13
17+ -> Nggak terlalu detail kok hehe😅
Gadis itu mengerjapkan pandangannya. Matanya mencoba beradaptasi dengan cahaya yang masuk. Sinar matahari menembus celah-celah genting. Dan salah satu sorotnya mengenai kedua mata indah itu.
Mirna meringis merasakan kepalanya sakit seolah dihantam keras oleh ribuan ton besi. Apa yang ia lihat terasa berputar. Alhasil, gadis itu hanya bisa menutup matanya seraya meredam dentaman kepalanya yang terus berdenyut.
"Kau tak apa?"
Suara berat itu sedikit mengejutkan Mirna. Namun, keadaan yang memaksanya untuk tetap menutup mata.
"A-aku dimana?" tanyanya serak karena tenggorokan yang kering.
Pria itu tidak tega melihat kondisi gadis tersebut. Sebuah botol minuman berisikan air mineral yang biasa ia bawa sewaktu berperang, diarahkan pada mulut gadis tersebut.
Seketika, kesegaran mengalir di tenggorokannya. Dahaga yang ia derita sekejap menghilang.
Pria tersebut kemudian menjauhkan botolnya setelah dirasa cukup. Lantas ditatapnya gadis itu penuh prihatin.
"Kau merasa pusing?"
Mirna hanya bisa mengangguk. Ia terlalu lemah untuk menggerakkan badannya seperti biasa.
"Aku dimana?" tanyanya lagi karena suasana tempat ia membaringkan badannya terasa asing. Alasnya bertanah dan di bawah kepalanya terasa menusuk halus kulit kepalanya. Seperti... ia tidur berbantalkan tumpukkan jerami.
"Kau ada di salah satu gudang, Mirna."
Mirna mengernyit meski matanya dalam keadaan tertutup. "Kenapa aku bisa di sini? Mana Emakku, Kihito?"
Kihito menghela napasnya sebentar. Begitu berat mengatakan sebuah kebenaran yang tersurat kabar menyedihkan pada gadis tersebut. Inginnya Kihito membuat gadis itu lupa perihal peristiwa semalam. Tapi, Kihito juga tidak tega bila harus membohongi Mirna.
"Dia... baik," jawab Kihito sekenanya. Dan Mirna merasakan keraguan di dalamnya.
"Kamu tidak menipuku?"
Kuharap begitu.
"Tentu tidak. Untuk apa saya menipumu?"
Mirna lantas membuka perlahan matanya. Dan seketika menutupnya kembali secara spontan karena cahaya yang terlalu banyak menembus retinanya. Kihito dengan penuh perhatian, mengatapi kedua mata indah milik Mirna dengan tangannya.
"Kau bisa membuka matamu sekarang."
Mirna mengikuti instruksi Kihito. Perlahan, kelopak itu terbuka. Yang pertama Mirna lihat adalah tangan Kihito yang menghalangi cahaya masuk ke matanya.
Dengan sekuat tenaga, Mirna mengubah posisi tubuhnya untuk lebih ke atas. Sehingga cahaya dari celah atap itu tidak sampai ke matanya.
Kihito menurunkan tangannya kembali. Merasa bantuannya tidak diperlukan lagi.
"Kenapa aku bisa di sini?"
Kihito tidak membalas dengan cepat. Sekali lagi, pria itu enggan jujur. Entah kenapa, Kihito tidak tega bila harus menyakiti Mirna dengan membohonginya. Perasaan itu tiba-tiba saja datang. Entah perasaan tidak tegaan pada umumnya ataukah ada perasaan yang bermakna lain di dalamnya. Kihito sendiri sulit menerka itu.
"Sa-saya menemukanmu pingsan, Mirna," sahut Kihito seraya menatap seisi bangunan itu. Ia tidak sanggup menatap lawan bicaranya jika berbohong. Dan entah kenapa ketika ia mengatakan sesuatu yang bertolak belakang dari fakta pada Mirna, ia merasa menjadi seorang pendosa.
Kenapa perasaannya pada gadis itu bisa sedalam ini?
"Pingsan?" Alis Mirna berkerut. Gadis itu benar-benar lupa soal kejadian sebelum ia pingsan.
"Ya, saya tidak tahu alasan intinya. Cuma itu yang saya tahu." Kihito berdiri. Tanpa sadar, sebuah lipatan kertas ke luar dari saku celananya.
Mirna yang melihat itu ingin mengatakannya. Tapi, Kihito sudah terlanjur ke luar dari bangunan. Alhasil, gadis itu diam kembali.
Namun, ada sudut hatinya yang penasaran pada lipatan kertas tersebut. Tiba-tiba rasa penasaran mendera perasaannya.
Dengan sisa tenaganya, Mirna duduk. Dan mengulurkan tangannya untuk mengambil kertas yang berada di samping betisnya. Lalu, Mirna berbaring kembali.
Sebelum membuka apa isi surat tersebut, Mirna mengusap kertas itu. Ada sengatan familier ketika ia memegang kertas tersebut. Ada rasa yang selama ini menghilang dan datang kembali. Ada rasa yang membuat dirinya merasakan kehadiran seseorang.
Hingga rasa penasaran itu tidak bisa terbendung lagi. Mirna membuka lipatan kertas lusuh tersebut. Seolah usianya memang sudah lama.
Napas Mirna serta-merta tercekat sewaktu pertama kali surat tersebut menunjukkan isinya. Mirna terkejut bukan kepalang. Tulisan itu, tulisan yang begitu familier di ingatannya.
Tulisan itu bukan tulisan yang selalu menerornya beberapa hari ini karena bentuknya yang berbeda-beda. Tapi, tulisan ini milik sahabatnya.
Dan Mirna mengetahui satu hal.
Tarwin pasti ada sangkut pautnya dengan Kihito.
**
Pria itu menendang rumput tak berdosa di depannya. Lantas memandang kolam ikan berair keruh di depannya seraya menghela napas berat. Tidak tahu kenapa, perasaannya benar-benar terasa gamang.
Hidupnya tak berporos kemana pun. Kondisi wanita yang dicintainya mendadak bukan lagi rutinitas di pikirannya. Melainkan gadis yang baru ia kenal beberapa harilah yang membuat hari-harinya terasa berbeda.
Perasaan waspada selalu menyelinap ke dalam pikirannya. Entah itu karena sifat manusiawinya ataukah perasaan.... Tidak, ia tak mungkin mencintai perempuan lain dengan cepat. Ia tak mudah menerima keberadaan orang lain dengan spontan. Pasti ada hal lain. Dan Kihito tak memahaminya.
Suara semak-semak bergesekkan menyentakkan lamunannya. Kihito mengedarkan pandangannya ke seluruh daerah yang berdominasi warna hijau karena rerumputan liar.
Tapi, ada satu semak-semak yang membuat rasa curiga itu muncul. Pria itu perlahan mendekati tempat tersebut.
Hingga tinggal beberapa langkah lagi, Kihito berhenti. Suara desahan pria dan wanita seketika membuat tubuhnya panas. Ada rasa yang selama ini hilang namun familier, datang kembali.
Ia bergairah.
Suara-suara itu mengaktifkan kembali hormonnya yang selama ini tertidur. Peluh mulai bercucuran. Yang ia tahu, dirinya butuh pelampiasan. Seketika nafsu binatangnya tak bisa terkontrol. Akal sehatnya mendadak buta. Dan ia pun pergi meninggalkan tempat tersebut dengan cepat.
**
Brak!!
Suara pintu terbanting membuat Mirna terbangun dari tidurnya. Ia sedang mengerjapkan pandangan ke seluruh sudut ruangan. Hingga sosok yang tak ia kenal mendekati dengan seringaian mengerikan.
Mirna terduduk. Ia menjauhkan diri dari pria yang saat ini mendekatinya. Tatapannya tak bisa Mirna pahami. Namun, tatapan itu sudah tidak asing lagi di benaknya. Ada puja dan kagum tersirat di mata itu.
Mirna takut. Bibirnya bergetar dan tubuhnya beringsut diseret mundur.
"Kau benar-benar luar biasa, Sayang."
Mirna semakin ingin menenggelamkan diri ke dasar bumi. Pria itu pasti punya niat buruk terhadapnya. Mirna berusaha tetap menjauhkan diri. Namun, tenaganya terlalu lemah. Pria itu serta-merta mencengkram kedua bahunya. Kepalanya didekatkan ke arah Mirna.
Kedua mata tajamnya fokus pada bibir gadis itu. Mirna semakin kalap. Dengan sekuat tenaga, ia mendorong pria itu hingga terjungkal beberapa senti di depannya.
Mata memuja itu seketika dibalut amarah. Ada harga diri yang merasa terinjak. Pria itu ternyata tidak menerima dirinya ditolak secara gamblang. Intinya, gadis itu sudah terlalu besar kepala karena semua pria menginginkannya.
"Kau jangan sombong! Memang kau siapa bisa menolakku hah?!" suaranya menggema membuat Mirna semakin ketakutan.
Pria itu mendekatinya kembali dan merobek habis baju yang Mirna kenakan. Amarah itu tergantikan oleh gairah. Mirna sontak menutup tubuhnya yang tidak tertutupi oleh apapun.
Ia ingin mati. Ia tidak mau memberikan harta berharganya pada pria yang bahkan tidak ia kenal sama sekali.
"Kau terlalu indah jika dilewatkan."
Mirna menutup paksa matanya. Ia tidak kuat untuk sekadar berteriak. Ada tembok yang menahannya untuk memberontak. Dan pria itu sudah mulai menyentuh bahunya.
Tubuh Mirna seketika bergetar. Ia merasa sudah menjadi manusia terhina.
"Pergi!"
Pegangan di pundak Mirna terlepas. Suara familier itu mendatangkan perasaan lega pada Mirna. Tapi, Mirna tetap tak bisa membuka kedua matanya. Ia malu karena keadaan dirinya yang mengenaskan
"Bukalah matamu. Dia sudah pergi, Mirna."
Mirna menggeleng.
Gadis itu tidak tahu. Kihito sedang kesulitan menahan hasratnya. Tatapan datar miliknya tergantikan oleh gairah yang membuncah. Bohong, kalau pria itu tak tergoda. Kejadian di kolam tadi ditambah keadaan Mirna yang hanya mengenakan celana kainnya saja, sudah mengundang sisi lain Kihito.
Otaknya yang sempat dipenuhi rasa marah, sekarang tergantikan oleh rasa damba. Pria itu semakin mendekat lantas berjongkok mensejajarkan diri dengan posisi Mirna.
Ditatapnya bibir gadis itu. Hingga akhirnya pria itu memiringkan kepalanya dan menyentuhkan bibirnya pada bibir milik gadis itu.
Mirna membelalakkan matanya. Ia hendak mendorong Kihito, tapi tenaga gadis itu sudah terkuras habis. Ditambah tak ada asupan kalori masuk ke dalam perutnya.
Kihito semakin lupa diri. Ia mendorong bibir Mirna dan ditahannya tengkuk gadis itu. Napas Mirna semakin menderu. Ia butuh oksigen.
Seolah tahu, Kihito melepas pagutan mereka dan menatap sebentar kedua mata indah Mirna. Tak membuang waktu lama lagi, Kihito kembali menerjang bibir Mirna yang tampak semakin menggoda. Ia mendorong tubuh Mirna hingga berada di bawahnya.
Dan hari itu, Mirna harus kehilangan harta berharganya oleh pria yang ia cintai di saat hati pria itu sudah dimiliki oleh wanita lain.
**
Tbc tralala~
See u next update😅
**jangan baca kalo gaje: Okesip, ini bagian *uhuk* dewasanya. Ada yang kecewa mungkin karena kurang detail. Atau mungkin ada yang seneng. Entahlah, persepsi orang-orang beda.
Tapi, aku mau bilang: aku nggak pengalaman bikin adegan kayak gitu. Aku masih naif soalnya qaqa. Lagian aku emang nggak mau nekenin bagian itunya. Aku cuma mau Mirna kecewa sama Kihito karena cowok eh bukan, pria maksudnya, udah bikin Mirna kehilangan hartanya. Lagian kan pas zaman itu lagi banyak itu2nya. Kata guru sejarah sih gitu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro