Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

For Us

"Aku tidak mau. Berapa kali lagi aku harus mengatakannya?"

Ruangan yang didominasi warna putih nan luas itu hening setelahnya. Daphnie tetap terlihat anggun dengan jas putih kebanggannnya meski terlihat jelas warna merah padam di wajah dengan raut tak bersahabat. Dia lelah dan kini dia emosi. Dia tidak suka diganggu, dia juga tidak suka dipaksa terlebih apabila itu berkaitan dengan hal yang tidak ia minati. Apa bagian yang menarik dari menjadi sumber penderitaan orang lain? Daphnie rasa tidak ada bagusnya sama sekali.

John menatap dengan ekspresi datar, mengikuti setiap gerak Daphnie yang jelas-jelas tidak menyukai keberadaannya di sana. Pria berpakaian santai dengan jeans selutut dan kaus cokelat itu buang napas kasar. "Ayolah, Daph. Kau sudah sering melihat tikus percobaan mati mengenaskan. Yang ini—"

"—Tidak, John." Perempuan ramping bersurai cokelat tersebut memangkas. Tidak sopan, memang. Tetapi peduli apa dengan sopan santun kepada tamu tak diundang masuk begitu saja tanpa permisi? Terlebih, apa katanya barusan? Sudah sering bukan berarti suka. Menonton para tahanan itu mati sebagai tikus percobaan bukan maunya sendiri, melainkan tugas yang harus ia jalankan sebagai anggota personel kelas A—personel yang beranggotakan para ilmuwan dan staff ekslusif sebagai tangan kanan Dewan O5—orang-orang penting yang memegang kendali atas jalannya setiap aktivitas organisasi.

"Berapa kali pun kau atau para tetua memintaku, aku tidak akan mau. Silakan pergi, katakan pada mereka untuk mencari orang lain. Banyak orang kompeten, dan aku bukan salah satunya." Daphnie bertukas final, beralih menyibukkan diri ke pojok ruangan untuk mengamati dan mencatat beberapa perkembangan mengenai objek pengamatan dalam tabung raksasa berisi cairan biru muda. Dia harus menyelesaikan laporan tentang makhluk serupa ubur-ubur raksasa berkepala kuda laut itu paling telat dua hari dari sekarang. Tidak ada waktu meladeni yang lain, termasuk sesuatu yang tidak penting seperti permintaan John barusan.

Lelaki yang bersandar di meja kerja Daphnie itu tampak frustrasi. Ini adalah kali kedua ia datang jauh-jauh hanya untuk membuat perempuan akhir tiga puluhan itu berkata "Ya". Andai ada orang lain yang bisa diandalkan, John tidak mungkin berada di sini sekarang.

"Perang dunia tiga akan terjadi tahun depan, Daph," ujarnya, masih berusaha.

Daphnie terkekeh sinis. "1998 kau mengatakan itu akan terjadi tahun 2015 dan apa yang terjadi? Tidak ada." Well, Daphnie bukannya tidak percaya. Dia percaya 100% pada setiap perkataan John yang mungkin bagi sebagian besar orang hanya bualan atau halusinasi orang sakit jiwa. Hanya saja, Daphnie tidak mau terlibat dalam urusan baru yang membawa pria itu kemari.

"Butterfly effect atau apa pun bisa terjadi sehingga perang tidak pecah di tahun itu. Tetapi tahun depan, 2020, perang benar-benar pecah, Daph."

Terdengar embusan napas panjang dari Daphnie. Tanpa berbalik, bibirnya mendumal seperti perawan tua, "Ya, ya, ya, aku percaya padamu. Pada 1998 kau bilang pada media tentang bencana hebat di tahun 2004, itu benar terjadi. Kau bilang Irak akan diserang Amerika, pada 2003 itu terjadi. Dan omonganmu tentang 9/11 pun benar terjadi—ya ... walau karena itu memang sudah rencanamu juga untuk menabrakkan pesawat ke sana. Aku percaya, padamu, John. Bagaimana lagi aku mengelak?"

"Maka dari itu, ayo bantu kami, Daph. Kita yang memegang dunia dan sejarah, Daphnie, kelangsungan umat manusia berada di tangan kita!" John kehilangan kesabarannya. Suara bernada tinggi itu berhasil membuat Daphnie menghela napas panjang dan berbalik guna berhadapan dengan pria tersebut. Kalau boleh bilang, mereka tidak dekat—tidak sama sekali. John Titor hanya satu dari sekian banyak orang yang kebetulan hadir dan masuk ke dalam hidupnya yang monoton.

Meletakkan papan catatannya sembarangan, Daphnie dengan tangan yang terlipat di dada berjalan mendekat. Dilihatnya kantung tebal berwarna kehitaman di bawah mata John, bisa ditebak kalau pria itu lumayan sibuk belakangan ini.

Menyusup ke laboratorium pribadi anggota personel A adalah suatu aksi yang hanya bisa dilakukan satu dari seribu kemungkinan, dan John adalah satu-satunya orang yang berhasil masuk dengan mudah. Beruntung tak ada satu pun kamera atau penyadap suara yang terpasang di sini. Yah, jika tidak ada mesin portabel serupa kulkas dua pintu yang digadang-gadang sebagai mesin waktu itu, John juga tidak mungkin bisa berada di tempat ini.

"Itu hanya berlaku untukmu, John. Aku hanya ilmuwan biasa yang bekerja untuk S.C.P Foundation, organisasi nyata yang bersembunyi di balik kedok fiksi ilmiah, bukan pemegang kunci hidup umat manusia," balas Daphnie.

John menggeleng, wajahnya benar-benar frustrasi. Ia mengambil kedua tangan Daphnie untuk digenggam dan diangkat setinggi dada. Pria itu memohon, "Daphnie, para tetua tidak punya opsi lain selain dirimu. Kami percaya padamu. Kau tidak akan bekerja sendiri, kami akan membantumu nanti. Ayo, bergabunglah bersama kami di project ini. Ini menyangkut dunia, masa depan, dan nyawa banyak orang, Daph."

Daphnie menarik tangannya dari genggaman John. Ia berjalan melewati pria itu dan duduk di kursi depan meja kerja. John duduk di seberang dengan penuh harap, siapa tahu Daphnie akan berubah pikiran atau mungkin meminta waktu untuk mempertimbangkan lagi.

Ruangan itu berselimut hening selama kurang lebih dua menit. Sampai akhirnya Daphnie buka suara pasca meneguk air mineral sampai setengah habis. "Katakan secara garis besar tentang bagaimana perang itu bermula dan apa hubungannya dengan tugas yang berusaha kau berikan padaku."

John sumringah. Ia tampak bersemangat ingin menjelaskan. "Aku yakin, kau pasti sudah tahu rekanku, Michael Philips, bukan? Kami mendapat kabar ini darinya. Ada sesuatu yang memicu munculnya perang tahun depan."

Daphnie mengangguk. "Dia juga mengatakan pada khalayak dunia bahwa kau adalah dalang utama peristiwa 9/11."

"Oh, astaga. Berhentilah membuatku merasa bersalah, Daph! Aku melakukannya untuk mencegah perang saudara di daratan Amerika yang akan terjadi pada 2003 sampai 2004! Aku melakukannya demi kebaikan bersama, OK?"

"Terserah."

John mendengkus. Namun begitu, ia tetap melanjutkan penjelasannya. "Terjadi konflik antara Amerika dan Iran. Trump akan membunuh salah satu jenderal besar milik pasukan elit Iran. Jenderal Qasem Soleimani akan terbunuh dengan serangan Nirawak pada awal tahun. Kondisinya semakin memanas sampai beberapa bulan ke depannya. Ini membesar menjadi perang dunia ketiga antara pertengahan sampai penghujung tahun 2020 dan berlangsung selama kurang lebih tiga tahun."

"Bayangkan berapa banyak jiwa yang terenggut dalam kurun waktu tersebut. Belum lagi imbas dari senjata nuklir di berbagai tempat di dunia. Kalau pun ada manusia yang hidup, mungkin hanya sedikit yang hidup tanpa terpapar radiasi nuklir sedangkan sisanya ... kau tahu sendiri bagaimana, Daph."

Daphnie terdiam. Perang dunia dua bertahun-tahun silam dengan persenjataan yang belum secanggih era ini saja sudah menelan banyak jiwa dan meninggalkan kenangan kelam pada dunia. Bila perang pecah di era ini, kerusakan dan kehancuran yang terjadi jauh akan lebih besar dan akan berdampak pada kehidupan bumi setelahnya.

Wanita itu menarik napas, menyatukan kedua telapak tangan dengan siku menumpu pada permukaan meja. "Jadi maksudmu, project ini bisa mencegah perang itu?"

"Ya, benar sekali!" John berseru optimis. "Dengan adanya virus jenis baru, para ahli akan membutuhkan waktu untuk membuat vaksin dan penawarnya. Virus akan terus menyebar dan meluas, menjadi edemi hingga pandemi. Semuanya lumpuh total, tapi ada yang tidak benar-benar lumpuh. Termasuk pemerintahan. Mungkin saja orang-orang pemerintahan tak terkecuali Trump sendiri juga terjangkit. Pandemi ini bisa saja berlangsung sampai Trump lengser dan dengan begitu, perang pun tidak akan terjadi karena dia tidak punya kuasa apa-apa lagi atas Amerika."

"Tidak, itu tetap saja dinamakan perang," sanggah Daphnie. "Perang melawan penyakit."

John menyandarkan tubuhnya di kursi seraya menatap langit-langit lab pribadi Daphnie yang terlihat cukup menarik dan asyik bila ditelusuri. "Setidaknya jauh lebih baik daripada terkena bom atom atau terpapar radiasi nuklir. Selain itu, anggap saja sedang terjadi seleksi alam."

"Gila," gumam Daphnie.

"Dunia ini tak akan terkendali tanpa adanya orang-orang gila seperti kita, Daph. Mungkin bisa jadi lebih buruk lagi," imbuh John, dan setelah dipikirkan sedikit, mungkin ada benarnya juga.

Tanpa hasrat pada ilmuwan, tak mungkin ada penemuan-penemuan hebat yang mengubah hidup umat manusia—entah yang baik atau yang buruk sekali pun. Tanpa ada para tetua elit global, Daphnie tidak tahu apa yang bisa saja terjadi bila dunia ini tak ada 'otak' yang memerintah dan merancang segala sesuatunya. Dan tanpa organisasi yang menjadi tempatnya mengabdi, mungkin manusia sudah lama punah oleh berbagai anomali aneh, di luar nalar manusia dan berbahaya.

"Jadi, yang kulakukan hanya membuat virus jenis baru?" tanya Daphnie. Dijawab anggukan mantap oleh pria itu. "Aku belum pernah membuat yang seperti itu sebelumnya, kau tahu?"

"Sudah kubilang, kami siap membantumu, Daph. Masa depan tidak kekurangan orang hebat, hanya saja untuk project ini, kami benar-benar membutuhkan bantuanmu. Kau punya pengetahuan lebih tentang berbagai objek aneh seperti S.C.P, mengamati dan mempelajari mereka bahkan sampai ke DNA. Dan itulah yang kami perlukan."

Daphnie mengangguk, membenarkan dan secara tidak langsung menyanggupi permintaan John. "Bagaimana rencana penyebarannya? Punya gambaran tentang penyakit yang akan ditimbulkan?"

John tampak berpikir. Cukup lama pria itu terdiam sembari mengusap dagunya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. "Aku tidak tahu pasti. Jika kau menyetujuinya sekarang, lusa aku datang lagi untuk menjemputmu dan membicarakan hal ini langsung pada pertemuan rahasia para tetua di Qatar. Kita bisa pakai tengah malam agar kau tidak ketahuan oleh anggota atau atasanmu."

"Ah, kalau tidak salah tangkap, para tetua ingin dalam virus atau vaksin yang kau buat nanti mengandung microchip untuk merekam semua jejak dan aktivitas setiap orang," tambahnya, seketika membuat Daphnie tercengang.

Menangkap sinyal protes dan sanggahan dari Daphnie, John buru-buru menenangkan—mengulurkan dua tangan ke depan dengan telapak tangan melambai pelan. "Sudah kubilang, bicarakan nanti saja di sana, jangan protes padaku di sini."

"Yang pasti, kita punya beberapa bulan untuk merancangnya sebelum penyebaran paling pertama yang akan dilakukan sekitar akhir tahun ini, di Tiongkok. Kita bisa ciptakan berita atau isu mengenai siapa pembuatnya—tentu saja bukan kau—dan bagaimana virus itu bisa keluar dari lab."

Daphnie terdiam. Dia butuh waktu untuk memikirkan segala sesuatunya. Bukan satu atau dua orang saja yang mungkin meregang nyawa oleh karena penyakit yang akan timbul. Tidak menutup kemungkinan pula seluruh umat manusia bisa musnah hanya karena rekayasa genetika yang akan ia lakukan nanti.

"Jadi, bagaimana, Daph? Kau setuju, kan? Ini demi umat manusia dan masa depan kita semua. Kau akan aman, Daph. Semua akan baik-baik saja. Percayalah."

Demi kita semua, ya?

Selesai

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro