42
Bella duduk di ruang tamu rumah kakeknya, dengan wajah serius memandangi kalender di tangannya. Ia telah memutuskan sesuatu yang penting. Pikirannya terus menerawang pada Aina, yang masih terbaring lemah setelah keguguran.
“Kakek,” ujar Bella dengan suara tegas, “Aku ingin resepsi pernikahanku ditunda.”
Kakek yang sedang membaca koran menurunkan kacamatanya. “Ditunda? Kenapa, Bella?”
“Aina sedang berduka. Aku tidak mau membuat pesta besar-besaran saat dia masih dalam kondisi seperti ini,” jawab Bella dengan yakin.
Kakek menatap cucunya dengan penuh perhatian. Meskipun ia sangat ingin merayakan pernikahan Bella dengan megah, ia tidak bisa mengabaikan alasan yang begitu masuk akal. Setelah beberapa detik berpikir, ia mengangguk. “Baiklah, kalau itu yang kamu mau. Tapi, tetaplah menikah sesuai jadwal. Kita bisa melakukan resepsi kapan saja nanti.”
Bella merasa lega mendengar persetujuan kakeknya. Ia segera memberi tahu Dona tentang keputusannya. “Kita hanya akan menikah di KUA saja, sederhana,” katanya melalui telepon.
“Oke,” jawab Dona di ujung sana. “Asalkan kamu nggak berubah pikiran soal menikah denganku.”
Bella hanya mendengus pelan. “Jangan terlalu percaya diri.”
***
Hari pernikahan tiba, dan seperti yang direncanakan, hanya prosesi sederhana di KUA yang dilakukan. Bella mengenakan kebaya putih sederhana, sedangkan Dona mengenakan setelan jas hitam yang tampak rapi.
Saat Bella memasuki ruangan, ia dikejutkan oleh kehadiran ayahnya. Lelaki itu berdiri di sudut ruangan dengan wajah canggung.
“Ayah,” ucap Bella dingin, tidak menunjukkan emosi apa pun.
Ayahnya menghela napas, tampak menyesal. “Aku di sini untuk menjadi walimu, Bella. Itu tugasku.”
Bella tidak menjawab, hanya mengalihkan pandangannya. Ia tidak pernah bisa melupakan bagaimana ayahnya meninggalkan keluarganya demi wanita lain.
Prosesi akad nikah dimulai. Dengan suaranya yang tenang, ayah Bella menyerahkan putrinya kepada Dona. “Saya nikahkan anak saya, Bella Prawirohadjo, dengan Anda, Ahmad Ramadona.”
Saat kata-kata itu selesai diucapkan, Dona menjawab dengan mantap, “Saya terima nikahnya.”
Setelah akad selesai, Dona dan Bella resmi menjadi pasangan suami-istri. Semua orang di ruangan memberikan ucapan selamat, termasuk ayah Bella. Namun, Bella tetap menjaga jarak.
Ayah Bella mendekati Dona dan berkata pelan, “Jaga Bella baik-baik. Dia anak yang keras kepala, tapi hatinya lembut.”
Dona mengangguk. “Tentu, Pak. Saya akan melakukan yang terbaik.”
Ayah Bella menatap putrinya sejenak sebelum melanjutkan, “Dona, saya tahu saya telah banyak membuat kesalahan. Dulu, saya meninggalkan Bella, Aina, dan ibu mereka demi ego saya sendiri. Itu adalah keputusan terburuk yang pernah saya buat.”
Dona mendengarkan dengan seksama, tetapi tidak berkomentar.
“Sampaikan permintaan maafku pada Bella, jika dia mau mendengar,” lanjut ayah Bella.
Setelah itu, lelaki itu meninggalkan ruangan dengan langkah pelan. Bella melihat dari kejauhan, matanya penuh emosi yang sulit diungkapkan.
Saat mereka berdua akhirnya sendirian, Dona menyentuh tangan Bella. “Kamu baik-baik saja?”
Bella mengangguk perlahan, meskipun hatinya masih terasa berat. “Aku baik-baik saja. Kita sudah menikah, kan? Itu yang penting.”
Dona tersenyum tipis. “Ya, sekarang kamu sudah jadi istriku. Dan aku akan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana kita.”
Bella membalas senyumnya, meskipun pikirannya masih melayang pada kata-kata ayahnya. Mungkin suatu hari, ia akan belajar memaafkan, tapi untuk sekarang, ia hanya ingin melanjutkan hidupnya yang baru bersama Dona.
***
Votes dan komen ya guys
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro