14. Hanya Mimpi
Jangan lupa vote terlebih dahulu ya^^ Semoga kalian suka cerita ini^^ sekalian ajak temen kalian baca cerita ini wkwkwk
***
Lantunan simfoni mengisi keramaian kafe pada sore ini. Sesekali dentingan bel menginterupsi lagu yang mengalun lembut.
Orang-orang yang kelaparan silih bergatian. Tak terkecuali seorang gadis yang kini menatap kosong meja makan dengan empat orang yang sedang menyantap lezatnya makanan yang disajikan.
Kejadian beberapa jam yang lalu membuat Latisha tidak dapat sedikit pun melepaskan pikirannya dari perihal itu. Otaknya terus mencari jalan ke luar dari labirin yang terasa sulit dipecahkan.
Uang yang kian menipis menyebabkan gadis itu sakit kepala. Bagaimana dia membayar uang sekolahnya?
"Tish?" Suara lembut yang memanggil membuyarkan lamunan Latisha. Gadis berhidung mancung itu menatap Rere yang balas menatapnya khawatir.
"Itu pesanannya udah siap," ucap Rere untuk memberitahu. Latisha tersadar. Dia bergegas mengambil makanan yang siap jadi itu. Dengan asap yang masih bertebaran, Latisha membawanya dengan nampan.
Aroma lezat menusuk-nusuk indera penciumannya. Hingga tiba-tiba saja ... gadis itu tersandung. Sup yang masih panas itu tumpah ke pakaian pelanggan. Jeritan rasa sakit menghentikan aktivitas yang lainnya. Mereka seolah penasaran dengan apa yang terjadi. Begitupula dengan Rere yang terbelalak kaget.
"Maaf, maafkan saya." Latisha menunduk ketakutan. Bentakan demi bentakan dia terima dengan lapang dada. Ketika Pak Dawin datang, barulah semua itu terhenti. Pria itu meminta maaf kepada pelanggannya atas kesalahan yang dilakukan karyawannya.
Latisha meletakkan nampan yang kotor akibat tumpahan makanan ke tempat yang seharusnya. Dia kembali dan mendapati Rere yang diam-diam mengamati dirinya.
"Lo sakit?" tanya Rere ketika melihat wajah Latisha yang sedikit pucat.
"Hah? Enggak, kok." Rere tak menghiraukan ucapan Latisha. Gadis itu mendekat. Diletakkannya punggung tangannya ke kening Latisha.
"Badan lo hangat," gumamnya sambil menatap manik mata Latisha.
"Tish, lo izin pulang aja. Nanti makin sakit." Latisha berpikir sejenak. Dia tak mungkin meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Seolah dapat membaca pikiran Latisha, Rere tersenyum simpul. "Biar gue yang gantiin."
"Serius?" Rere mengangguk.
"Yang penting lo pulang dulu. Istirahat di rumah. Nih, kuncinya." Rere menyerahkan gantungan kunci yang dia simpan di kantung celananya.
"Makasih, Re," ucapnya sambil berlalu ke ruangan Pak Dawin untuk meminta izin.
***
Malam yang tenang bagi Rere. Suara detik jam yang berputar mengisi malamnya. Berkali-kali Rere mencoba untuk terlelap ke alam mimpi. Namun, hal itu tak kunjung juga terjadi.
Rere duduk kembali di atas tempat tidurnya. Dia memutuskan untuk mengambil segelar air mineral di dapur.
"Arrggh!" Suara yang terdengar seperti rintihan menghentikan dirinya yang sedang minum. Gadis itu bergegas berlari ke kamar Latisha karena rasa khawatir yang menyelimuti dirinya.
"Latisha?" Rere terlonjak kaget ketika melihat gadis yang kini sedang memeluk erat lututnya.
"Argggh!" Lagi-lagi rintihan dari bibir Latisha tertangkap indera pendengarannya. Rere spontan membangunkan Latisha yang terus meremas-remas kepalanya seolah ada sesuatu yang memukul keras kepalanya. Namun, Latisha tak kunjung juga terbangun.
Rere memeluk erat tubuh Latisha. Demam gadis yang berada di dalam pelukannya itu semakin tinggi. Wajah Latisha memerah karena panas tubuhnya.
"Sakit ... Pa." Rere terdiam. Hatinya teriris mendengar gumaman kecil dari bibir Latisha. Entah apa yang sedang gadis itu mimpikan, tetapi Rere dapat mengetahui, sesuatu telah terjadi pada Latisha, hal yang hingga kini tak pernah sedikit pun dia etahui.
"Ssst, tidur, Tish. Itu semua cuman mimpi," ucap Rere menenangkan Latisha. Rere merapikan anak rambut Latisha yang terjatuh ke wajah cantiknya. Dia melepaskan pelukannya ketika merasa gadis itu telah berhenti merintih.
Tak lupa Rere meletakkan kain basah di kening Latisha hanya untuk mengurangi suhu tubuh Latisha.
Rere tersenyum tipis. Dia menyelimuti tubuh gadis itu hingga ke batas dada. Rere hendak beranjak ke kamarnya. Namun, sebelum dia benar-benar pergi, ditatapnya wajah Latisha yang tertidur pulas seolah tak ada beban kehidupan yang dia bawa.
"Semoga lo baik-baik aja, Tish."
***
Taraa! Akhirnya update ya wkwkw.
Next? Yang mau next komen disini wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro