1. Salahnya
500 comment, syfrat post part selanjutnya! Kuy di spam wkwkwk, sedikit kok sedikit wkwkwk.
Btw selamat membaca^^ Semoga suka
***
Latisha berdiri di depan rumah bernuansa minimalis modern. Halaman rumah yang ditumbuhi dengan berbagai jenis bunga menambahkan keindahan tersendiri. Berkat jari terampil Mbok Yati halaman yang sebelumnya tak terawat semenjak kejadian itu berubah menjadi layaknya taman bunga di negeri seberang.
Latisha mengembuskan napas lelah ketika tidak mendapati mobil di garasi rumahnya. Dia lantas membuka pagar hitam yang menghalangi jalannya. Kaki jenjangnya melangkah ke teras yang disapu bersih oleh Mbok Yati. Gadis beriris mata cokelat gelap itu berdiri di depan pintu kayu yang dicat berwarna putih. Dia mengetuk.
Tak berselang lama, terdengar derap langkah kaki yang mendekat. Ketika pintu itu menghasilkan bunyi "cklek", seorang wanita setinggi sekitar 150-an sentimeter menyambut kedatangannya. Senyum lembut khas seorang ibu terukir di wajahnya yang perlahan berkeriput menandakan bahwa dia kian menua.
"Assalamualaikum." Latisha mencium punggung tangan wanita di hadapannya.
"Waalaikumsalam. Non Latisha sudah makan?" tanya wanita yang tak lain adalah Mbok Yati, asisten rumah tangga yang selalu menemaninya.
"Sudah, Mbok. Tadi Latisha makan di sekolah. Yang lain belum pada pulang?"
"Belum, Non. Lagi pada makan di luar." Mbok Yati menjawab ragu. Dia tidak ingin melihat majikan yang telah dia anggap sebagai anak sendiri ini bersedih lagi.
Latisha mengangguk mengerti. Senyum dia paksakan terukir di bibir tipisnya walaupun sebenarnya dia merasa sesak.
Tiga tahun mereka meninggalkan Latisha seorang diri di rumah yang megah ini. Hanya ada Mbok Yati yang setia menjaga serta merawatnya layaknya anak sendiri. Tak ada yang berubah setelah mereka pergi meninggalkannya. Mereka masih menganggapnya pelaku dari semua itu.
"Kalau begitu Latisha ke kamar, ya, Mbok. Mbok jangan lupa makan."
"Iya, Non."
Latisha tersenyum kecil. Dia melangkahkan kakinya ke kamarnya yang berada di lantai dua. Gadis itu menghempaskan dirinya ke atas tempat tidur dengan sprei seputih salju yang membaluti kasurnya. Dia menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Tatapannya berhenti ke sebuah foto yang masih setia tergantung di dinding kamarnya.
Sesuatu yang hangat mengalir dari pelupuk matanya. Gadis bertubuh kurus itu terisak ketika mengingat sekilas kepingan-kepingan yang mengakibatkannya menjadi sendirian di rumah ini. Sejenak dia terbayang wajahnya dua belas tahun lalu yang harus rela menahan berat beban ini.
Kini, dia baru sadari. Akibat dari semua itu adalah dia yang dia jauhkan layaknya hanya sebuah sampah yang tidak beharga.
***
Matahari masih bersembunyi di balik langit gelap. Namun, Latisha sudah siap dengan seragam putih abu-abu khas anak SMA yang membaluti tubuh rampingnya.
Rambut bergelombangnya dia kuncir supaya rapi. Hanya tersisa poni yang menutupi bagian kiri keningnya serta anak-anak rambut yang tak dapat dikuncir. Gadis yang memiliki iris mata cokelat gelap itu bergegas turun ketika merasa tidak ada barang yang tertinggal.
Aroma masakan tercium indera penciumannya ketika dia baru saja menapak di lantai dasar. Seakan ada sihir pada aroma itu, Latisha melangkah ke dapur. Senyum tak dapat lagi dia sembunyikan ketika melihat seorang wanita setinggi 167 sentimeter sedang mencicipi rasa dari masakan yang dibuat. Rambut wanita itu dicepol asal, tapi tidak membuat kecantikannya berkurang.
Latisha berjalan mendekat ke wanita yang dia panggil dengan sebutan Mama. Matanya tak lepas dari wanita yang memunggunginya. Ada perasaan rindu di dirinya karena sudah tiga tahun lamanya dia tidak melihat pemandangan ini.
Latisha lantas memeluk erat There, Mamanya, dari arah belakang. Dia menyalurkan rindu yang selama ini terbenam. Sudah tiga hari berlalu semenjak keluarganya tiba di Jakarta ketika malam datang. Namun, baru saat ini ia dapat memeluk There, wanita yang sangat dikaguminya.
Tersirat ketegangan di tubuh There ketika Latisha memeluknya. Sejenak wanita setengah baya itu berhenti mengaduk sayur sop yang sedang dia buat saat merasakan sepasang tangan yang melingkar di pinggang rampingnya.
"Mama masak apa?" Latisha memecahkan kesunyian, berharap kecanggungan yang terjadi di antara mereka dapat terhapus. Sayangnya, yang ditanya hanya diam tak menanggapi.
Gadis itu tersenyum kecut. Memang sudah berkali-kali dia diperlakukan layaknya orang asing yang menumpang, tapi rasa perih yang dihasilkan tetaplah sama seperti pertama kali mengalaminya. Dengan berat, Latisha melepas pelukannya. Dia menatap There dengan mata yang kini telah ditutupi oleh butiran bening yang siap menetes.
"Ma ... Ica berangkat sekolah dulu, ya. I love you." Latisha berjalan ke luar rumah. Tepat saat dia menginjakkan kakinya di teras yang hanya diterangi oleh lampu, Latisha menuangkan segala tangisnya, tidak kuasa menahannya lebih lama lagi.
Semua kasih sayang yang diberikan telah tiada. Yang tersisa hanyalah rasa sakit di hati yang hingga saat ini tak ada yang bisa mengobati. Berkali-kali menjelaskan pun terasa percuma. Karena hanya satu yang mereka tahu, ini semua salah Latisha.
***
Gimana perbedaan sifat There? Lebih suka yang dulu apa sekarang? wkwkwk
Mau lanjut?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro