01] Belle, si Beast
"Jerawat ..."
"Oh, jerawat!"
"Kapan kamu mengilang?"
Aku menatapku diriku dalam cermin kaca. Ironis. Terkadang aku merasa dikasihani ketika memperhatikan diriku sendiri.
Bercak pentolan bintik merah selalu menganggu mahkota kecantikannku. Awalnya ku kira hanyalah masa puberitas. Namun tidak kusangka, pentolan itu bertambah. Saat itu, aku merasa kesal, aku menekan hingga mengeluarkan darah bercak putih lalu ... menghasilkan flek noda hitam.
Yang membuatku termotivasi hingga saat ini, ialah perkataan Paris Jackson, artis hollywood mengatakan, "Jangan takut dengan jerawat atau strecthmark yang ada pada tubuhmu. Kamu tahu apa yang punya bintik-bintik (seperti jerawat)? Pizza. Semua orang menyukai pizza," di Twitter menangapi persoalan bullying para haters.
Begitu pula dengan apa yang kurasakan saat ini. Terkadang pula aku tidak percaya diri akibat hal itu.
Ya? Meski jerawat pula membuatku kesal setengah mati. Jerawat pula membawaku berjalan ke nasib buruk. Yang aku lakukan saat ini ialah belajar menerima.
Aaah! Hampir saja aku lupa memperkenalkan diriku.
A ... aku, Belle. Carabelle Cofrizon. Aku menyukai nama Belle dikarenakan kakek buyutku mengusulkan namaku dari film disney. Cantik, bukan?
Kalian tau 'Beauty dan the best'?
Dari sana Belle berada. Namun hidupku tak seindah pemeran Belle yang mempunyai wajah cantik dan indahnya di kehidupan cerita disney itu.
Yang ada dikehidupan nyata --Tak lain, kehidupanku saat ini berbanding balik seratus delapan puluh derajat dengan film disney.
Film yang disukai oleh anak-anak, namun berjalannya dengan waktu mengapa aku sangat jarang menemukannya di televisi? Apakah aku yang kurang update??
Back to topic.
Aku disini ... bukan sebagai pemeran Belle, karakter yang rendah hati selain dengan penampilannya tampak menawan dengan setelan yang berbeda dibanding di tempat tinggalnya. Aku hanya berperan sebagai Beast, si buruk rupa.
"Beauty Acne."
Nyatanya kehidupanku kisahku tak seindah Belle, di disney, yang selalu aku lihat saat aku kecil.
Jika lawan main Belle adalah Beast, pria buruk rupa namun keadaanku saat ini, aku lah pemeran Beast, cewek buruk rupa yang menyukai pangeran rendah hati.
Perlawanan dan perbandingan sangatlah mencolok sedemikian rupa.
Luke, si pangeran yang aku sukai seperti seseorang yang memiliki posisi lawan main pemeran Belle di film Beauty and beast.
Meski aku hanyalah seorang penguntit menyebalkan, tetapi aku tak akan berani mengatakan secara terang-terangan. Secret admirer, itulah aku. Belle, si Beast mengharapkan dari pangeran Luke. Aku akan menjadi sutradara di film itu!
Tak jarang pula, Luke bermain bola di tengah lapangan. Karena kelasku berada tepat di depan lapangan Disney Univesity, aku selalu dapat memperlihatkannya kegantengannya berkali-kali lipat.
Tidak banyak yang aku lakukan selain menjadi penguntit. Sangat disayangkan, Luke terdengar telah mempunyai seorang kekasih. Cantik, dan tentunya lebih cantik dan lebih fenomenal dibandingan denganku sang beauty acne--si buruk rupa ini.
Disini aku bertindak seperti Gaston, si pucuk yang merindukan bulannya.
Lamunan terhenti ketika guyuran air berbusa di bak mini itu kini mengenai tubuhku dengan bau menyengat dan juga lengket.
Lagi, lagi dan lagi aku mendapatkan secara cuma-cuma dengan kata sengaja.
"Ooops ... kita sengaja."
Mereka melihatku dengan tatapan mengejek seolah tatapan tak berdosa selalu aku dapatkan setelah mereka melakukan hal semonoh kepadaku.
Apalagi pentolan bola pimpong berbintik merah di wajahku tidak bisa diajak berkompromi. Perih.
Dalam hati aku ingin bertanya, namun terurungkan oleh si Valenioca, gadis blasteran dengan kulit cerah seputih kipas itu mendekat. Seolah penjuru kantin harus mendengar bahwa aku lah si buruk rupa yang terkenal dengan ejekan 'beauty acne.'.
Aah. Tidak terlalu diambil pusing, meski memiliki wajah berkulit minyak yang siap akan dibuat diatas kompor membuatku terlihat percaya diri. Meski, terkadang dibenakku hanyalah satu kata 'insecure.' Tetapi itulah tetap diriku. Love your self!
Acne? Pasti sudah tau, 'kan.
Salah satu dari mereka yang nenurutku asing dimataku itu tiba-tiba mencengkaram dahuku memutar ke arah dia berada lalu menghibasnya dengan kasar tak lupa sibuk mengomentari. "Iih! Gue jijik, lihatnya!"
Mungkin tatapan itu tidak jarang aku rasakan. Hampir semua orang berangapan titk bintik merah di wajahku itu menjijikan.
"Yaudah sih, gak usah dilihat."
Aku menepuk bahuku karena tidak sengaja keceplosan membuat Valenioca menatapku mengintidasi. Seolah aku disini ialah buronan agar tidak lari dari hadapannya.
"Ha? Lo bilang apa, sekali lagi?" tanya Valenioca tak terima.
Gadis itu mendesak, namun keinginannya terhenti ketika salah satu dari mereka kembali berakting.
"Yaampun! Itu aer kena bahan fisika buat praktek!"
Seharusnya mereka masuk ke jurusan berkaitan dengan adegan drama. Syukur-syukur jadi aktris.
Perkataan itu sekilas membuat mataku membulat sempurna sedangkan Valenioca menepuk jidatnya tak merasa salah sedikitpun berakting seolah teledor.
"Buat skincare!" Setelahnya, perkataannya itu pasti dibalas tawa renyah oleh mereka.
Kita memang satu jurusan yang sama, meski pengelompokan kami berbeda. Aku tidak heran pula ketika dia memasuki jam kampus sesuka hatinya membuat jarang jam perdana kami lebih sering dipertemukan dipertemukan.
Aku hanya mengingat lagi, mengingat Valenioca berada di kelas dinonamiens memiliki status kelas tertinggi di jurusan kami. Rata-rata yang berada di kelas dinonamiens mereka sedikit angkuh, dikarenakan memiliki status kelas tertinggi. Tentunya dari segimanapun dapat dibandingkan.
Tak beda-beda juga dari sebelumnya. Berakhir dengan penampilanku yang terkesan berantakan. Bajuku berbau asam. Gembel. Itulah sebutan yang cocok untukku saat ini.
Sebelum pergian, Valenioca menyangal kedua kaki ku. Membuatku refleks terjatuh dengan spontan. Parahnya, minuman berada di dekatku itu menyimprat mengenai gadis itu.
"Sialan!" Valenioca menyimpratiku balik, mengunyur tubuhku dengan gelas minuman yang masih tersisa penuh.
Aku mulai merasakan tubuhku tidak nyaman, hingga terlebih dahulu berniat pergi meninggalkan seisi ruangan kantin. Katakan aku pengecut, karena tidak berani membalas perbuatan mereka. Nyatanya, aku tak seberani itu.
***
gitu dulu,
karena aku slow up
😋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro