Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Orang Asing

450 comment lanjut ke part 4! Btw makasih buat kalian yang rela spam wkwkwk. Semangat ya spamnya! Biar syfrat semangat nulisnya wkwkwk.

Selamat membacaa, semoga suka hehe.

***

Tumpukan buku tulis berada dipelukan Latisha. Gadis berparas ayu itu hendak memberikan tugas kelasnya ke Pak Fiko, Guru Sejarah. Lantunan melodi terdengar ketika Latisha melewati ruang musik yang berada beberapa ruang sebelum ruang guru. Pintu kayu yang sedikit terbuka itu membuat nada-nada merdu yang tercipta terdengar hingga ke luar ruangan.

Kening Latisha berkerut. Siapa yang bermain musik di tengah jam pelajaran ini? Karena penasaran, Latisha mengintip dari celah pintu yang terbuka.

Tampak seorang cowok yang duduk di belakang piano hitam. Tuts-tuts yang ditekan menciptakan harmoni yang selaras.

Latisha terkagum dengan permainan piano cowok itu, seolah ada makna tersendiri di balik nada yang dimainkannya. Permainan piano itu membawa Latisha ke alam bawah sadarnya. Dia terbawa arus dari nada-nada yang dimainkan secara selaras.

Dapat dia rasakan guratan rindu dari instrumen yang didengar. Tersirat kesedihan dari permainan menakjubkan itu seakan cowok yang kini terhanyut dalam melodi buatannya sendiri sedang menyalurkan perasaannya.

"Ngapain kamu di sini?" Suara tegas yang terasa dekat dengannya membawa Latisha kembali ke dunia nyata. Dia tersentak kaget ketika melihat seorang wanita berambut pendek yang berdiri tepat di belakangnya.

"Nggh ...." Latisha kebingungan mencari jawaban yang tepat. Gadis itu menatap sekelilingnya seolah menghindari tatapan tajam dari guru piket di hadapannya.

"Kamu bolos?"

"Nggak kok, Bu," jawab Latisha cepat. Salah satu alis wanita itu terangkat seakan meminta jawaban.

"Nggh, saya cuman lewat, Bu. Mau ngasih tugas ke Pak Fiko."

"Kalau begitu, kasih sekarang! Jangan malah kelayapan!"

"I-iya, Bu." Latisha menunduk. Ia pamit kepada Bu Wendah selaku guru piket yang menjaga.

Seorang cowok yang berada di balik piano itu merasa terusik dengan kegaduhan di luar. Hingga akhirnya, dia melihat, dari celah pintu yang sedikit terbuka, seorang cewek dengan rambut dikuncir satu yang lewat.

Pintu yang terbuka itu menciptakan deritan yang dapat merusak gendang telinga sehingga menampilkan sosok Bu Wendah yang menatapnya tajam.

"Kamu ini! Berapa kali saya bilang jangan bolos!"

"Jawab saya, Farrel Ivander!" Cowok yang bernama Farrel itu menatap datar wanita bertubuh kecil yang berdiri tepat di depan pintu masuk. Dia menghela napas berat. Kemudian, berdiri dari tempatnya dan berlalu tanpa mengucapkan satu patah kata pun.

***

Langit sore tampak indah dengan semburat jingga yang mewarnainya. Seorang gadis dengan wajah kusam akibat debu berdiri lesuh di halte. Banyak angkutan yang lewat, tetapi tak ada satu pun yang sesuai dengan arah tujuannya. Tak jarang dari kendaraan itu mengeluarkan asap hitam yang tidak baik untuk kesehatan.

Latisha memandang sekitarnya. Jalan yang dipenuhi dengan kendaraan bermotor membuat semrawut kota metropolitan ini. Tatapannya terhenti kepada seorang nenek dengan tubuh yang membungkuk tiba di halte. Matanya yang minim penglihatan melihat ke seberang jalan. Kakinya yang tidak beralaskan apa pun menginjak jalan beraspal yang terasa panas. Spontan, Latisha menghentikan langkah nenek itu yang hendak menyebrang.

"Sini biar saya bantu, Nek." Hingga akhirnya, mereka tiba di seberang jalan. Tangan yang berkeriput itu menggenggam tangan Latisha. Matanya menatap manik mata Latisha.

"Makasih, ya, Nak, udah bantu Nenek. Semoga kamu selalu diberi kebahagiaan sama Tuhan," ucapnya yang membuat hati Latisha menangis sedih. Latisha memaksakan diri untuk tersenyum. Dia hanya bisa mengaminkan doa wanita tua di hadapannya walaupun dia sendiri tidak tahu, apakah dia bisa bahagia seperti yang dirasakan orang lain.

***

Jaket kulit berwarna hitam membaluti tubuh atletis orang yang sedang duduk di atas motor hitam miliknya. Helm yang menutupi wajah tampannya terpakai dengan sempurna. Iris mata abu-abu kegelapan tak hentinya mengamati seorang gadis yang sedang menuntun seorang nenek untuk menyeberangi jalan.

"Yok, Rel! Gue udah selesai." Suara dari sahabatnya, Raffa, menghentikan Farrel yang mengamati gadis itu.

"Lama," ucapnya singkat. Farrel menyalakan mesin motornya. Kemudian, melajukannya dengan kecepatan tinggi.

***

"Assalamualaikum." Latisha mencium punggung tangan Mbok Yati yang membukakannya pintu. Wanita paruh baya itu meminta Latiha bergegas ke dapur karena dia telah menyiapkan makanan.

"Hari ini yang lain pergi lagi?" Latisha menarik tempat duduknya. Dia menatap lenggokan Mbok Yati yang sedang memasak untuk dirinya. Aroma masakan Mbok Yati tercium hingga ke tempat duduknya.

"Iya, Non. Katanya mereka mau ngerayain ulang tahun Nadine hari ini." Latisha tak bersuara. Dia memandang kosong gelas yang berisi air mineral yang baru saja dia tuang dari teko.

Ah, Nadine ulang tahun,  ya, batin Latisha.

Non, kenapa?” Mbok Yati yang meletakkan sepiring tumis kangkung dan telur mata sapi balado menyadarkan lamunan Latisha.

“Hah? Nggak kok, Mbok. Ayo, Mbok! Makan bareng Latisha.” Latisha tersenyum untuk menyembunyikan kesedihannya. Dia mengambil sepiring nasi serta lauk untuk Mbok Yati supaya wanita paruh baya itu tidak menyadari gelagat anehnya.

***

Suara ketukan pintu membangunkan Latisha yang tertidur di ruang keluarga. Dia memberikan kode kepada Mbok Yati biar dirinya yang membukakan pintu untuk keluarganya. Jam sudah menunjukkan waktu tengah malam. Namun, keluarganya baru balik dari perayaan ulang tahun Nadine, kebahagiaan tanpa sosok dirinya.

Latisha berjalan cepat ke pintu rumahnya. Kemudian, menyambut kedatangan keluarganya dengan senyum yang menghiasi, seakan-akan dirinya tidak peduli dengan pesta kecil itu.

Latisha hendak meraih tangan Bryan, Papanya, namun secepat kilat pria paruh baya itu menepis kasar tangan anak gadisnya.

"Mau apa kamu?!" bentak Bryan.

"I-Ica cuman mau salam Papa," jawab Latisha gugup sambil menunduk ketakutan.

"Salam? Emangnya kamu siapa saya?" Latisha tidak menjawab. Sebisa mungkin dia menahan diri untuk tidak menangis. Latisha yang berdiri tepat di depan pintu tersorong akibat benturan dari bahu Nadine dan Vero. Mereka berlalu begitu saja tanpa memedulikan kehadirannya.

"Udah, Sayang. Lupain aja. Yuk, kita masuk," ucap There, Mamanya, berusaha menenangkan suaminya. Tatapan tajam Bryan melunak ketika mendengar penuturan istrinya.

"Ingat sekali lagi. Kamu hanyalah orang asing di sini," tekan Bryan yang menohok hati Latisha. Pasangan suami istri itu meninggalkannya sendirian.

Setelah mendengar suara pintu kamar yang tertutup, saat itu juga Latisha terkulai lemas di lantai. Bahunya bergetar karena isak tangis yang pecah. Tangannya meremas erat bajunya seolah untuk mengurangi rasa perih di hati. Air mata dia biarkan mengalir membasahi wajahnya.

Mbok Yati yang melihat seluruh kejadian menatap majikannya itu. Dia berjalan menghampiri Latisha yang menahan tangisnya supaya tak bersuara. Sesuatu yang hangat mengalir ke pipi keriputnya. Dia ikut menangis karena dapat merasakan rasa sakit yang tak ada obatnya itu.

Mbok Yati mengelus lembut rambut Latisha yang terurai. Tangannya memeluk erat gadis yang tak ada hentinya menangis. Dia berusaha menenangkan gadis yang telah dia anggap sebagai anaknya sendiri.

"Semua akan membaik, Non."

***

Ternyata adegan keluarga Latisha di part 3 wkwkwk. Gimana nih chapter ini? Kuharap kalian suka yaa. Itu ajaa makasih sudah menyempatkan baca^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro