Kenyamanan tanpa ketenangan
Aku tidak mengerti. Apa yang kurang dalam hidupku. Seharusnya tidak ada ... seharusnya.
Namaku Lara. Aku putri bungsu dari keluarga terpandang. Hidupku makmur. Aku diperlakukan seperti putri dari kerajaan. Aku bersekolah di sekolah elit yang tidak sembarang orang bisa masuk. Ketika libur sekolah terkadang kami sekeluarga liburan ke luar negeri. Apapun yang kuinginkan bisa terwujud dengan sangat mudah.
Aku memang merasa hebat jika melihat orang lain yang berada di bawahmu. Namun, ada yang janggal.
Aku sempat penasaran kenapa mereka yang hidupnya tidak layak bisa terlihat senang, seolah-olah mereka punya segalanya. Mereka seperti tidak punya beban hidup.
Kenapa berbeda denganku?
Aku sendiri lupa kapan terakhir kali tertawa lepas. Aku sekarang sudah dewasa. Hidupku harus mulai tertata. Orang tuaku mengharapkan anak yang sempurna dan patuh. Yaa ... mudah saja bagiku melakukan itu.
Lihatlah kamarku yang penuh akan pajangan piala dan medali. Hampir semuanya emas.
Lihatlah pakaianku. Rapi dan terlihat berkelas. Setiap gestur tubuhku semuanya mengalun mengikuti irama musik ibuku. Aku terlihat seperti boneka porselen yang sempurna. Itu hal yang membanggakan.
Berbeda dengan saudaraku. Aku punya kakak laki-laki yang sudah pisah rumah. Sempat ada perseteruan antara kakak dengan orang tua kami. Kakak satu-satunya pewaris sah di keluarga ini. Namun, jalan yang dipilih kakak berdasarkan kesenangan dan kebebasannya.
'Terlihat berantakan dan tidak sempurna,' pikirku diawal.
Sempat beberapa kali aku mampir ke kediaman kakak. Tidak sebesar dan semewah rumah orang tua kami. Rumah kakak terlihat seperti jutawan biasa, padahal status keluarga kami jauh di atas itu. Kakak tidak sefrustasi saat di rumah. Anehnya kakak sangat antusias dan begitu ceria saat aku berkunjung.
'Kenapa kakak terlihat gembira?'
Padahal kakak di sini sendirian. Bahkan satu pelayan pun tidak ada. Koki juga tidak ada. Siapa yang akan memasakkan makanan untuknya?
Tidak ada robot vacuum juga. Hanya ada sapu dan pel. Aku sungguh tidak mengerti, kenapa kakak lebih memilih tinggal di sini? Semuanya serba merepotkan karena harus dikerjakan sendiri.
"Karena di sini lebih tenang dari pada di rumah. Memang melelahkan makukan pekerjaan rumah sendirian, tapi setidaknya aku bebas melakukan apapun yang kumau."
Begitu kata kakakku. Tetap saja aku masih belum mengerti. Aku belum pernah mencoba tinggal sendiri. Walau kami pernah keluar negeri dan membeli sebuah mansion, kami tetap tinggal bersama. Aku tidak tahu apa asiknya. Tapi kakak di sini terlihat lebih baik. Lebih bisa berekspresi dari pada di rumah yang setiap hari terbebani.
Kakak sempat mengajakku untuk tinggal di sini berdua. Tawaran itu sudah kutolak berkali-kali.
Aku masih kukuh tinggal di rumah. Walau masih terbayang-bayang akan tawaran kakak. Maksudku, lihatlah kamarku yang luasnya setara satu rumah orang kecil. Tempat tidur besar dan empuk. Robot vacuum pribadi khusus kamarku. Kamar mandi di dalam. Satu ruangan penuh khusus menyimpan pakaian dan barang-barang pribadiku.
Kutanya lagi.
Apa yang kurang dari semua ini?
Harusnya aku bersyukur. Harusnya aku senang. Tapi kenapa kakak lebih bahagia?
Tok tok tok
"Nona, izin masuk."
"Ada apa katakan saja?"
"Ada pesan dari tuan. Katanya beliau tidak jadi pulang karena harus ke New York. Ada pekerjaan yang harus diurus."
"Kau boleh pergi."
Suara langkah kaki yang menjauh dan suasana kembali hening. Setidaknya aku di sini bersama Ibu. Ayah sudah lebih dari dua tahun tidak pulang karena urusan pekerjaan. Oh, iya. Kami pasti makan berdua di meja panjang itu lagi. Hanya keheningan. Dentingan sendok dan garpu akan membuat ibuku marah.
"Haaah, memikirkannya saja membuatku lelah."
Aku memilih untuk tidur malam itu tanpa ikut makan malam.
. ˚ ⚘ ˏ'୭̥*ೃ
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro