Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

antap |• bagian dua

Genap seminggu aku menghindari
laki-laki itu. Perasaan takut bercampur amarah ditunjukan tak lain pada diriku sendiri. Mengapa aku sebodoh itu? Tanpa malu menyentuh seenaknya. Sudah tahu Kak Sakusa punya phobia bakteri.

Ah, dipikir-pikir belakangan pikiranku terlalu salah fokus. Memikirkan Kak Sakusa terus. Hari ini teman-teman minta aku datang, katanya ada latih tanding dengan Kampus lain.

Jadi, disinilah aku sekarang. Tribun penonton paling belakang, tak akan terlihat dari arena pertandingan.

Baru kali ini aku melihat pertandingan Voli secara langsung, namun bisa kukatakan Kak Sakusa memang memiliki kharisma seorang pemain profesional. Serius deh! Aku tak berkata begini hanya karena menyukainya, tapi ya betul sih aku sangat menyukainya.

Aku datang tepat di set keempat. Tak lama kemudian selesai dengan hasil yang memuaskan. Ya, kata orang-orang disekitar begitu.

Satu hal yang memancing atensiku, Kak Sakusa berbalut keringat dan tampak sangat bersemangat. Meskipun pertandingat telah berakhir, senyum tipis terlihat tak meninggalkan wajahnya sama sekali. Ia bahkan beradu tos dengan semua pemain, tertawa bahagia seakan tak memiliki beban. Mereka bahkan saling merangkul, mengacak rambut serta gestur lain yang menandakan pujian melalui gerakan.

Kak Sakusa sepertinya memang tak suka padaku saia. 

Aku berjalan keluar setelah mengabaikan tatapan yang Kak Sakusa layangkan.

》▪《

Semakin ingin dilupakan efek yang terjadi justru akan berkebalikan. Ungkapan ini cocok untuk menggambarkan keadaan [F/N] sekarang. Ia tak langsung pulang, malah masuk ke ruangan aula yang biasa digunakan Klub Teater dan menyandarkan punggung pada salah satu sisi dinding.

Lampu temaram menambah kesan buram, [F/N] merutuki diri karena menyia-nyiakan kesempatan. Hati kecilnya berkata garis takdirnya dan Sakusa tak akan bersilangan lagi.

Usai sebelum dimulai.
Menyerah sebelum melangkah.

Hati [F/N] tak kuat jika harus
terus-menerus menerima perkataan seperti itu dari Sakusa. Ya memang salahnya juga sih, tapi Sakusa tak usah sekasar itu bisa kan?

Kedua tangan dijadikan tumpuan kepala, [F/N] mulai menangis. Kebiasaan overthinking-nya mulai muncul. Apalagi setelah melihat Sakusa yang tampah bahagia bahkan saat rekan satu tim menyentuh dirinya.

"Bego."

Sesenggukan, bahu naik-turun tak beraturan. Gigi geraham saling mencengkram menghasilkan erangan, menahan teriakan lebih kencang.

"Bego banget sih aku."

Nafas [F/N] sempat tercekat saat sepasang tangan bergerak memeluk pinggul dari samping, sebelum sempat mendongak kepala seorang manusia menyusup menuju lekukan leher.

Satu-satunya tempat aman bagi Sakusa menyembunyikan muka, hidung mancung menyentuh sana-sini. Memberi kehangatan pada si perempuan.

Tangan [F/N] bergerak melepaskan lengan Sakusa yang memeluk erat sampai menghantarkan rasa sesak.

"Aku kotor, Kak."

"Enggak kok," Sakusa mulai bergerak menjauh, tak cukup jauh untuk menatap netra coklat yang masih mengeluarkan air mata.

Telapak kanan Sakusa menyentuh pipi gadis dihadapannya, mengusap pelan sampai [F/N] merasa lebih tenang. Matanya menelisik, menatap tajam seakan akan mati jika tak balik ditatap.

Gadis itu terpaku, merinding saat bibir Sakusa menyentuh telinga bagian bawahnya. Sekujur tubuh bergetar.

"Maaf ya."

[F/N] menunduk tanpa menjawab seraya menghindari tatap.

"Kenapa tadi langsung keluar? Nggak mau nyapa aku dulu?"

Lagi. Ia hanya menggeleng. Gestur risi yang ditunjukan berharap si laki-laki tak melanjutkan percakapan.

"Kamu benci aku?"

Dagu diangkat pelan menggunakan tangan yang sebelumnya menyentuh pipi. Memaksa gadis itu menatap balik, Sakusa meminta jawaban.

Persetan dengan phobia yang ia alami, sejak awal Sakusa tak menganggap
[F/N] jijik sama sekali. Gadis itu selalu membawa tisu kemana-mana, parfum yang tercium juga selalu menarik perhatian Sakusa. Ia bersih, rajin mandi. Sudah pasti.

"Dek [F/N], kamu suka aku?"

Tak menjawab, netra coklat tertutup kelopak. Tak suka ditanya-tanya soal rasa. Terlebih yang bersangkutan sendiri yang bertanya. Sial.

Nafas keduanya jatu pada pipi satu sama lain, Sakusa mendekatkan badan sampai jarak sepenuhnya terhapuskan. Berbagi kehangatan melalui ciuman singkat, laki-laki itu kembali menenggelamkan wajah pada ceruk leher cantik.

"Aku juga suka kamu, Dek. Kamu bebas nyentuh aku semaumu."


[]


how to say i love you without using
those three words?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro