Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

08] Notice

"Why can't it be like that?"

"Cause I'm yours ..."

Aku meraih ponselku yang tampak tidak sengaja tergeletak di bawah tumpukan boneka. Kuraih ponsel yang sedari berbunyi dengan rightone panggilan. Padahal jam dinding menunjukkan pukul 11.00 AM. Yang menandakan telah menjelang tengah malam.

Tanpa melihat siapa yang menghubungiku, dengan malas aku segera mengeser tombol hijau. Namun, yang membuatku kesal adalah si penelpon itu tak mengatakan apa-apa. Seenaknya memutus pangilan sepihak terlebih dahulu.

Kembali dengan ponselku yang tiba-tiba bergetar. Aku pun segera melihat notifikasi terbaru. Tidak lain, tidak bukan itu adalah nomer sama. Ataukah, salah kirim? Namun hal itu, tidak sesuai dugaanku ketika si pengirim pesan mengirimiku pesan.

Uknown Number
Gue, Luke.

Uknown Number
sorry sorry, ketekan

Dia Luke? Nama itu mengintrupsi pandanganku. Teralihkan dengan Luke, si secret admirer-ku. Akan tetapi, aku terlalu berharap jika itu adalah orang lain yang mempunyai nama sama. Bisa saja, 'kan? Sedikit ku abaikan, hingga mataku pun terpejam.

***

"Sekarang jam berapa?"

Aku pun meraba ponselku dari dalam saku dengan mengetuk layar agar menyala. Disana aku pun dapat memperlihatkan jam yang telah menunjukkan pukul delapan lebih tiga puluh menit. Aku pun mengatakannya pada lawan bicaraku saat ini.

Luke, dengan ekpsresi tegasnya mengenakan setelan sweather hijau tosca, yang diingatkan kembali kami tidak sengaja mempunyai warna dan motif yang sama.

Disitu pun aku tiba-tiba teringat dengan pakaianku saat ini. Lagi-lagi kami tidak sengaja mengenakan setelan yang sama. Jaket hijau tosca diberikan Papa itu membuat orang lain mengira aku dan Luke, adalah couple. Pantas saja, sedaritadi para murid berlalu lalang sempat-sempatnya memperhatikan kami. Jika Luke, tidak merasa demikian. Aku dapat merasakan tatapan itu.

"Nomer gue udah gue save," celatuk Luke mengembalikan ponselku yang tiba-tiba dirampasnya paksa tanpa aba-aba.

Sedikit dengan tampang terkejut, aku pun sontak memperhatikan lelaki itu. Dengan bola matanya yang terlihat bulat itu tidak sengaja menatapku tidak jarang membuatku sulit mengalihkan arah.

"K-kamu ...." Padahal aku ingin bertanya, bagaimana dia mendapatkan nomer ponselku. Kalimat itu terputus dengan cekat, ketika Elora dan beberapa teman lainnya seusai dari laboratium menghampiri kami--tidak lain, tidak bukan tertuju ke arah Luke berada.

"Hai. Luke, Belle," sapa Elora dengan setelan pakaian panjang, yang selalu ia kenakan. Rupanya gadis itu menyukai fashion pakaian lengan panjang dari berbagai motif.

Nyawaku menjadi ciut, memperhatikan para gadis fashionista tertuju ke arah Luke. Disini aku pun merasa sadar diri. Apa dayaku, yang tidak menyukai aneka fashion, lebih menyukai pakaian yang menurutku aman di pakai.

Aku pun segera membalik badan, keluar dari kerumuman itu. Hingga ocehan dari mereka membuatku ingin membuang mukaku sejauh mungkin.

"Gue gak salah lihat, 'kan? Kenapa berasa couple, tipe sweather lo sama kayak dia," celatuk salah satu dari mereka-mereka.

Beberapa godaan dari ciwi-ciwi itu terdengar berlantunan seperti kaset rusak. Begitu juga dengan Luke selalu bersikap acuh tidak acuh.
Tidak jarang aku memperhatikan adegan ini dari jarak jauh. Yang saat ini terasa berbeda ialah posisiku di antara mereka-mereka.

Aku pun menarik nafas dalam-dalam kembali menegakkan posisi mendudukku, segera mencari celah mengambil langkah berbalik arah. Jika mempunyai kekuatan telepati, aku tak usah bersusah payah menutup wajahku yang saat ini menahan malu.

Seseorang menghentikan langkahku dengan meraih pergelangan tanganku. Reflek aku memperlihatkan raut wajahnya yang tidak bersalah itu dengan kalimat yang membuat denyut nadiku sempat terhenti.

"Seperti yang lo tau, kita couple." Luke mengengam tanganku seolah perkataan yang barusaja dikatakannya tidak dibuat-dibuat. Kenyataannya tidak sedemikian.

Mereka-mereka pun masih sempat-sempatnya berbisik. Beberapa kalimat yang tidak sengaja ku dengar sebagai balasan perkatan Luke, membuat menjadi horror.

Setelah kepergian mereka, aku berusaha melepaskan gengaman tangan lelaki itu. Meski tidak dipungkuri aku terlebih dahulu menyukainya. Kedekatan yang tidak sengaja kami jalin, lalu kalimat yang mengatakan bahwa kami adalah couple terdegar seperti mengklaimku di depan semua orang. Aku sering membacanya di wattpad. Namun detik ini membuatku percaya bahwa itu tidak hanya di negeri dunia orange.

"Kita enggak lagi di dunia orange, 'kan?" tanyaku refleks menerjap apa yang barusaja terjadi. Ah tidak! Tidak!

Luke menjitak keningku tertawa lepas. Berulang kali mengatakan tanpa ragu-ragu. Tidak tau-kah, seberapa banyak perkatannnya dapat membuat jantungku tidak normal?

Lagi-lagi aku harus memprediksi detak denyut jantungku. What the ...? Apa lagi, perkataannya kali ini ...

"Anggap aja tadi gue nembak lo di depan umum."

Ah! Siapapun tolong aku!

"Kamu lagi bercanda, 'kan?" tanyaku mengangkat alis mengembalikan atmosfer keadaan.

"Sorry. Canda," jawabnya santai.

Detik itu juga aku dapat bernafas lega.

***

Lihat itu! Tatapan itu ... Rupanya gosip tanpa narasumber itu telah menyebar luas. Sebagaimana aku telah mendapat berbagai sorot.

Entah apa yang lelaki itu pikirkan, seketika membuat kenyamanku di Dreamland University ini mulai menipis. Seolah terjatuh ketiban tangga pula. Itulah yang aku rasakan.

Dari balik ruangan kelas--dimana langkahku saat ini berada. Mungkin hanya melangkah satu telapak kaki aku telah memasuki ruangan. Namun itu tidak lagi tercapai, ketika seorang gadis entah dari mana mencengkram tanganku kuat menarik ke tempat lain.

"Kalian mau apa lagi?" tanyaku jengah. Seusai mengetahui gadis-gadis itu adalah dalang Valenciona.

Valenciona, yang terlihat sibuk membasuh muka di hadapan wastafel menatapku polos. Seolah-olah ini bukanlah rencananya. Dibalik tanpang polosnya itu terlihat lebih menjengkelkan dari pada mereka yang terang-terangan tidak menyukaiku.

"Beneran lo couple date sama si Luke? Lo yang terlalu ngarep dekatin dia atau apa dia kebaperan waktu gue nyuruh nembak di lapangan, hekm?" tanya Valenciona tampa berbasa-basi meski fokusnya masih tertuju pada cermin di wastafel.

"Bukankah kau yang memintaku untuk melakukannya? Berhenti mengusikku sesuai dengan kesepakatan kita," celahku jenggah.

Praaak!

Valenciona mengetuk sunscreen miliknya dengan sengaja. Menatapku dengan tatapan tidak sesantai sebelumnya. Jika jawabanku salah dimatanya, bagaimanapun itu kesepakatan kami. Aku menjalankan perintahnya mendekati Luke di tengah lapangan, membuang jauh harga diriku. Agar Valenciona tidak mengangguku lagi. Lalu sekarang apa?

***

kenapa aku doang yang ngerasa
kayak nulis remaja, bwanggg😭
tamatin dulu ah wkwk
see u next chapter😭🔫

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro