4. Berkenalan
Sejujurnya challenge yang kemarin belum tembus:( tapi berhubung syfrat baik, syfrat post deh part 4 nya.
Kali ini syfrat ngasih challenge sampai 400 comment. Semoga tercapai ya:( btw part selanjutnya tentang keluarga Latisha lagi, jadi kalau penasaran spam ya!! Syfrat tinggal post doang loh wkwkwk
Okedeh itu saja, selamat membaca^^
***
Matahari secara perlahan terbangun dari tidurnya, mulai menjalankan tugasnya untuk menerangi dunia. Suara air mengalir bagai simfoni. Angin yang berdesir menerpa rambut panjang Latisha yang dibiarkannya terurai di bahu.
Duduk di bawah pohon rindang dengan air terjun buatan di hadapannya menjadi tempat untuknya menyendiri.
Matanya menatap lekat sekeping kenangan yang dipotret. Gadis berwajah cantik itu sudah tidak kuasa lagi menahan rasa perih di hatinya. Dia membiarkan kristal bening ke luar dari tempat penampungannya. Tak ada yang mengisi keheningan selain suara isak tangisnya serta suara dari air terjun buatan di hadapannya.
Sudah dua belas tahun berlalu, tetapi kejadian di masa lampau itu hingga saat ini tak kunjung juga menghilang dari ingatannya.
Bahu kokoh yang menanggung beban itu bergetar. Jemari kecilnya mengelus lembut wajah Bryan melalui foto yang dia pegang. Kemudian, berganti ke wajah There. Tetesan air mata jatuh ke foto yang dia genggam.
"Ica kangen," lirih Latisha.
Sesuatu seakan meremas kuat dadanya sehingga membuat gadis berparas ayu itu kesulitan untuk bernapas. Matanya memerah serta membengkak karena telah menangis.
"Eh, ternyata ada orang, ya, di sini." Latisha tergesa-gesa menghapus air matanya ketika suara seseorang menginterupsi tangisnya. Dia memasukkan lembaran foto itu ke dalam saku seragamnya. Derap langkah kaki yang mendekat tertangkap indera pendengarannya.
"Gue boleh duduk di sini?"
Latisha mendongak untuk melihat orang yang telah menganggu waktu sendirinya.
Ah, cowok yang kemarin, batinnya ketika melihat sosok yang punya suara.
Latisha mengangguk. Kemudian, terukir lengkungan tipis di wajah tampan cowok itu. Dia duduk tepat di samping Latisha. Tak ada yang bersuara di antara mereka. Masing-masing dari mereka memikirkan hal yang berbeda.
"Kenapa kemarin lo ngga ngelawan?" Latisha menoleh ke cowok yang saat ini memandang air terjun buatan di hadapan mereka.
"Nggak apa-apa."
"Lo suka ditindas gitu?"
Perkataan cowok di sampingnya berhasil menohok Latisha. Dia tidak suka diperlakukan semena-mena seperti itu, tetapi dia tidak ingin menambah masalah. Latisha tidak membalas pertanyaannya.
"Kenalin, nama gue Asyra."
Sebuah tangan berada di hadapan Latisha. Gadis beriris mata cokelat gelap itu menoleh ke sosok di sebelahnya. Cowok bernama Asyra menatap Latisha. Sedetik kemudian, Latisha membalas jabatan tangan Asyra.
"Latisha."
Suara bel masuk yang berdering menghentikan mereka yang bertatapan satu sama lain.
"Lain kali kalau digituin lagi dibalas, ya. Jangan diem aja. Kalau lo ngga berani, panggil gue aja." Latisha tertawa kecil mendengar ujaran Asyra. Hanya dalam beberapa menit mereka dapat dekat layaknya teman lama.
"Makasih, ya, Syra." Latisha berlari menjauhi Asyra yang tersenyum tipis ke kelasnya yang tak jauh dari taman belakang sekolah.
***
Kebisingan memenuhi tiap penjuru kelas XII-MIPA 1. Murid-murid melakukan berbagai macam kegiatan untuk mengisi kekosongan sementara.
Sudah sepuluh menit sejak bel pergantian pelajaran berbunyi, tetapi wanita kecil yang seharusnya mengajar itu tidak kunjung juga menunjukkan batang hidungnya.
Seorang cowok dengan napas terengah-engah masuk ke kelas yang berada di lantai satu itu. Keringat mengalir dari pelipisnya. Seragamnya keluar dari tempatnya sehingga memberi kesan berantakan. Rambut hitamnya dibentuk seperti jambul ayam jago.
Seketika murid yang sebelumnya bergosip, bermain gitar, atau bahkan belajar menatap penasaran ketua kelas mereka. Mereka menanti dengan sabar Niko mengatur napasnya yang memburu.
"Hari ini-hosh hosh-Bu Leni-hosh hosh-ngga masuk. Jadi, kita free class." Sorakan bahagia menggema di ruang kelas XII-MIPA 1 setelah Niko mengatakan kabar bahagia untuk mereka.
"Ada tugas nggak?" tanya seorang cowok bertubuh kecil dengan kacamata bulat yang bertengger di hidungnya.
"Sayangnya kita dapat tugas." Seketika murid kelas XII-MIPA 1 mendesah. "Hari ini kita disuruh baca cerpen terus nanti kita tulis rangkumannya di kertas folio," ucap Niko menyampaikan tugas yang diberikan guru bahasa Indonesianya. Niko membagikan kertas folio ke masing-masing teman sekelasnya.
"Ara, mau baca di perpustakaan ngga?" ajak Latisha kepada Ara. Teman sebangkunya itu mengangguk dengan semangat bak anak kecil yang dibelikan permen. Mereka berjalan beriringan-menuju ruang perpustakaan. Langkah mereka terhenti ketika hendak melewati ruang musik. Suara dentingan piano menarik perhatian Ara.
"Tish, lo denger itu, nggak?" Latisha mengangguk kecil. Namun, dia tidak mau lagi mengintip sosok di balik piano itu.
"Gila! Bagus banget lagunya." Ara hendak melihat sosok yang berhasil menciptakan nada-nada indah yang menyejukkan jiwa. Gadis beriris mata abu-abu itu hendak mendekat ke pintu kayu yang terbuka. Namun, Latisha mencegah Ara untuk mendekat lebih jauh.
Ara menatap bingung Latisha yang mencengkeram erat pergelangan tangan kirinya. Ketika hendak bertanya, suara yang berhasil menghipnotisnya seketika berhenti. Tidak lama, deritan pintu yang digeser membuat degup jantung kedua gadis itu berpacu lebih cepat dari biasanya.
Seorang cowok-yang dapat mereka yakini sosok di balik melodi indah itu- keluar dari ruang musik. Tersirat keterkejutan di wajah cowok setinggi 175 sentimeter itu. Iris mata abu-abunya terpaku melihat Latisha.
Latisha ketakutan saat ditatap tajam seolah dia ketahuan mencuri. Dirinya dapat bernapas lega saat cowok berwajah tampan itu berjalan menjauh dari mereka.
"Jutek banget," gumam Ara sembari memandang punggung kokoh sosok pemilik tatapan dingin itu. Latisha terkekeh.
"Udah yuk, langsung ke perpustakaan aja."
***
Lanjut atau engga?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro