Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

28. Ending



Seperti yang kita ketahui, Takuya adalah manusia sibuk. Sibuk dengan dunianya sendiri. Sibuk dengan kesibukannya. Dan sibuk menyibukkan diri.

Oh tentu saja tidak. Dia benar-benar sibuk. Hingga sosial medianyapun lupa dia sapa. Terlebih dia adalah salah satu pemuda aktif di komplek rumahnya. Dan juga anggota OSIS di sekolahnya. Apalagi sekarang kabarnya dia akan dicalonkan menjadi ketua OSIS. Bisa kebayang betapa sibuk dirinya

Ini masih bulan Agustus, sebenarnya masih jauh pada pemilihan ketua OSIS yang akan terlaksana sekitar bulan Desember mendatang. Tetapi memantaskan diri menjadi pemimpin harus dipersiapkan sejak dini bukan? Eits, dia juga tidak lupa akan jabatannya yang sekarang masih ia sandang. Sebagai wakil bendahara yang bijaksana, ia selalu menjalani tugasnya dengan baik.

Tanpa sadar ia melupakan seseorang yang selalu menantinya. Seseorang yang perlahan tergantikan dihatinya oleh kesibukannya. Seseorang yang selalu menjadi tambatan hatinya.

Rista.

Sudah dua hari dia tidak dikabari. Dan itu membuatnya keki. Menunggu bukan hal yang ia sukai. Tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ponsel sang kekasih sering kali tidak aktif. Di sekolahpun jarang bertemu. Bahkan ia tidak tahu apakah Takuya Sekolah atau tidak. Punya pacar satu sekolahan saja susah untuk bertemu. Apalagi kalau beda sekolah.

Padahal beberapa hari lagi hubungan mereka akan menginjak satu bulan. Yaps, tepatnya tanggal tujuh Agustus nanti. Tanggal yang ditunggu-tunggu bagi keduanya.

***

Drrrt drrrt

Ponsel pintarnya berdering. Segera saja Rista mengangkatnya setelah tahu siapa sang pelaku yang memanggilnya itu. My beloved. Ahh akhirnya dia menghubunginya lagi.

"Hallo."

"Bisa kita bertemu?"

"Boleh."

"Tunggu aku di cafe depan Taman Kota."

"Jamber?"

"Setengah delapan malam."

"Malem?"

"Iya, aku nggak punya waktu kalau siang."

"Baiklah."

"Maaf, ya. Nggak bisa jemput. Motorku si service. Ini aja bakal di anter bunda."

"Iya nggak papa, kok. Abang Raka siap mengantarku. Hehe."

"Okey sampai bertemu."

Tut

Sambungan telepon terputus. Setelahnya Rista tersenyum bahagia karena akan bertemu dengan Takuya di luar sekolah. Bisakah ini di sebut dating? Atau kencan mandiri? Karena ini memanglah kencan tanpa pengawasan. Tak seperti saat double date. Mereka kelak hanya berdua saja. Tanpa pantauan. Dan gangguan orang lain.

***

Selepas maghrib, Rista sudah sibuk mempersiapkan diri untuk kencan malam ini. Berkali-kali dia menarik pakaian dari lemari. Memasangkannya ke badan. Setelah merasa tidak cocok, lantas ia melemparnya ke ranjang. Hingga tempat tidurnya itu kini sudah menggunung tinggi karena ulahnya sendiri.

Hingga akhirnya ia menemukan kemeja pink dengan motif hati pemberian dari Raka saat ulang tahun ke 15 tahun lalu. Di padukan dengan jelana jeans hitam sepertinya menarik.

Ristapun mengganti pakaiannya dengan apa yang barusan ia temukan. Lalu bercermin lagi. Ahh tidak buruk.

Kemudian ia duduk di depan meja rias. Menata rambut panjangnya. Sepertinya di gerai lebih cocok -pikirnya. Memakai anting. Dan memoles sedikit dengan make up. Tak lupa memasang kalung sebagai pemanis.

Setelah dirasa cukup rapi. Ia beranjak dari duduknya. Membuka pintu kamar. Dan mencari sosok sang kakak yang biasanya sedang menonton acara televisi di ruang keluarga.

"Hayu."

****

Takuya memasuki café di sudut ruangan yang telah ia pesan. Café yang pernah ia kunjungi dengan Rista beberapa waktu lalu itu, nampak berbeda. Agak lebih sepi. Dikarenakan ini bukan malam minggu. Jarang sekali orang-orang berkencan selain di malam apel. Bukan hanya itu saja, café ini berbeda karena jika malam hari suasana di café ini jadi agak romantis. Lampu-lampu menyala cantik dengan penerangan tidak terlalu menyilaukan mata, mungkin mendekati redup. Lilin-lilinpun seakan ikut membantu sang penerang utama untuk mempercantik café itu. Juga suara piano yang menggema membuat malam ini tampak indah.

Tetapi tak ada yang lebih indah dari seorang gadis yang sedang menatap sibuknya kota Jakarta melalui jendela besar disudut café itu. Sangking asyiknya, gadis itu tidak menyadari saat Takuya duduk dihadapannya dan memandangi wajahnya intens.

Hening. Keduanya terlarut dalam kesibukan masing-masing.

Hingga Rista merasa bosan dengan kegiatan itu, ia menoleh dan tersentak –hampir terjengkang- karean tiba-tiba orang yang ia tunggu sedang menatapnya.

"Pertama kali, ya, liat sibuknya kota Jakarta pada malam hari?" Rista mengangguk membenarkan. Selama hidupnya, ini pertama kalinya ia melihat Kota tempat tinggalnya. Ternyata lebih sesak dari apa yang ia lihat di televise.

"Mau pesan apa? Aku yakin kamu belum makan, kan?" Rista mengangguk lagi. Ia memang sengaja mengosongkan perutnya, untuk menerima makanan yang akan ia pesan bersama kekasihnya malam ini. Bahkan ketika sang Ibu mengajaknya makan malam tadi, ia menolak.

"Mau makan apa?"

"Nggak tahu, aku ikut kamu aja."

Takuya terdiam sambil mengamati daftar menu yang beberapa waktu lalu diantarkan oleh seorang pelayan. "Kamu nggak ada alergi atau pantangan makan sesuatu?" Rista menggeleng. "Aku omnivora, tetapi cuma nggak bisa makan makanan pedas dan panas aja," ucapnya diiringi senyuman.

Takuya mengangguk. Lantas melambaikan tangan kepada salah satu pelayan yang berada dekat dengan mereka.

***

Acara makan selesai, kini piring-piring yang tadi berisi spaghetti, steak juga kentang goreng telah ludes. Yang tersisa hanya jus jeruk yang masih sedikit penuh milik Takuya dan hanya tertinggal es batunya saja milik Rista. Karena dia kepedasan, padahal saus spaghetti tidak sedahsyat itu pedasnya –menurut Takuya.

Setelah rasa pedasnya reda, ia menatap Takuya. "Katanya mau ngomongin sesuatu?"

Takuya tergagap. Bingung harus memulai dari mana. Tanpa sadar ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Menggigit bibir bawahnya mencoba meredam rasa gugup. Saat matanya bertemu dengan onyx milik Rista, ia berpaling. Lebih memilih menatap tangannya yang bertautan dibawah meja.

"A-a-aku." Rista semakin penasaran. Ia semakin menatap Takuya lebih dalam walau nyatanya Takuya tak berani membalasnya.

"A-a-ku ... ingin kita putus." Sontak itu membuat wajah Rista kehilangan ekspresinya. Dia menatap datar pria dihadapannya. Tiba-tiba matanya memanas, dan ia merasakan ada sesuatu yang menyeruak ingin keluar. "Kumohon jangan bercanda," ucapnya diiringi tawa yang malah terdengar menyedihkan.

"Aku tidak sedang bercanda."

Rista menghela napas, lantas tersenyum. "Kenapa?"

***

Aku mencintainya. Sungguh. Tetapi, mau bagimana lagi. Dia yang mengakhiri hubungan kami. Aku tahu, cinta tak harus memiliki. Aku tahu, aku masih boleh mencintainya, walaupun tanpa status. Aku tahu, kami masih bisa berdamai sebagai teman.

Dan aku tahu, Takuya juga masih mencintaiku. Hanya saja keputusannya sudah bulat dan tak bisa diganggu gugat. Malam ini, hubungan kami berakhir. Walaupun aku telah memohon padanya, tetapi air mata dan wajah sedihku tak mampu membuatnya luluh. Dia tetap teguh.

Aku melangkah gontai menuju seberang jalan. Sudahku bilang, rumahku tidak begitu jauh dari café tempat kami bertemu. Tetapi aku sadar, ini malam hari. Tidak ada angkot yang lewat. Dan tak memungkinkan untuk berjalan kaki. Maka dari itu, aku menunggu Abang Raka di taman kota. Untung saja disini ramai. Tak akan ada yang berani mengangguku. Tetapi aku merasa risih, karena aku tak bisa bebas mengeluarkan air mataku. Hanya isakan tertahan dan air mata yang merembes dari kedua kelopak mataku. Dan anehnya, mereka yang lalu lalang menatapku khawatir. Mungkin gara-gara aku membawa tambang.

***

Takuya keluar dari dalam café itu setelah membayar pesanan. Melangkahkan kaki ke luar sambil merenungi keputusannya. Ada rasa aneh yang tertinggal saat gadis itu berlinang lantas lari dari hadapannya. Khawatir. Itu mungkin yang ia rasakan. Bagaimanapun ia masih mencintainya walaupun hubungan mereka telah kandas.

Ada rasa takut mengingat ini sudah malam, terlebih Rista adalah seorang wanita. Takut terjadi apa-apa. Dan takut dia bertindak yang tidak-tidak.

Dia adalah cinta pertama Rista. Jelas, dia juga mantan pertamanya. Dan ini adalah rasa sakit diputuskan yang pertama juga baginya. Oh, malangnya.

Samar ia mendengar orang-orang berbisik di sekitarnya. Tidak begitu jelas. Tapi ia yakin mereka sedang membicarakan seseuatu yang hangat dan menarik untuk dibicarakan.

Ia menepi akibat rasa lelah dihati yang tak ia mengerti. Gelisah saat mendengar orang-orang bergumam semakin kentara di telinganya. Ada apa ini? mengapa ia merasa ada yang tidak beres.

Lalu ada seorang mendekat menyadari kegelisahannya. "Lo kenapa?" Ia tersentak. Menoleh dan mendapati seorang gadis imut rambut merah di bob sedang menatapnya khawatir.

"Nggak pa-pa." Cewek itu mengangguk. "Lo udah ke TamKot belum? Ada gadis bawa-bawa tambang sambil mewek-mewek. Gue yakin itu tambang buat bunuh diri. Kayaknya itu cewek depresi, habis diputusin pacarnya kali, ya."

Deg!

Takuya menegang mendengar perkataan si bob merah tadi. Tanpa menoleh ia berlari ke seberang jalan. Mengabaikan teriakan si gadis dan klakson mobil yangsaling bersahutan menyuruhnya berhenti. Dan ia tidak peduli. Terus memacu diri hingga yang ia cari didapati.

Peluh bercucuran dan napas yang memburu menandakan betapa panik dirinya. Ia berhenti ketika berada di tengah-tengahh lokasi tujuan.

Dimana dia?

Matanya nyalang terus mencari. Tapi tak kunjung ia dapati. Hingga ia melihat siluet seseorang dengan rambut tergerai yang menutupi sebagian wajahnya. Tanpa disadari, senyumnya merekah. Ia melangkah mendekat dengan pasti.

Isakan pilu yang teredam menemani langkahnya. Semakin mendekat, semakin jelas. Ia yakin, suara itu dari seorang yang menjadi tujuannya melangkah. Suasana remang-remang membatasi penglihatannya.

Benar saja, saat ia berhadapan dengan orang itu, rambutnya yang panjang tergerai acak-acakan. Cahaya wajahnya padam. Di pipi agak tembamnya ada jejak-jejak air mata. Juga calon jejak ikut menyertainya. Hatinya teriris melihat sang 'mantan' yang tampak kacau.

"Rista!" panggilmya lirih. Cewek itu mendongkak, dan terhenyak mendapati Takuya menatapnya iba.

"Pergi! Aku sedang ingin sendiri!" teriaknya dengan suara parau.

"Aku nggak bisa ninggalin kamu sendiri dengan keadaan kayak gini," ucapnya lembut.

"Justru dengan adanya kamu di sini, nggak bikin semuanya membaik!" ujarnya semakin lirih dikalimat akhir. Ia beranjak dan melangkah satu langkah kecil. "PERGI!"

Ia berteriak yang membuat orang-orang di sekitarnya mengalihkan focus pada mereka. Jika dalam keaadaan normal, Rista akan merasa malu menjadi pusat perhatian. Sekarang tidak, ia merasa tidak peduli dengan tatapan mereka.

"Rista! Aku takut kamu melakukan hal yang tidak-tidak," ujarnya masih dengan nada yang lembut. Mencoba mengabaikan teriakan Rista yang telah mengusirnya.

"Komohon, hidupmu bukan Cuma tentang aku. Pikirkan orang tuamu! Kakakmu! Semua yang menyayangimu." Rista diam dan berhenti menangis, menyimak apa yang diucapkan Takuya selanjutnya. Hanya isakan yang kini menjadi latar.

"Komohon jangan melakukan hal bodoh. Istighfar Rista! Istighfar!" Rista mendongkak cepat menatap Takuya dengan wajah terkejut.

"Maksud kamu apa?"

"Jangan bertanya seolah-olah aku nggak tahu, deh." Takuya berdecak.

Rista bergeming tampak berpikir. Ia sedang menghubungkan apa yang terjadi dengan apa yang didengarnya. Dahinya berkerut. Sekeras apapun ia berpikir, ia tidak menemukan jawabannya. Hanya kebingungan yang menyertai.

"Coba kamu ucapkan yang jelas! Aku nggak faham."

"Kamu mau bunuh diri, kan!" Rista terlonjak. Ternyata sang mantan telah salah paham dengan apa yang ia genggam. Rista menepuk jidat lantas menghela napas.

"Kamu salah paham. Aku nggak bakal segila itu, kok!"

"Terus itu apa?" Takuya menunjuk tambang yang berada di tangan kanannya.

"Tambang, lah!"

"Tuh, kan. Kamu pasti ..."

"Jangan suudzan. Aku bawa tambang ini bukan buat bundir kok. Lagian kalau aku putus asa dan pengen mengakhiri hidup mending nyayat nadi dari gantung diri."

"Terus?"

"Kan, bentar lagi agustusan, lumayan buat lomba tarik tambang." Takuya cengo. Mantannya ini memang unik. Saat putus cintapun ia masih ingat dengan kemerdekaan negeri. Sangking uniknya, ia membuat orang-orang berpransangka buruk. Juga membuatnya lari kalangkabut hanya karena tambang. Tambang sialan!

"Yaudah, aku pulang dulu ya. Bye!" Rista melambaikan pada Takuya dan melenggang pergi melewatinya sambil menyeret tambang yang ia temukan tadi.

"Tunggu!" Takuya mencekal tangan Rista lembut. Seakan takut, jika digenggam terlalu keras akan melukai tangan indah itu.

Rista berhenti dan menunggu ucapan Takuya selanjutnya. "Kita berteman, kan?" Ia berbalik dan mendapati Takuya dengan wajah penuh harap. Rista tak tega. Akhirnya ia mengacungkan jari keligking kanannya. "Teman?" Takuya menerimanya dan menyatukan kelingking keduanya.

Malam itu, malam yang pilu bagi keduanya. Tetapi selalu ada hikmah dibalik semuanya. Ya, terciptanya hubungan baru tanpa saling mengekang.

Teman.

Cinta tak harus memiliki bukan?

Mereka masih bisa saling mencintai tanpa harus memiliki

Hubungan mereka berakhir tepat satu hari sebelum anniversary pertama mereka dilangsungkan. Tak mengapa, cinta bukan mengenai tanggal jadian. Cinta bukan mengenai berapa lama kau menjalin hubungan.

Cinta adalah saling mendukung, mernerima dan menyayangi. Cukup!

***

Yuhuuuu akhirnya beloved ending eheheheh.

Maafkeun author yang bikin kalian lama nunggu. Maafkeun author yang suka gantungin.

Ayok, ungkapkan semua unek-unekmu mengenai perjalanan kamu sebagai readers beloved disini!

Saya tahu, ini cerita banyak banget kekurangannya. Bahkan nggak ada kelebihannya sama seklai. Maklum massih belajar. Hehe. Tadinya mau di unpublish terus di revisi ulang. Tapi kata Nada, my beta readers mending bikin cerita baru daripada bergelut dalam cerita yang itu-itu aja. Sayapun udah bosan sama Ristakuy. Hehehe. Jadi, sejelek-jeleknya tulisan ini, nggak aka nada lagi revisi. Yeayy, buat kenang-kenangan juga. Siapa tahu, nanti saya bisa nulis yang lebih baik. Terus flashback ke beloved.

Ah udah ah banyak bacot, eheheh.

oh, iya. terimakasih kepada readers setia ataupun readers baru. tanpamu apa jadinya aku. :*

yang di multi media cuma sebagai soundtrack ya (?) anggap saja begitu. hehe. soalnya lagi suka lagu itu.

Eh iya finding elsa lanjut jangan? Aku bingung. Males pula. Ehe

Sudah, ya. Sampai bertemu di work selanjutnya.

See you,

Moon.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro