Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 9

Pagi masihlah dingin, sedingin sikap Arga yang semakin menjadi. Hujan mengguyur deras seakan menahan orang-orang untuk beraktivitas. Pria itu kembali pada kebiasaannya, mengabaikan pakaian yang telah disiapkan Keyara. Ia pilih sendiri kemeja dan dasi yang ia suka. Bahkan, ia selalu menghindari kontak mata dengan istrinya.

Kesabaran Keyara kembali diuji. Ia tahu, pernikahannya tak akan bisa diselamatkan dan ia pun memilih untuk berpisah. Ia tengah menguatkan hati. Sering pula merangkai kata dalam benak untuk mengutarakan kejujurannya pada Sang Mertua. Pernikahan yang terlihat sempurna di mata mertuanya ini nyatanya menorehkan banyak luka. Layaknya kain yang berlubang di banyak tempat, tak akan ada yang mampu menutup jika tak ada yang menambal. Bahkan jika hanya ada satu hati yang  berjuang untuk menambal, semua tak akan lagi bisa tampak indah. Mencintai dari satu pihak itu menyakitkan.

Keyara mematut diri di cermin, merapikan bajunya. Sedangkan Arga merapikan kemejanya sendiri. Sesekali ia melirik Sang Istri, mencermati kembali penampilan istrinya yang kian hari semakin rapi. Tak ada lagi tatapan polos yang pasrah seperti dulu. Ia tampak lebih percaya diri dengan pendar mata yang tajam dan penuh kekuatan.

"Setiap hari semakin rapi, wajar kalau aku curiga kamu dan Andra ada sesuatu." Arga tak tahan juga untuk mengomentari penampilan Keyara. Ketika Keyara menolehnya, Arga kembali membuang muka. Ia alihkan tatapannya pada bayangannya yang memantul di cermin.

"Apa tidak ada pembahasan lain?" tanya Keyara singkat. Ia menatap Arga lebih tajam dari biasanya.

Arga balas menatap balik Keyara. Wajahnya dingin. Ia kembali mencari tatapan sendu Keyara yang seakan memohon belas kasih darinya. Tatapan yang mengharapkan cinta. Kini semua seperti terenggut begitu saja. Tak ada lagi jejak-jejak mendamba seperti yang sering wanita itu tunjukkan. Apa Keyara tak lagi mencintainya?

"Aku hanya ingin memastikan. Jika memang kalian ada hubungan, tak perlu ditutupi."

Keyara tersenyum miring. Seharusnya ia yang curiga jika Arga dan Mutia menjalin hubungan mengingat keduanya masih menyimpan rasa.

"Kenapa? Bukankah Mas nggak peduli dengan apa pun yang aku lakukan? Aku cukup punya malu dan harga diri. Meski aku nggak dianggap istri, aku tetap memosisikan diri aku sebagai wanita bersuami. Harusnya aku yang curiga sama Mas Arga. Mas Arga dan Mutia masih saling mencintai."

Arga tercekat. Ia tak menyangka jika Keyara kini selalu berani membalas ucapannya. Ia sengaja tak membalas ucapan Keyara kali ini untuk menyiksa perasaan Keyara. Ia biarkan Keyara dengan prasangkanya semata untuk mencari tahu apa masih ada kecemburuan di hati wanita itu.

Melihat Arga mematung, Keyara berjalan melewati laki-laki itu. Melihat Keyara datar dan tak bereaksi, Arga gregetan sendiri. Ia tarik tangan Keyara kasar hingga tubuh istrinya menyentuh tubuhnya. Tanpa menunggu reaksi Keyara, Arga mencumbu bibir wanita itu dengan begitu rakus seolah tengah menunggu momen ini sekian lama. Keyara sedikit memberontak, tapi pelukan ketat Sang Suami benar-benar melumpuhkannya. Napas terdengar naik turun, saling berkejaran. Arga tak mau melewatkan kesempatan. Ia terus saja memagut bibir Keyara tak peduli istrinya kewalahan untuk menetralkan napasnya yang masih memburu. Di sisi lain Keyara tak bisa memungkiri jika ia pun menikmati ciuman yang tiba-tiba itu.

Arga melepas ciumannya setelah ia butuh menghirup oksigen dengan lebih leluasa untuk mengatur napas. Keduanya saling menatap dengan napas yang masih terengah-engah. Keyara menatap Arga dengan pandangan bertanya, kenapa laki-laki itu seolah menginginkannya di saat perpisahan itu semakin dekat. Arga pun menatap lekat Keyara dengan berusaha sekuat tenaga mengendalikan diri untuk tak menyentuh wanita itu lebih intim meski godaan itu semakin menguat. Rintik hujan menjadi satu-satunya sumber suara yang memecah kesunyian.

"Aku yakin sampai di sekolah nanti, ciumanku akan terus membekas. Setidaknya ini akan membantumu mengontrol tindakanmu setiap kali bertemu Andra dan masih mengingat akan statusmu yang sudah bersuami." Arga menatap Keyara tajam, tanpa senyum, tanpa rasa terima kasih karena ia pun begitu menikmati momen panas barusan. Jika tak ingat akan gengsi dan jarum jam yang semakin bergeser, mungkin Arga sudah melanjutkan aktivitas itu ke sesuatu yang lebih intim.

Keyara terpaku. Hingga laki-laki itu berjalan keluar kamar, ia masih membisu. Ia menyalahkan diri yang masih saja menerima ciuman Arga tanpa berusaha lebih untuk menolaknya. Ia tak mau Arga semakin merendahkannya. Namun, ia juga tahu bahwa sebagai istri, tak seharusnya ia menolak. Terlebih ada Arimbi di rumah mereka. Akan sangat lucu jika dia berteriak atau lari keluar kamar hanya karena Arga berusaha menciumnya.

Momen sarapan mungkin akan selamanya menjadi momen yang sunyi diiringi denting sendok dan garpu jika saja tidak ada Arimbi di rumah itu.

"Arga, Key, sudah setahun kalian menikah. Sampai sekarang Key belum ada tanda-tanda hamil. Bunda tahu, semua adalah kuasa Allah. Manusia cuma bisa usaha dan doa. Tapi jujur, Bunda udah pingin banget punya cucu." Arimbi menatap anak dan menantunya dengan senyum lembut yang sering terkerling dari kedua sudut bibirnya.

Arga yang sedang mengunyah berhenti sejenak. Keyara pun sedikit terperanjat karena Arimbi membahas persoalan ini. Apa ia dan Arga harus meredam ego dan berusaha membahagiakan Arimbi dengan kehadiran buah hati? Perpisahan itu semakin dekat, Keyara tak mau hamil dan melahirkan jika berujung pada runtuhnya mahligai pernikahan mereka. Keyara ingin memberikan potret keluarga utuh dan bahagia untuk anaknya kelak.

"Mungkin kalian butuh waktu yang benar-benar luang untuk honeymoon. Sesekali izin kerja bisa, 'kan? Tiga hari mungkin cukup. Sabtu-Minggu Key libur, Arga juga, Senin kalian izin. Gimana?"Arimbi menatap lekat keduanya meminta persetujuan.

Arga dan Keyara terpekur. Berbulan madu menjadi satu hal yang tidak pernah terlintas di benak keduanya. Arga memikirkan permintaan ibunya lebih dalam. Kenapa ia tidak kabulkan saja? Bukankah sudah sewajarnya ia mendapatkan haknya sebagai suami. Entah nanti berpisah atau tidak, ia juga memiliki keinginan untuk menyentuh Keyara. Ditambah akhir-akhir ini ia selalu saja berfantasi bagaimana bisa menaklukkan Keyara di ranjang.

"Nanti Arga akan cari waktu. Key juga, nanti dia izin ke Kepala Sekolah." Laki-laki itu melirik Keyara, memaksakan bibirnya untuk tersenyum.

Keyara pun tersenyum tipis, senyum untuk memberikan kesan setuju di depan Arimbi. Jauh di benaknya, ia memikirkan banyak hal.  Mungkin honeymoon hanya akan menjadi sebatas formalitas. Namun, ia tak akan lupa pada kesepakatannya dan Arga. Ia tak ingin Arga menyentuhnya jika pernikahan mereka berujung pada perpisahan.

"Oya, hujan belum reda. Sebaiknya kamu antar Key ke sekolah." Arimbi melirik Arga yang sibuk memikirkan destinasi honeymoon.

"Iya, Bun," balas Arga singkat.

******

Arga mengantar Keyara, satu momen yang begitu langka. Dalam perjalanan keduanya saling diam. Hingga hujan berhenti, keduanya masih betah untuk membeku. Debaran itu masih bertalu. Berciuman dua kali dengan Arga sudah cukup membuat perasaan Keyara berloncatan, tak tentu arah. Namun, ia juga takut jika Arga hanya ingin mereguk nikmatnya saja sedang perasaannya tak akan pernah menjadi prioritas bagi laki-laki itu. Keyara berusaha membentengi diri agar tak terbuai.

Arga menghentikan mobilnya di tepi jalan. Di waktu yang bersamaan, Arga melihat Andra turun dari mobil bersama putrinya. Ia turut turun dari mobil dan mengantar Keyara masuk ke pelataran sekolah, sesuatu yang lagi-lagi asing bagi Keyara.

Andra terkejut melihat Arga berjalan beriringan dengan Keyara. Ia membatin, mungkin hubungan Arga dan Keyara memang sudah membaik. Berat untuk mengikhlaskan, tapi ia juga tak ingin egois. Keyara berhak bahagia.

Keyara tak enak hati ketika mereka berpapasan. Ia inisiatif menyapa Sella dan menuntun gadis kecil itu memasuki kelas, tanpa menyapa Andra. Bahkan ia menghindari kontak mata dengan Andra. Ia pun lelah selalu dicurigai Arga bahwa ia memiliki hubungan dengan Andra.

Tinggallah Andra dan Arga yang mematung, saling berhadapan tanpa ekspresi berarti. Keduanya seakan enggan untuk menyapa lebih dulu.

"Akhir-akhir ini kalian sepertinya begitu akur. Aku senang melihatnya." Andra berbasa-basi. Ia tahu kata-katanya ini mungkin tidak seharusnya ia ucapkan. Terlebih raut wajah Arga tampak tak bersahabat.

"Ya, bahkan kami merencanakan untuk berbulan madu kembali. Bunda sudah sangat menginginkan cucu," ucap Arga gamblang seakan ingin menegaskan bahwa hubungannya dan Keyara tengah membaik dan ini sebagai ultimatum halus agar temannya ini mundur.

Andra cukup terperanjat, tapi ia coba menutupi rasa yang tak menentu dengan satu senyum sebagai pengalih rasa. Mau diungkit kesalahan Arga pada Keyara sebanyak apa pun, tetap saja laki-laki itu yang berhak atas Keyara.

Andra tersenyum, senyum yang menyimpan getir. "Aku ikut senang, semoga nanti honeymoon-nya lancar. Aku pamit dulu, masih banyak pekerjaan."

Arga tersenyum merayakan kemenangan ketika mengamati derap lunglai Andra yang meninggalkan pelataran.

******

Hari ini tak ada agenda berarti. Arga sudah menghabiskan waktu lima belas menit untuk membaca-baca brosur paket liburan honeymoon dari agen-agen wisata di lokasi terdekat.

Ia sedikit kaget kala suara ketuk pintu membuyarkan konsentrasinya. Mita, sekretarisnya membuka pintu setelah Arga mempersilakannya untuk membukanya. Ia terkejut melihat sosok yang berjalan di sebelah Mita.

"Maaf, Pak, Mbak ini memaksa masuk meski belum membuat janji sama Bapak." Mita menunduk, takut atasannya marah.

"Tolong jelaskan ke sekretarismu siapa saya, Arga." Mutia melirik Mita dengan tatapan tak suka.

"Mita kamu boleh keluar ruangan," tukas Arga pelan. Laki-laki itu beranjak. Ia mendekat ke arah Mutia setelah Mita berlalu dari ruangan.

"Ada apa, Mutia? Kamu datang tanpa memberi kabar."

Mutia tersenyum lembut. Ia merasa sekarang waktu yang tepat untuk merebut apa yang seharusnya menjadi haknya.

"Aku kangen ngobrol-ngobrol sama kamu, Ga."

Arga terdiam sejenak. Dulu ia pun merasakan kerinduan yang begitu menyiksa, teramat menyiksa. Sekian tahun kehilangan jejak Mutia membuatnya perlahan membiasakan diri tanpa kehadiran gadis itu. Setelah sekian lama dirinya baik-baik saja, Mutia kembali hadir..

Melihat Arga yang membisu, netra Mutia berkeliling hingga pandangannya terpaku pada lembaran-lembaran brosur. Ia mengambil dua di antara delapan brosur.

"Liburan honeymoon? Kamu mau liburan bareng Key?" Mutia mengernyitkan alis.

Arga hanya mengangguk pelan.

Tampak keterkejutan di bola mata Mutia. Ia menajamkan penglihatannya.

"Sekian tahun aku menunggu waktu yang tepat untuk kembali. Sekian tahun aku pikir kamu masih menjaga hatimu untukku. Apalagi kamu bilang kalau kalian dijodohkan dan kalian tidak saling mencintai. Tapi apa faktanya? Kamu jatuh cinta pada Keyara?" Mutia menegaskan kata-katanya. Ia teramat kecewa pada Arga yang secepat itu bisa move on darinya.

"Kamu salah paham, Mutia. Honeymoon ini adalah keinginan bundaku."

Mutia yang terlanjur kecewa melangkah tergesa-gesa meninggalkan ruangan. Arga berusaha mengejarnya. Ia takut kehilangan Mutia kedua kali.

******

Vote & comment ya biar rame 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro