
Prolog
Hai semua, ini BTS versi revisi, disarankan untuk kalian membaca ulang karena banyak alur yang berubah. Sebelum membaca, ada baiknya kalian ngefollow syfrat terlebih dahulu karena kedepannya ada beberapa part yang diprivate.
Buat yang udah baca tinggalin jejak dengan komen yang banyak ya!! Yang baru mau baca juga! wkwk.
Sekian dari syfrat, selamat membaca^^ Semoga suka.
***
Seorang gadis berambut cokelat gelap berdiri di antara kegelapan. Dia menatap sekelilingnya, tetapi tidak dapat mendeteksi tempat dia berdiri. Gadis beriris mata cokelat gelap itu berjalan tak kenal arah. Dia bagaikan seorang tunanetra.
"Apa ada orang di sini?" Latisha melangkah ragu. Tangannya dia layangkan berharap dapat menyentuh sesuatu. Hanya suara dari embusan napasnya yang mengisi keheningan.
"Halo?" ulang Latisha. Tidak ada yang menjawabnya. Seketika perasaannya menjadi tidak enak, seperti ada sesuatu yang mengganjal hati kecilnya.
"Ini semua karena kamu." Seseorang bersuara di dalam kegelapan, suara yang entah mengapa terasa tidak asing bagi Latisha. Gadis itu lantas tersenyum mengetahui bukan hanya dia di ruang tak bercahaya ini.
"Hei, kamu di mana?" tanya Latisha berusaha mencari letak sumber suara. Namun, tiba-tiba suara tangisan memecahkan keheningan. Gadis dengan rambut bergelombang bak ombak di pantai merasa khawatir dengan orang yang menangis di antara kegelapan itu.
"Ah!" Latisha terkejut saat dirinya tanpa sengaja menginjak sesuatu. Entah dari mana asalnya, sorot lampu menerangi pandangan Latisha. Kini, dia seutuhnya dapat melihat dengan jelas sesuatu yang dia injak.
Seorang gadis kecil yang berumur sekitar lima tahun berdiri di hadapannya. Latisha terkejut ketika melihat kondisi gadis itu. Wajahnya dilukiskan bekas luka yang membiru. Bibir mungilnya membengkak seperti orang yang habis berkelahi. Darah segar mengalir dari ujung bibir. Matanya sayu seolah kurang tidur. Pakaiannya yang cantik robek seperti dicakar hewan ganas. Rambutnya yang dikuncir seperti ekor kuda kusut seakan tak pernah disisir.
Latisha tercengang. Dia seperti melihat pantulan bayangan dirinya sendiri di cermin yang tidak tampak ini. Ditatapnya iris mata yang terlihat serupa dengan iris matanya, cokelat gelap. Kepedihan tersirat jelas di mata sayu gadis mungil itu membuat Latisha merasakan hal yang sama.
"Kamu kenapa?" tanya Latisha dengan suaranya yang berubah menjadi serak. Latisha melangkah mendekat, hendak meraih tubuh mungil di depannya. Namun, gadis itu melangkah mundur, seolah ketakutan dengan gadis SMA yang kini mengernyitkan keningnya.
"Ini semua karena kamu." Seseorang seperti menampar Latisha. Sayangnya, itu hanyalah ilusi semata. Gadis setinggi 165 sentimeter itu mematung di tempatnya berdiri. Dia menarik kembali tangannya yang hendak meraih tubuh mungil di hadapannya.
Air mata mengalir ke pipi. Gadis kecil di hadapannya menangis sambil menatap Latisha dengan sorot mata penuh kepedihan. Bibir mungil itu bergetar karena tangis yang begitu saja meledak. Suara tangisan itu entah kenapa membuat hati Latisha teriris.
Latisha balas memandang gadis di hadapannya. Tak setitik pun dia mengeluarkan suaranya seolah ada sesuatu yang menghambat dirinya. Napasny mulai berjalan tak teratur. Rasa penat serta pusing seketika melanda dirinya.
"Karena kamu, aku jadi seperti ini. Kalau kamu ngga melakukan hal itu, aku ngga akan menjadi seperti ini."
Latisha menunduk menyembunyikan wajahnya. Tanpa dia inginkan, butiran-butiran kristal bening lolos melewati pelupuk matanya. Perkataan gadis di hadapannya itu menusuk tepat ke jantungnya.
Latisha terisak bersama dengan gadis yang ia yakini adalah bayangan dirinya di masa lalu.
"Ini semua salah kamu." Gadis berumur lima tahun itu perlahan melangkah mundur. Namun, Latisha enggan membalas tatapan yang diberikan. Dia tak pantas untuk memandang gadis itu karena dia tahu, semua yang terjadi hingga detik ini adalah akibat dari keputusannya pada masa lalu.
"Kamu harus bertanggung jawab." Suara tangisan itu kian melemah. "Aku ... membencimu." Gadis itu telah lenyap bersamaan dengan kegelapan yang kembali menemani dirinya. Latisha memandang kosong tempat gadis itu berdiri sebelum kegelapan merenggut habis bayangan dirinya dua belas tahun lalu.
Latisha berlutut, sudah tidak dapat dia tahan lagi beban tubuhnya. Tangisannya semakin pecah ketika merasakan sesak di dadanya. Dia mendekap erat dirinya sendiri.
“Maaf … maafkan aku.”
Latisha tersentak bangun dari tidurnya. Napasnya memburu seperti habis berlari marathon. Detak jantungnya berdetak lebih cepat. Matanya sembap sehabis menangis, gadis itu menangis di dalam tidurnya.
Mimpi itu lagi, batin Latisha bermonolog sendiri.
Latisha mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan seluas 15 x 5 meter itu. Hanya tersisa dirinya dan beberapa murid yang sedang mengerjakan tugas kelompok.
Kemudian, dia melirik ke luar jendela perpustakaan yang menampilkan langit yang telah berubah warna menjadi oranye dipadukan dengan kuning langsat. Gadis dengan bentuk tubuh seperti jam pasir itu melihat jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore yang menyatakan Latisha telah tertidur selama satu setengah jam.
Dia merapikan buku-bukunya yang berserakan di atas meja. Kemudian, memeluk erat binder yang sebelumnya dia jadikan sebagai bantal untuknya tidur.
Latisha beranjak pulang, meninggalkan tempatnya untuk menghabiskan waktu dan beralih ke tempat dia menahan kepedihan selama dua belas tahun ini.
***
Udah baca kan? Nah gimana pendapat kalian dengan prolog versi revisi? Lebih bagus apa jelek? wkwkwkwk.
Mau update? Tunggu pada spam komen yaw wkwkwk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro