Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

:: 011 ::

Buku tersusun bertingkat. Rapi dan sangat teratur. Bahkan debu sangat nyaman menyelimuti, lenggana untuk beranjak. Seakan, buku tersebut masih suci. Belum ada yang menyentuhnya.

Hawa dingin dari pendingin ruangan, menjalar ke setiap sudut ruangan. Walau terpampang imbauan untuk tidak berisik, tetap saja, ria tawa dan obrolan tak bermakna terdengar sangat jelas.

''Fraksi gelap yang dijunjung," ucap seorang murid perempuan yang membaca tulisan di lembaran kertas di hadapannya. ''Ini, politik?" Tanyanya kepada murid lelaki yang sedari tadi sibuk mengetik sesuatu di laptopnya.

''Ishh... kok nggak dijawab, sih?" Murid perempuan itu duduk dengan bibir mengecut.

''Mau apa lo ke sini?" Tanya murid lelaki tersebut dengan nada tidak bersahabat.

''Mau ketemu lo! Gilang Azkarendra," jawab cepat murid perempuan itu sambil tersenyum lebar.

Dengan ekspresi datar mendengar perkataan murid perempuan itu, lelaki tersebut yang ternyata adalah Gilang terus saja mengetik di laptopnya.

''Feb! mending, lo pergi deh. Gue lagi sibuk," titah Gilang.

''Sibuk apa? Nulis novel politik ini? Kali aja gue bisa bantu."

''Gue nggak perlu bantuan lo," ujar ketus Gilang.

''Asalkan lo tau ya, ide gue itu ngalir terus dan incredible."

''Terserah!"

''Cik, nggak percayaan." Febita mencibir.

Karena bingung harus melakukan apa, Febita pun melihat-lihat lembaran kertas milik Gilang. Ia terlihat tidak peduli, tidak mengerti dan tidak tertarik dengan tulisan yang tertera di lembaran kertas tersebut.

''Eh?"

Tiba-tiba, mata Febita membulat. Ia menemukan selembar kertas yang menarik perhatiannya. Sangat menarik perhatiannya.

Febita melirik Gilang. Ia dapat melihat lelaki tampan berhidung mancung itu sibuk dengan laptopnya.

Ia tersenyum tipis. Lalu, mulai membaca isi kertas tersebut.

''Kau tau? Sebelum angka ditemukan..."

Mendengar apa yang Febita baca, tangan Gilang membeku. Jarinya berhenti menari di atas keyboard laptopnya.

''...orang meng---" Tiba-tiba Febita melongo. Bacaannya itu telah diambil kembali dengan cepat oleh pemiliknya.

''Gilang! Gue kan lagi baca," ujar Febita tidak terima.

''Suruh siapa baca ini? Gue kan suruh lo pergi. Bukan baca!"

''Ishh... baca yang gitu aja marah." Febita mengecutkan bibir kecewa.

Dengan perlahan, Gilang menyakukan selembar kertas tersebut. Ia menghela napas lega.

Aneh dengan sikapnya itu, Febita pun memberanikan diri bertanya.

''Tadi itu? Surat cinta?" Tanyanya.

''Bukan urusan lo," jawab cepat Gilang sambil melanjutkan kembali aktivitasnya. Mengetik di laptop.

''Nggak nyangka ya. Ternyata lo bisa romantis juga. Dari kapan lo suka baca buku roman picisan? Gue kira buku tentang politik doang," tanya Febita sedikit menjahili.

''Gue nggak pernah baca roman picisan. Gue nggak butuh itu buat referensi atau berplagiat. Apa yang gue tulis, murni dari hati. Apa yang gue rasain," jawab Gilang sungguh-sungguh.

Terkejut dengan jawaban tersebut, Febita kehilangan kata-kata. Ia pun memalingkan pandangan, melihat murid-murid lain di perpustakaan itu. ''Jadi, buat siapa?" Tanyanya lirih.

''Yang penting bukan buat lo," jawab Gilang sembari menutup laptopnya. Ia pun keluar perpustakaan karena bel masuk sudah berbunyi 1 menit yang lalu. Meninggalkan Febita yang tersenyum sinis sambil mengingat seseorang.

''Pasti buat cewek itu, kan?" Febita menebak-nebak dan yakin akan tebakannya. ''Dasar cewek kutu buku," ujarnya pelan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro