25. Bangun
"Sakit...." Gadis berumur sekitar lima tahun merintih kesakitan. Dia meremas erat perutnya untuk mengurangi rasa sakit. Air mata tak ada hentinya mengalir dari pelupuk matanya.
Seorang pria berdiri tepat di depan wajahnya yang menempel di lantai marmer. Gadis itu mendongak. Dengan tatapan yang memancarkan kepedihan, dia memandang pria yang dipanggilnya Papa.
"Kenapa kamu bunuh anak saya?" Bentakan yang diikuti dengan tendangan itu mendarat sempurna ke perut gadis di hadapannya. Rahang pria itu mengeras akibat menahan amarah. Dia menatap benci gadis berumur lima tahun yang kini telah berlumuran darah. Tak sekali pun dia menganggap kehadiran gadis yang saat ini menangis tersedu-sedu.
"Diam!" Pria itu membentak. Suara lantangnya menggelegar hingga ke penjuru ruangan. Warna iris matanya yang dia turunkan ke gadis kecil itu memancarkan kemarahan yang membara.
"Maaf ...." Namun, bukan penerimaan maafnya yang dia dapati, melainkan tendangan yang mendarat ke perutnya untuk kesekian kali hingga membuatnya tak sadarkan diri.
Latisha, dengan napas yang terengah-engah, tersentak bangun dari tidur lelapnya. Peluh keringat membasahi pelipisnya. Sedetik kemudian, rasa sakit di kepalanya menyerang secara tiba-tiba.
Mimpi itu, batinnya bermonolog. Entah kenapa terasa seperti nyata.
Gadis berambut cokelat gelap itu lantas membuka laci nakasnya. Doa segera mengambil empat obat yang berbeda kemudian meminumnya secara bersamaan.
Rasa sakit di kepalanya perlahan mereda. Latisha mengatur napasnya. Dia melirik jam yang menunjukkan pukul satu pagi. Karena rasa penasaran, Latisha menekan tombol yang berdiri sendiri di layar ponselnya. Tanpa disadari, gadis berparas ayu itu menghela napas berat ketika tak mendapati pesan balasan dari Asyra.
Latisha kembali menempelkan kepalanya di bantal yang terasa nyaman. Gadis itu menarik selimut tebalnya hingga ke batas dada. Kemudian, perlahan menyelami alam mimpi.
***
Suasana bising di ruang kelas XII-MIPA 1 tak membuat Latisha bersemangat. Sudah dua hari berlalu semenjak kejadian Farrel yang menyatakan perasaannya. Namun, kecanggungan yang terjadi di antara mereka tak sedikit pun mereda.
Rentetan kata yang tertulis di buku tebal dengan judul Fisika tak ada satu pun yang diserap ke otaknya. Pikiran Latisha menerka-nerka alasan Asyra yang menjauh darinya.
Suara benda yang bergetar menarik perhatiannya. Gadis beriris mata cokelat gelap itu mengernyitkan keningnya ketika melihat nama Rere terpampang jelas di layar ponselnya. Dia lantas meraih ponselnya kemudian menekan tombol hijau.
"Halo?"
"Tish, Raline ... Raline udah bangun!" Latisha tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Dia merasa lega ketika mengetahui adik sahabatnya itu pada akhirnya tersadar dari koma.
***
Latisha berlari tergesa-gesa ke ruangan tempat Raline dirawat. Dia berhenti di depan pintu bertuliskan ruang mawar. Tak perlu lama berpikir, gadis itu membuka pintu kayu di hadapannya.
"Raline!" Latisha berlari memeluk gadis yang baru saja terbangun dari tidurnya. Dia menangis di dalam pelukan sahabatnya ini.
"Lo lama banget bangunnya. Gue sama Rere kesepian."
"Hahaha, nggak usah lebay, Tish. Cuman setahun gue tidur." Latisha melepas pelukannya. Di menatap kembali wajah cantik Raline.
"Ngomong-ngomong, Mama sama Papa mana, Kak? Raline kangen mereka." Seketika tubuh Rere membeku ketika mendengar pertanyaan adik semata wayangnya. Begitupula dengan Latisha yang mengetahui fakta yang ada. Gadis itu perlahan berjalan mundur untuk memberi ruang untuk Raline dan Rere.
"Mereka ...." Rere tidak kuasa mengatakan yang sejujurnya kepada Raline. Dia takut akan sedih mengetahui kenyataan baru di hidupnya.
"Mereka udah nggak ada, Lin." Raline terdiam. Dia menunduk. Air mata menetes satu per satu. Rasa sesak memenjarai dirinya.
"Mama sama Papa meninggal saat kecelakaan itu." Isak tangis mengisi ruang rawat Raline. Kedua kakak beradik itu menangisi kepergian orang berharga dalam hidup mereka. Kini, kenanganlah yang tersisa.
***
Kok dikit? Iya wkwk aku mau update 2 part, tapi mau kalian spam dulu:( spam yuk wkwk kangen nih di spam setelah syfrat menghilang wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro