errin tersenyum tipis. "Siap, Nee-san. Dadah~" katanya seraya melambai kecil yang kemudian kembali kepada realita jika ia harus menghadapi kegelapan dan mungkin hal mistis seorang diri mengingat masih ada beberapa sudut gelap jalanan yang harus ia lalui, hingga benar-benar sampai di rumahnya dalam keadaan baik, termasuk jantung yang daritadi dag-dig-dug ini.
"Hahh ... , yosh ... !" gumam Errin menyemangati diri yang kemudian melangkah dengan penuh ketar-ketir sesaat telah memasuki bagian gelap yang lain sampai-sampai keringat dingin.
KLANG!
Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja Errin menduga jika ia telah diikuti oleh seseorang. Tak banyak yang bisa si gadis lakukan saking ia ketakutan, selain bibir yang komat-kamit baca doa. "Please, God, aku menyayangi-Mu, tapi jangan buat aku mokad karena takut ... !"batinnya yang sampai menggerakkan bibirnya juga.
"Yokatta, lo berhenti."
"Kyaa--!"
"Sst ...."
Sesaat Errin membuka mata yang disambut dengan tatapan datar dari manik dark cyan milik mas kasir AlfaSekolah yang merupakan sang pelaku yang mengikuti sampai menepuk bahu Errin barusan pun sekarang menutup mulut si gadis yang sempat hendak melepas teriakan. Namun, bukan berarti Errin bisa merasa aman. Ini justru menambah ketakutan pun kecurigaan.
"Sorry ngagetin lo. Gue cuma berusaha ngembaliin ini," ucap mas kasir seraya menunjukkan kartu debit Errin, setelah melepas si gadis yang nampak masih berkeringat dingin.
"E-eh?" Errin kaku sesaat, sebelum akhirnya menyadari tangan mas kasir yang menyodorkan kartu debitnya. "M-makasih! Maaf ngira kamu orang jahat!" tambahnya seraya membungkuk penuh rasa bersalah.
"Wajar," jawab mas kasir nampak santai seraya menyakukan kedua tangannya.
"I-iya, s-sorry, ya ... !" Errin tak bisa lepas dari rasa bersalah pun malunya.
"Hm, yaudah. Lo lewat jalan sini, 'kan?" tanya si mas yang dijawab dengan anggukan oleh Errin. "Oke, ayo," ucapnya lagi yang tiba-tiba berjalan menjauh begitu saja.
Sesungguhnya Errin tak mengerti mengapa pun harus apa. Entah takut dan ragu atau memang tak paham akan apa yang dikata oleh si mas kasir AlfaSekolah.
To Be Continued
Story By -freude
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro