Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Dilema

~Rista POV~

Takuya menyodorkan bunga mawar yang tadi kepadaku dan aku melihatnya dengan bahagia meski kutahu itu mawar punya ibuku.
Melihat Wajah Takuya membuatku nggak tega menolak bunga itu. Apalagi bunga itu sangat terlihat cantik malam ini. Seperti yang memetiknya. Ah, Takuya cantik(?)

Romantis, namun sayang masih amatir. Takuya harus belajar banyak dari nonton drakor agar dia bisa beradegan lebih manis. Seperti akting oppa dan ahjusi korea yang dengan mudahnya membuatku terpesona.

Jepret

Disaat aku sedang menggapai bunga yang Takuya ulurkan, ada satu kilatan cahaya yang menarik perhatian kedua bola mataku. Tepat setelah aku menoleh, aku melihat seseorang berdiri tak jauh dari kami. Dia sedang memegang handphone.

"Bang Yoga," teriakku saat menyadari siapa seseorang itu. Dia menurunkan handphone yang menutupi sebagian wajahnya. Lantas tersenyum kepadaku.

Aku berlari menghampiri Yoga sambil membawa bunga dari Takuya. Takuya mengekor di belakang.

"Kirain lu ga bakal hadir, Bang," ucapku pada Yoga diiringi senyum bahagia. Aku melihat penampilannya dari atas sampai bawah. Jujur, hari ini dia tampan. Pakaiannya sederhana. Hanya celana jeans, baju dan juga jaket serba hitam. Tapi itu sangat terlihat cocok ia kenakan.

Aku bahagia sekali, dia mau menyempatkan waktu buat hadir dihari bahagiaku. Pasalnya, diakan kemarin tidak sekolah. Kata sohib-nya sih dia pulang kampung. Dan sekarang dia hadir di ulangtahunku, berarti dia sudah pulang. Apakah dia pulang demi hadir diulang tahunku? Ahhh so sweet.

"Masa gue ga hadir di ultah lu sih, lagian kan ini ada makan-makan gratis. Sehat untuk perut dan dompet gue," ucapnya diiringi muka konyolnya. Akupun menghela nafas kecewa karen harapanku tak sesuai apa yang dia ucapkan.

"Oh iya gue lupa, lu'kan ga pernah absen kalau ada makanan gratis," ucapku sambil ketawa. Takuya yang ada disampingku juga ikut ngakak.

Yoga cuma nyengir malu-malu.

"Eh, kirimin dong poto yang barusan," pintaku kepada Yoga.

"Yahh, hape gue baru aja habis batrei," jawabnya lirih.

"Ah payah lu." Aku memasang wajah kecewa.

"Ntar deh gue kirim lewat WA," jawab Yoga berharap aku terhibur.

"Iya deh ditunggu ya."

***

~Takuya POV~

Aku benar-benar merasa dilema. Aku kini berada diposisi yang tak mengenakan sekali. Bayangkan saja. Posisiku saat ini berada di sisi yang membingungkan. Aku harus memilih.

Di satu sisi, ada perempuan yang aku gantungkan. Dia menunggu kepastian dariku. Dia emang tak menembakku. Tapi aku yang harus segera menembaknya. Dia terus-terusan memberikanku kode. Sebenarnya aku peka. Aku tahu apa yang dia maksud. Aku mengerti semua kodenya. Tapi aku cuma pura-pura bego aja. Ahh, Ini sebenarnya salahku yang terlalu memberi hati pada Rista.

Tapi, disisi lain ada hati yang tak ingin kusakiti. Shin. Dia sahabatku dari SMP. Aku tahu betul bahwa Shin menyukai Rista sejak PERMATA (Perkemahan Masa Tamu).

Shin bilang, Rista itu cantik, manis, dan ceria. Tapi itu bukan daya pikat Rista dimata Shin, melainkan saat PERMATA Rista selalu mengepang rambutnya. Itu menjadi point tersendiri dimata Shin, karena shin menyukai Elsa Frozen dan Rista bagaikan Elsa Frozen saat itu.

Apalagi tiga minggu lalu, saat aku menghadiri pesta ulang tahun Rista. Rambutnya dikepang, dia memakai gaun biru seperti Elsa Frozen. Dengan make up yang sederhana, Tapi tetap terlihat cantik dan anggun. Andai Shin melihatnya, pasti dia akan semakin menggila pada Rista. Dan semakin membuatku prihatin.

Prihatin, karena Rista tak mungkin menanggapi cinta Shin. Hatinya sudah tertuju pada Takuya, iya aku. Ya, menurutku sih begitu. Kalau Rista tak jatuh cinta padaku, mana mungkin dia ngode terus? Ya ,kan?

Aku sih pribadi suka sama Rista. Dan kasian sama dia yang menanti cintaku. Tapi aku bisa apa? Cinta terhalang oleh sahabat. Ah, Shin bukan penghalang. Akunya saja yang merasa tak tega dengan dia.

Lebih kejam mana gantungin cewek atau nyakitin sahabat?

Cewek itu hatinya lembut, aku tak tega menyakiti hatinya. Tapi orang yang nyakitin sahabat itu lebih buruk dari sampah.

Aku dilema.

Lebih baik sekarang aku bicarakan pada Shin. Baik buruknya kita lihat saja nanti. Kalaupun itu buruk, aku akan lebih lega karena udah menyampaikan unek-unek yang mengganjal dihatiku.

"Takuya!" Seorang memanggilku membuatku tersadar bahwa sekarang sedang aku sedang melamun di kelas.

Sekarang adalah hari senin, dan sudah memasuki semester baru. Saat semester 2 kemarin aku masih menduduki peringkat pertama lho. Keren kan? Biasa aja sih. Hahaha.

Dan aku sekarang sudah kelas XI. Masih di jurusan IPS. Aku emang anggota OSIS, tapi kali ini aku tidak berpartisipasi sebagai panitia MOS makanya sekarang aku berada di kelas, dan melamun.

"I-iya, Bu."

"Kamu melamun? Dari tadi Ibu menerangkan kamu ga merhatikan?"

Aku hanya diam.

"Takuya!" Bentaknya.

Aduhh kenapa aku barusan ngelamun sih. Mana gurunya tegas lagi. Jangan sampai nilai Sosiologiku minus.

Malu-maluin aja.

"Jawab pertanyaan ini, sebutkan bentuk-bentuk diferensiasi?" tanya Guru.

Tak perlu lama untukku berpikir. Setelah aku menemukan jawabannya, dengan percaya diri aku menjawab, "Ras, etnis, agama dan kepercayaan, gender, profesi."

"Betul," ujar guru itu singkat.

Untung saja aku bisa jawab. Jika tidak, aku sudah disuruh berdiri di luar. Malu. Aku'kan termasuk murid teladan.

Jam istirahat tiba, aku mengajak Shin pergi ke kantin. Sesampainya di kantin, kami memesan bakso dan es teh. Kami duduk berdua saling bersebelahan.

"Shin," panggilku sambil mengaduk-aduk mangkuk baso.

"Hmm," jawabnya dengan mulut penuh dengan kunyahan baso. Aku terkekeh melihatnya. Gemas melihat pipi chubby itu menggembung karena dipenuhi oleh baso. Ingin rasanya kumencubitnya.

"Gue mau ngomong sesuatu," ucapku.

Shinpun telah menyelesaikan kunyahannya. Dan menatapku.

"Kan daritadi juga lu ngomong," ujarnya. Ngeselin juga nih orang. Untung sayang.

"Ada sesuatu yang perlu gue omongin," jelasku biar Shin paham.

"Apa?" Tanyanya sambil menusuk baso ukuran kecil dengan garpu dan memasukannya ke mulut.

"Emm, tapi janji ya. Jangan marah, kecewa ataupun jauhin gue. Gue gabisa jauh-jauh dari lu," jawabku terus terang.

"Elah, lebay banget lu, tong. Tenang aja," ucapnya sambil menepuk pundakku. "Btw, makan tuh baso ntar dingin ga enak lho. Atau kalau lu ga mau, gue bisa jadi relawan buat habisin."

Shin berucap seperti itu dikarenakan aku belum memakan basonya sesendokpun. Daritadi aku hanya mengaduknya.

"Jangan Shin. Ntar lu makin melar," timpalku diiringi tawa lepas.

"Bener juga lu , Kuy. Badan gue udah segede gorila juga. Ntar kalau gue makan banyak bakal segede apa ya?" ucap Shin dengan ekspresi berpikir.

"Segede gajah bengkak," jawabku diiringi tawa yang tak bisa dikatakan pelan. Aku membayangkan Shin akan sebesar gajah. Bengkak pula. Kasian.

Shin hanya senyum sedikit tanpa ikut tertawa. Oh God maafkan aku yang telah menghinanya. Sebenarnya aku hanya becanda. Aku mengusap air mata bekas tertawaku barusan yang berada diujung mataku. "Canda gue , Shin."

"Hahahahaha tenang aja." Yang dihina sekarang malah ikutan ngakak. "Udah cepet makan basonya, biar lu bisa tumbuh segede gue."

"Nggak mau ah lu berat."

Aku lalu mulai memakan bakso dimangkuk gue yang mulai dingin.

Aku nyaman denganmu Shin. Kau sahabat terbaikku. Kau tak pernah marah saat kuhina. Makin tak tega aku ngomong jujur padamu, Shin.

"Tadi lu mau ngomong apa?" tanya shin setelah acara makanku selesai.

"Emm, Anu," aku bingung mau memulai dari mana.

Shin mendekatkan mulutnya ke telingaku. "Kalau mau ngomongin anu jangan disini. Ntar aja dikelas", bisiknya.

Seketika aku kaget. "Bu-bukan itu."

"Lalu?" tanyanya penasaran.

"Hmm..." aku masih ragu buat memulainya.

Shin menatap ku intens, "Rista?" pertanyaannya membuat ku terkaget. Kok dia bisa nebak ya? Dan tebakannya bisa benar.

Akupun mengangguk pelan.

"Lu udah nembak dia?" pertanyaan tak terduga meluncur dari mulut Shin. Aku menatapnya heran dan kaget.

"Biasa aja kali kuy liat guenya, hahahaha." Shin mengusap wajah ku yang sedang kaget. "Cepetan tembak elah, dia nunggu kepastian dari lu."

Aku terkejut saat Shin tanpa terduga malah mendukungku untuk nembak Rista. Apa aku tak salah dengar ya? Shin kerasukan setan apa hari ini? Atau emang dia udah tak suka sama Rista?

"Lo ga marah Shin?" tanyaku sedikit ragu.

"Marah soal apa?" Shin malah nanya balik.

"Kan secara tidak langsung gue udah nikung elu," jawabku jujur walaupun sisi lain ada rasa takut yang melanda. Aku takut salah bicara. Aku takut Shin marah.

"Nikung?" tanya Shin

Aku refleks menelan saliva dengan kasar. Apa aku salah ngomong ya? Apa pertanyaanku tidak tepat?  Keringat dingin mulai membanjiri tubuhku. Takut. Aku benar-benar Takut jika tiba-tiba Shin akan marah padaku. Aku tak ingin dibenci olehnya. Aku tak sanggup hidup tanpanya.

TBC

Salam Cinta dari Takuya 😘

Maaf bila tidak suka
Masih dalam tahap pembelajaran
Hehehe
Kritik dan saran sangat diperlukan
Terimakasih💕

BTW,  HAPPY ANNIVERSARY CROSS GENE #Happy6yearswithcrossgene
And
HAPPY BIRTHDAY TO ME
🎉🎈🎊🎁
#11062018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro