Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

rutinity •| nakahara chuuya

Chuuya mengambil plester yang tersedia di kotak P3K, helaan nafas lagi-lagi terdengar di ruang kesehatan yang saat itu kebetulan kosong.

Misi kali ini lumayan berat, bahkan untuk seorang eksekutif sekalipun. Menangkap salah satu anggota guild yang kedapatan menyusup di port mafia.

Terdengar simple, kekuatan si penyusup itulah yang merepotkan. Untungnya, Dazai -si mantan eksekutif, sekaligus mantan chuuya-mantan patner- kebetulan lewat. Begitulah yang maniak bunuh diri itu katakan, padahal kenyataannya [Y/N] yang memanggil Dazai untuk menolong mereka yang kerepotan.

Chuuya mendecak kesal, plester yang coba ia arahkan ke keningnya terus menerus meleset. Bagian perekatnya malah mengenai goresan yang masih basah, alhasil perih yang terasa.

"Apa sulitnya minta tolong?" Suara seorang gadis terdengar dari arah pintu. Chuuya tidak perlu menengok untuk memastikan. Pria itu tahu betul siapa gadis yang berbicara kepadanya dengan nada yang dingin.

"Apa sulitnya peka?" [Y/N] berjalan tanpa menggubris pertanyaan partnernya.

"Apa sulitnya minta tolong?" Jemari [Y/N] mengambil plester yang sedari tadi menempel di jari Chuuya.

Chuuya memutar arah pandangan, tak mau bertatapan dengan gadis di depannya. Sesama eksekutif, [Y/N] dan Chuuya tak banyak berbicara satu sama lain. Bahkan kadang terlihat menghindar jika ada pertemuan apapun.

[Y/N] menempelkan plester tepat menutupi luka Chuuya, "Mau setinggi apapun jabatanmu, jangan pernah berat mengatakan maaf, tolong, dan terima kasih pada siapapun. Hidupmu akan sulit, Nakahara-san."

"Meskipun pada pacarku sendiri?"

Senyum jahil terpatri di wajah Chuuya kala [Y/N] mengusap plester yang baru ditempelkannya dan meniup kening pria itu pelan.

Gerakan [Y/N] terhenti, pipinya memerah sementara ekspresi datar tak tergantikan. Gadis itu mundur perlahan, "Sejak kapan aku jadi pacarmu?"

"Tapi kau mau, 'kan?" Chuuya memperlebar seringaian yang [Y/N] akui makin membuatnya makin tampan.

"Tidak mau." Suara Dazai menggema, menyapa telinga Chuuya dan [Y/N] yang tengah menikmati momen berdua.

"Kenapa kau masih disini? Sialan!"

Dazai memasang ekspresi cemberut, "Menjemput adiku, memang salah?"

"Salah!" Perempatan imajiner muncul di dahi Chuuya, "Kau tidak bisa melihatku hidup tenang, sekali saja?"

Dazai tersenyum miring, "Kau butuh restuku jika ingin menikahi [F/N], kau tahu?"

Chuuya mendecih, "Aku tidak terpikirkan sama sekali soal menikahi adikmu."

"Aku tidak ada waktu untuk hal tidak berguna seperti pacaran," [Y/N] menghela nafas. "Setelah ini bersihkan lukamu sendiri."

Berjalan setelah menepuk pundak Chuuya, [Y/N] menggandeng tangan Dazai erat. Dazai menatap tajam Chuuya yang dia punggungi, "Dasar bodoh!"

%

[F/N] Dazai menyendiri di taman.

Sebuah kebiasaan yang mulai tercipta kala gadis itu mendapat jabatan eksekutif di port mafia, menenangkan pikiran atau menyegarkan otak menjadi alasan.

Kakaknya, Osamu Dazai, sempat misuh-misuh menawarkan diri untuk menemani [Y/N]. Padahal gadis itu sudah berkali-kali bilang tidak apa-apa, memangnya apa yang terjadi?

Umur [Y/N] menginjak angka 24 tahun ini, berbeda 4 tahun dengan kakaknya yang menginjak angka 28. Umur yang ideal untuk menikah, bagi perempuan tentunya. Tekanan dari keluarga menjadi alasan, saat kumpul bersama yang ditanya pasti itu-itu lagi. Kapan menikah? Berhubung [Y/N] sudah lama lulus dari perguruan tinggi, skripsi pun bukan menjadi topik.

Pernah suatu kali Dazai iseng, ia bertanya calon yang paling pas untuk [Y/N] jadikan calon suami. Gadis itu melamun sebentar, lalu menjawab. 'Mungkin Chuuya. Dari semua laki-laki yang kukenal, yang paling dekat denganku hanya dia.'

Dazai kala itu menyahut, 'Orang itu payah dalam menjalin pertemanan. Kau yakin?'

[Y/N] terkekeh, 'Itu jika kau bertanya siapa yang paling dekat denganku. Lagipula tidak mungkin kami menikah beitu saja, 'kan?'

"Sendirian saja?" Seorang pria tiba-tiba duduk disamping [Y/N]. Badannya ia sandarkan, dengan wajah yang ditutupi topi fedora yang biasa ia kenakan.

"Iya." [Y/N] menjawab tanpa berniat memperpanjang percakapan.

Chuuya menghela nafas, "Pekerjaan akhir-akhir ini sangat berat. Aku benar-benar kelelahan."

"Kenapa tidak ambil cuti?"

"Sudah tanggung jawab." Chuuya menegakan punggungnya, menggeliat melemaskan otot-otot yang terasa pegal.

Hampir satu menit keheningan mengisi ruang diantara [Y/N] dan Chuuya. Hingga akhirnya sang pria mulai berbicara.

"Kau mau jadi istriku tidak?"

[Y/N] mengerjap, saat ditatapnya mata Chuuya yang setengah membuka setengah menutup barulah gadis itu sadar. Mungkin, rekannya sedang dalam pengaruh alkohol.

"Jangan berbicara ketika mabuk. Omonganmu pasti ngelantur."

Chuuya menoel pipi [Y/N] pelan, "Aku tidak mabuk. Hanya mengantuk."

"Oh."

Chuuya mendecak, pria itu menyenderkan kepalanya di bahu [Y/N].

"Kalau dipikir-pikir, bekerja sendirian itu sulit juga. Meskipun bisa menyewa pembantu untuk membereskan apartemen tetap saja rasanya aneh. Makan masakan pembantu, menggunakan pakaian yang dicuci pembantu, kalau sakit diurus pembantu." Chuuya mulai mengoceh. "Jadi istriku, ya?"

"Kenapa kau memaksa sekali?" [Y/N] memalingkan wajahnya, enggan bertatapan dengan Chuuya yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. "Jika nanti aku mengerjakan semua itu, apa bedanya aku dengan pembantu-mu?"

"Bedanya aku mencintaimu, sementara pembantu-ku tidak."

Tangan [Y/N] tergerak pelan, menggosok-gosok ujung hidunya sendiri. Chuuya terkekeh, yang mana terdengar sangat dekat di telinga [Y/N].

"Aku paling ingat kebiasaanmu, menggosok hidung jika sedang gugup." [Y/N] menggosok hidungnya agak keras.

"Lalu menutupi wajahmu dengan kedua tangamu jika sedang malu." Tepat saat Chuuya berkata demikian, [Y/N] melakukan apa yang pria itu katakan.

"Kau selama ini memperhatikanku?"

Chuuya tidak menjawab, ditatapnya gadis yang masih menutupi wajah. Badannya mendekat, bibirnya mengecup punggung tangan gads di depannya.

"Pokoknya harus mau jadi istriku."

🐒🐒🐒🐒🐒

# omake #

"Untuk apa kau datang kemari? Ini sudah larut, bodoh." Chuuya mendecih mendapati Dazai tiba-tiba datang ke apartemennya.

"Kau tampak gelisah, yakin tidak mau menikahi adiku?"

Chuuya memalingkan wajah.

"Sekali ini saja. Jujur. Hilangkan ego-mu sekejap. Sebelum kau benar-benar kehilangan dia."

Chuuya memejamkan mata erat, "Iya."

"Iya apa?"

"Aku mencintai adikmu, sialan!"

Dazai tersenyum jahil, "Temui sana. Biasanya ia duduk di taman kota malam-malam begini." Chuuya tampak berjalan keluar.

"Hei, tak sekalian meminta restu padaku?"

"Mati sana."

921 word(s) 》》》》
see ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro