09] Mereka 'Lagi'
"Bukankah kau yang memintaku untuk melakukannya? Berhenti mengusikku sesuai dengan kesepakatan kita," celahku jenggah.
Praaak!
Valenciona mengetuk sunscreen miliknya dengan sengaja. Menatapku dengan tatapan tidak sesantai sebelumnya. Jika jawabanku salah dimatanya, bagaimanapun itu kesepakatan kami. Aku menjalankan perintahnya mendekati Luke di tengah lapangan, membuang jauh harga diriku. Agar Valenciona tidak mengangguku lagi. Lalu sekarang apa?
"Cih!"
Valenciona mendekat ke arahku. Begitu juga aku belahan memundur. Hingga langkahku terpojok bersentuhan dengan dinding.
"Rupanya udah berani, hekm?"
"E-enggak ...!" balasku terbata-bata mengelengkan kepala belahan. Mengingat posisiku saat ini tidak banyak aku yang lakukan.
Byur!
Sial! Hampir semua tubuhku terkena cipratan itu! Aku meringis dimana salah satu dayang-dayang Valenciona barusaja keluar dari balik toilet dengan air di dalam gayung yang dibawanya itu tidak sengaja mengenai pakaianku.
"Oops! Sorry ..." Valenciona seolah mengatakan permintaan maaf sekaligus berpura pura membersihkan pakaianku. Membuatku muak setiap tingkah laku gadis itu terhadapku.
"Huek!" Hampir saja, aku mungkek--muntah karena cairan yang kini melekat di tubuku menimbulkan bau amis. Berbau telur, hanya saja baunya lebih menyengat basih.
"Gimana kejutan dari gue? Beauty Acne?" sindir Valenciona seolah mereka yang lakukan kepadaku ini sebuah kejutan Lalu aku harus berterima kasih kepadanya?
Ini bukanlah kejutan yang mereka katakatan. Ini adalah bentuk kesialanku di pagi ini.
Dengan kalimat menekankan kata dibalik 'beauty acne' aku telah berbiasa dengan julukannya untukku.
Apa jerawatku melakukan kesalahan? Sehingga mereka membenciku. Mengolokku dengan keberadaan jerawat tidak berdosaku itu yang entah datang dari mana.
Belahan aku bangkit dari posisiku menuju ke arah cermin wastafel berada. Memperlihatkan bentolan bintik merah, yang selalu menghiasi kecantikanku. Selagi memperhatikan penampilanku yang kini telah menjadi berantakan.
Ku lihat detik jarum jam. Beberapa menit kelas pagiku akan lebih dimulai. Jika aku tetap berada disini, aku tidak bisa membayangkan betapa buruknya penampilanku dengan bau menyengat ini.
Tanpa pikir panjang, lebih baik aku kembali ke kediaman rumah dengan air mata yang tidak sengaja lolos dari kelopak mataku.
Jika aku ingat, ini pertama kalinya dayang-dayang Valenciona lebih menyisakku daripada terakhir kali aku mendapatkan cipratan air zat laboratium tidak terlalu parah. Disamping warnanya yang terlihat seperti air pada umumnya. Baunya pun tidak ketara. Hari ini jauh lebih menyiksa daripada siksaan mereka sebelum-sebelumnya.
Sesampai aku berhasil keluar dari area Dreamland University, aku menyengat taksi yang lewat di dari posisiku saat ini. Meninggalkan gedung universitas tanpa memikirkan banyak hal.
"Kena bully atuh, Neng? Aduh, Neng! Murid Dreamland University? Gimana bisa ..."
"Perumahan Frandes ya, Pak! Langung masuk ke Frandes Ressident aja," potongku cepat.
Sama dengan beberapa orang yang kutemui sebelumnya. Jika kubiarkan, supir taksi ini mengataiku bahwa aku tidak cocok berada di dalamnya. Ya. Gedung Dreamland terlihat megah. Kalian bisa membuktikan bahwa murid di dalamnya termasuk berada di kalangan atas. Akan tetapi, tidak mungkin kemungkinan beberapa dari mereka bernasib sama sepertiku.
Rupanya aku fokus bertaut pada pemikiranku sendiri. Supir itu menghentikan mobilnya di area satpam perumahanku. Aku pun segera menunjukkan kartu anggotaku lalu mereka memperbolehkanku masuk.
Supir itu menatapku dari kaca spion, aku hanya tersenyum. Seusai sampai tujuan, aku memberi uang pas lalu memasuki kediaman rumah.
Rupanya disana ada Frag, bersila di rumah tamu memainkan games. Aku pun segera memperlambat langkahku hingga tak menimbulkan decitan. Sayangnya, lelaki itu telah mengenaliku.
"Bau lo basin," celatuknya sedikit menatapku.
Gagal sudah!
Memperhatikan penampilanku yanh berantakan ini, Frag mendekat ke arahku tanpa tatapan jijik.
"Gimana pemotretannya, Dek?" tanyaku mengalihkan topik.
Karena tidak sabaran, Frag mendorongku menuju toilet. "Ntar aja sesi wawancara, lo buruan mandi gih! Bau banget!"
"Wawancara?" gumamku bertanya dalam hati.
Itu adalah Frag, adikku. Meski sedikit menyebalkan, dia kini telah menjadi model dengan kemampuannya sedari kecil yang suka berpose di depan kamera dengan penampilan tampannya. Frag Afrizan, namanya. Dari sana lah--dengan penampilan burik ini, aku juga merasa tidak percaya diri di saat-saat tertentu.
Nyatanya yang dimaksudkan Frag, wawancara adalah lelaki itu mengadu kepada orang tua kami. Itu lah yang dimaskudkan dengan wawancara. Aku di wawancari oleh mereka. Seolah aku menjadi sanksi di korban kriminal. Tatapan mereka aku tak dapat menyimpulkannya.
"Kenapa kamu gak pernah cerita ke Mama, kalau kamu punya haters?" Mama terlihat gelisah. Mengelus rambut panjangku merasa khuatir dengan kedaanku. Padahal berulang kali aku mengatakan bahwa aku akan baik-baik.
"Ma, atau harus aku yang turun tangan?" alih-alih Frag kedua mengepalkan tangannya. Lelaki itu mungkin telah membayangkan baku hantam atau menghabisi mungsuh? Ash! Sudahlah.
***
Author Pov
Disisi lain, Luke terlebih dahu keluar dari ruangan kelas sebelum waktu kelas terakhir berakhir. Seperti biasa dengan tatapan dingin, lelaki itu mendapat julukan 'pingguin berjalan.'
Sejenak tidak memikirkan apa alasannya, yang kini Luke dapat adalah tidak sengaja mendengar para siswi bersembunyi dari balik toilet merencakan sesuatu.
"Sejak ... dia absen dari kelas, Len."
Sejak ...? Kalimat itu terputus-putus dengan Suara ngos-ngosan itu terdengar dari si pembawa berita.
Luke dapat mendengar apa yang bicarakan. Tanpa dirasa siswi-siswi itu belahan melintas melewati posisinya saat ini berada.
Suara itu berawal dari suara suara Sisi, teman satu falkultasnya, yang pernah menjadi targetnya karena membawa Elora dalam bahaya.
Luke juga ingat ketika Elora memberitaukannnya bahwa Sisi dan anggotanya pernah membuly Bele. Mengingat itu, dimana mereka berada saat ini?
"Jadi dia pulang? Kabur maksud lo? Hahaha!" tawa mengemah dari dari beberapa anggota itu.
Semakin mereka menjauh, Luke tidak dalat lagi mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
Selagi menunggu Elora masih berada di ruang piano, Luke akan berada di sini beberapa menit kedepan. Luke mendongak ke arah langit biru. Sedikit menutup kelompak mata terasa silau dengan jemari tangannya.
***
sebenarnya, aku rada binggung
mau ngasi bullying gimana wkwk
ada ga sih, anak kulian buly-bulyan?
kayak anak sekolah, tau sebenarnya wkwk aku ngerasa gituu👈👉
soalnya aku belum kesana😭😂
btw pov-nya gantian ya😂
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro