Chapter 1
Seorang pria berambut hitam pekat dengan mata berwarna blue sky, berseragam rapih serta menggendong tas sandang tengah menelusuri koridor sambil membawa setumpuk buku paket menuju perpustakaan sekolah. Pria tersebut pun berhenti di depan pintu perpustakaan sekolah.
Ia pun mencoba untuk membuka pintu perpustakaan tersebut. Sayangnya, karena tangannya yang tengah sibuk membawa buku buku paket tersebut, membuatnya tidak bisa membuka bahkan meraih gagang pintu perpustakaan yang menunggu kedatangan jari jemari pria tersebut.
Tidak mau menyerah, pria itu mencari akal untuk membuka pintu perpustakaan. Ia pun mencoba menggunakan sikunya. Saat ia mencoba, tali tas sandang di pundak kirinya melorot ke antara lengannya. Saat mengetahuinya, pria tersebut langsung terfokus untuk membetulkan tali sandangnya, meski pun ia tahu jika hasilnya pasti nihil.
Di tengah kesibukannya, seseorang pun membuka pintu perpustakaan dan masuk begitu saja tanpa menutup pintu. Pria itu pun segera menyadari pintu yang terbuka tersebut. Tanpa ba-bi-bu, ia segera menerobos masuk dengan tali tas sandang yang masih melorot.
"Permisi..." Ucapnya saat sampai di meja resepsi perpustakaan.
"Oh, Rio!" Celetuknya kemudian.
"Farel! Baru pulang, huh?" Tanya pria berambut warna dark choco berkacamata yang tengah piket menjaga perpustakaan. Rio.
"Iya, ini buku paket yang dipinjam Pak Sani tadi. Kau sendiri belum pulang?" Tanya pria bernama Farel itu sambil menaruh setumpuk buku paket yang ia bawa di meja resepsi perpustakaan.
"Baru saja mau pulang, eh ternyata masih kedatangan pengunjung." Jawab Rio di tempatnya sambil menata buku paket yang berada di meja resepsi perpustakaan.
"Sekarang selesai? Kalau sudah, ayo pulang bersama! Kita satu arah 'kan?" Ajak Farel sambil membetulkan tali tas sandangnya yang melorot.
"Belum, cewe itu sepertinya sedikit lama. Jadi, kau duluan saja." Ucap Rio sambil melihat ke belakang Farel. Farel pun mengikuti arah Rio melihat.
Terlihat seorang gadis berambut hitam panjang sebahu, wajahnya tertutup poni yang panjangnya sama dengan rambutnya, tengah memilih buku di rak buku Fiksi. Farel pun terdiam sejenak.
"Eng.. Baiklah kalau begitu, aku duluan ya, jangan di goda ya, cewenya~ haha! Sampai jumpa!" Ucap Farel kemudian, sambil menghadap ke arah Rio lalu mulai pergi menjauh dari meja resepsi perpustakaan menuju pintu keluar.
"Tidak mungkin itu terjadi!" Jawab Rio sedikit membentak lalu ia tersenyum.
"Sampai jumpa!" Lanjutnya sambil melambai ke arah Farel. Farel pun keluar perpustakaan.
***
Farel keluar wilayah sekolah yang sepi menuju halte bus yang tidak jauh dari gerbang sekolah. Sesampainya di halte bus, Farel mengeluarkan handicam berwarna hitam dengan beberapa corak orange dari tas sandangnya.
"Oh, aku lupa harus merekam suasana gang yang sepi. Dimana ya, kira-kira?" Monolognya sambil berfikir di tempat.
"Lebih baik mencarinya dari pada diam disini." Ucapnya kemudian, lalu pergi meninggalkan halte bus.
***
Hampir setengah jam, Farel mencari tempat yang ia maksud. Hari semakin gelap. Farel pun berhenti di depan gang yang lumayan kecil tapi satu sepeda angin dan satu motor masih bisa memasuki gang tersebut. Gang tersebut berada diantara dua rumah besar.
"Hum, seperti yang ku harapkan." Ucap Farel lalu merekam keadaan bagian dalam gang tersebut.
*Tik.. tik..*
"Hujan?!" Ucapnya sedikit panik sambil mempause rekamannya lalu berlari masuk ke dalam gang dan berteduh di bawah atap yang kebetulan sedikit lebar milik rumah besar dengan dominan cat warna kuning yang berada di sebelah kirinya.
"Haah~ Bisa-bisanya hujan di saat yang bagus." Gumamnya sambil memegang handicamnya.
Kini Farel menghadap rumah seberang yang bercat warna pink pastel. Di sampingnya, terdapat tembok yang lebarnya sekitar satu meter. Farel menyandarkan punggungnya ke tembok rumah tempat ia berteduh sedangkan lengan kiri atasnya menyandar tembok yang berada di samping kirinya. Farel terdiam melihat tetesan air yang terjun dari langit dan menghantam jalan berpafing sehingga membuat jalan sedikit demi sedikit mulai basah.
"Hum.. Disini lumayan juga ternyata, padahal sedang hujan." Gumamnya sambil memandang hujan dan menyiapkan handicam bersiap untuk merekam.
"Ok, akan ku rekam." Ucapnya kemudian lalu merekam keadaan yang sepi dengan suara yang cukup berisik itu.
Sekitar tiga puluh detik Farel merekam, terlihat seorang pria mengenakan jaket sedikit tebal berwarna biru dongker yang tampak mencurigakan mulai memasuki gang kecil ini dan duduk di bawah atap rumah pink yang juga memiliki atap sedikit lebar. Sekitar tiga meter jauhnya dari pria tersebut dengan Farel.
Dengan cepat Farel bersembunyi di balik tembok yang berada di kirinya. Entah mengapa ia bersembunyi. Yang penting ia tidak ingin terlibat dengan orang yang belum ia kenal.
"Bagaimana ini? Siapa om-om itu? Begal kah?!" Gumam Farel panik.
"Tenangkan dirimu, Farel!" Gumamnya menenangkan diri sambil menghela nafas panjang.
"Ok, aku akan pergi setelah om-om itu pergi. Oh, tidak-tidak! Bagaimana kalau om-om itu tidak segera pergi?! Sudah jam berapa ini?" Gumamnya bermonolog panjang lebar lalu melihat jam tangan warna biru navy yang berada di lengan sebelah kirinya.
"S-se-setengah tujuh malam?!" Ucap Farel hampir teriak.
"O-ok.. aku akan pergi diam-diam saat hujan sedikit reda " Ucapnya lalu berdiam diri menunggu hujan sedikit reda.
Sekitar tiga puluh menit berlalu, hujan pun mulai mereda. Farel menatap langit.
"Sepertinya sudah mulai reda." Ucapnya lalu mulai berdiri.
Diwaktu bersamaan saat Farel berdiri, terdengar suara sepeda angin memasuki gang kecil ini. Sumber suara berada tepat di belakang Farel, dimana pria mencurigakan itu berada. Dengan cepat Farel mengintip sedikit dari balik tembok persembunyiannya. Tidak sengaja pula, handicam yang ia pegang kini tengah merekam apa yang ia lihat.
Terlihat seorang gadis tengah menaiki sepeda angin berwarna deep blue dengan sedikit perlahan. Dengan santai, pria mencurigakan itu muncul dari kegelapan lalu berjalan dan berhenti di tengah jalan untuk menghentikan gadis itu.
"Bukannya itu cewe yang ada di perpustakaan tadi? Dia pulang lewat sini? Yang benar saja?!" Gumam Farel sedikit panik.
Tak disangka, gadis itu bukannya berhenti, ia malah masih mengayuh sepedanya dengan santainya hingga ban sepeda bagian depan menabrak kaki sebelah kanan pria itu. Secara otomatis pria itu mengerang kesakitan.
"Hoy! Sudah tau dicegat, masih terus aja!" Bentak pria mencurigakan itu.
"Oh, orang beneran yah. Maaf, saya kira halusinasi saya." Jawab gadis itu dengan santai sambil tersenyum tak berdosa.
"Huh? Lagi mabuk? Anak jaman sekarang mulai aneh aneh!" Ujar pria itu sambil memasukkan tangannya ke saku jaketnya.
"Eh? Nggk tuh, hanya saja saya lagi capek. Jadi, bisa minta tolong jangan menghalangi jalan?" Ucap gadis itu masih santai.
"Huh? Berani juga kau! Cepat berikan sepeda dan barang-barang mu!" Titah pria itu sambil menodongkan belati dari saku jaketnya.
"Saya dibegal ya? Hah~ Padahal lagi capek-capeknya. Hum.. Anda mau sepeda ini? Kenapa tidak beli saja? Lumayan lho, tidak sampai dua juta kok. Oh, tunggu-tunggu kalau anda membegal, berarti anda tidak punya uang? Oh, kenapa tidak cari kerja saja? Orang dewasa jaman sekarang, bukannya usaha cari yang halal malah gini caranya?" Ucap gadis itu panjang lebar denga santainya. Pria itu pun geram.
"Berisik! Cepat berikan!" Titah pria itu sambil memajukan todongannya.
"Pfft.. Minta kok maksa? Pakai todong-todongan lagi." Ucap gadis itu.
"Saya bisa membalasnya lho~" Lanjutnya dengan wajah tersenyum manis sambil mengeluarkan cutter dari saku kemeja seragamnya.
Hujan kini benar-benar reda. Keheneningan kini menyerbu gang kecil yang awalnya memang sepi ini menjadi sangat hening. Gadis itu mulai mengeluarkan mata pisau cutter menjadi panjang. Suara keluarnya mata pisau cutter kini memecah keheningan.
"Kau melawan, huh?!" Tanya pria itu dengan nada membentak dan sedikit panik.
"Maunya sih iya. Tapi sayang, kalau saya melawan dan anda yang terluka, nanti saya yang kena. Jadi..." Gadis itu mengeluarkan sebuah alat perekam suara yang tengah merekam dari saku rok sebelah kiri seragamnya.
Pria tersebut kaget dan mundur sekitar dua langkah menjauhi gadis itu dengan tangan yang masih menodong gadis itu. "K-kau mengancamku, huh?!" Tanya pria itu benar-benar panik. Sedangkan gadis itu tersenyum manis sambil memperlihatkan alat perekam yang tengah merekam itu.
"L-lihat saja jika bertemu!" Ancam pria itu sambil sedikit demi sedikit mundur dan menurunkan belatinya. Dengan cepat Farel bersembunyi lagi. Lalu pria itu lari pergi meninggalkan gadis itu dan melewati Farel yang tengah bersembunyi. Setelah pria itu lewat, Farel kembali mengintip di balik tembok untuk melihat apa yang gadis itu lakukan.
"Tenang saja, kita tidak akan pernah bertemu lagi kok~!" Teriak gadis itu sambil melambaikan tangannya ke atas.
"Pecundang.." Ucap gadis itu sambil menurunkan tangannya.
"Padahal alat perekamku ini tadi mati.. Pfft!!" Ucap gadis itu sambil menonaktifkan alat perekam suara miliknya lalu memasukkannya ke dalam saku rok sebelah kiri seragamnya.
"Lagian ini cuma cutter mainan yang ku temukan di koridor sekolah. Terlihat asli ya? Ahahahaha!!" Lanjutnya lalu tertawa sambil memasukkan mata pisau cutter itu dan memasukkannya ke dalam saku kemeja seragamnya.
Gadis itu mulai mengayuh sepedanya melanjutkan perjalanannya. Dengan capat, Farel kembali bersembunyi. Gadis itu melesat melewati Farel tanpa menyadari keberadaan Farel.
"Keren.." Gumam Farel dengan mata berbinar. Dilihatnya handicam yang ia pegang.
"Eh? Sejak kapan kejadian itu kurekam?!" Gumamnya lagi lalu mempause rekaman yang tidak sengaja merekam tadi.
Kini Farel menjadi saksi mata atas aksi pembegalan di gang kecil yang asing. Dan ia juga memiliki video aksi tersebut.
=ToBeContinued=
.
.
.
.
.
Hai hai~ Ara back dengan cerita baru~ Sekarang genrenya Slice of life, Romance, ama school~
Gimana? Hum? :)
Pertama kalinya Ara buat cerita sampe 1k word :')
Ok, Ara pamit dulu~
Tunggu kelanjutannya ya~
See ya °v°)/
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro