Chapter 5
Ratusan butir peluru bius berakhir menancap di leher banyak orang. Mereka datang tiada habisnya, sedangkan posisi Keyna benar-benar terancam. Tenaga dan peluru telah terkuras, tapi pasukan pengantar tidur tak kunjung datang. Di sisi lain, mereka masih mengincarnya dengan berapi-api. Mau tak mau, Keyna mengerahkan tenaga yang baru terisi setetes, berlari sempoyongan sambil memeluk bagian perut yang sakit bagai dijepit. Matanya melirik gelisah.
Ayolah, cari tempat persembunyian. Namun, Keyna menggeleng lemah, menolak usulan batinnya sendiri. Tidak, Keyna wajib ikuti kata hati. Sayang sekali ia tersandung akar pohon tua yang mencuat ke permukaan, jatuh tengkurap menorehkan lecet pada jasnya. Keyna tak larat bangun lagi.
Setitik air mata memantik semangat dalam raga, memberi sedikit kekuatan untuk menyeret tubuhnya yang letih menggunakan lengan.
Dari arah kiri, Keyna mendengar deru mobil. Ratusan peluru bius melesat bagai rintik hujan, menambah kengerian pada erangan parau para Vyeosick akibat letusan senapan mesin. Barulah ia bernapas lega, mulai mengatur tempo pernapasannya. Mereka---pasukan pengantar tidur---tiba di sini. Entah berapa lama Keyna memulihkan tenaga dalam posisi tiarap. Sampai ia mampu berdiri, mereka---Vyeosick---tak henti-hentinya memberontak.
Persetan dengan mereka! Keyna tak memiliki pelor untuk membantu pasukan pengantar tidur. Gadis dengan rambut gaya kepang Prancis itu ingin mengetahui isi sekolah islam yang ramai dibincangkan semasa hidup normal. Ia berjalan santai, mengamati bangunan yang sama pucatnya dengan Vyeosick. Cat berubah jadi kapur. Banyak bunga Vyeoflower tumbuh bersama rerumputan yang menguning di beberapa titik lapangan yang hancur.
"Aku tak percaya tempat ini hancur berkat tumbuhan parasit cantik." Keyna bermonolog, berputar mengedarkan pandangan ke sekitar. Area sekolah islam telah dipenuhi partikel hitam, mirip debu bercampur asap knalpot. Banyak barang-barang yang dikuasai lumut dan spora jamur, tak sedikit pula menjadi wilayah bunga Vyeoflower berkembang biak.
Tidak, sebuah patung gipsum berbentuk semangka terdampar di antara rumput dan puing-puing bangunan. Ia pungut dan bersihkan habuk di patung. Beberapa sisi telah terkikis sedikit. Ukurannya dapat digenggam sebelah tangan.
"Indah sekali," pujinya memasukkan patung tersebut ke saku jas. Seketika ia tersadar, suara di luar sana telah lenyap. Namun, Keyna tak langsung percaya begitu saja. Sembari mengodok saku jas, tangan yang semula menggenggam patung gipsum bertukar menjadi pistol bius, mengarungi jalan kecil berhimpit dua bangunan.
Sepasang sepatu boot melangkah pelan meski suaranya masih terdengar. Sedang sepasang indera penglihatan melirik waspada. Telinga Keyna menangkap gelombang bunyi dari gedung di sebelah kanan dari arah keluar sekolah. Ia terpejam mengamati jenis suara yang mampu ia baca.
Pecahan benda kaca....
Jerit menyamai pekikan seekor kelelawar....
Dentingan besi....
Ada kehidupan di sana, tapi Keyna lebih penasaran dengan keadaan di jalan raya.
Jantungnya berdegup kencang ketika seseorang melompat menghadang jalan. Tangannya yang berkeringat refleks melepaskan satu pelor, menancap di leher seorang pria berkulig pucat. Isi pelor terkuras sendiri begitu cepat, saat itulah dia ambruk tengkurap. Bius cair dari satu peluru akan membuat mereka tertidur selama 10 menit. Keyna bergegas menuntaskan rasa penasaran pada jalan raya.
Alangkah terkejutnya Keyna walau hanya mata yang membulat sebagai reaksi. Ratusan selongsong peluru dan kapsul bius bertebaran di sana, beberapa kapsul ada yang pecah terinjak. Vyeosick yang terkapar mereka---pasukan pengantar tidur---seret ke area sekolah. Suara bedil kini terdengar samar-samar, mungkin bersumber di sekolah.
Sebuah kapsul bius tak sengaja ia tendang, lantas mengambilnya sekadar mengecek isi. Ada isinya, batinnya. Gadis berambut dibentuk kepang Prancis itu teringat pada pelatihan membuat peluru bius. Ia bisa memanfaatkan sisa selongsong dan kapsul setelah memeriksa isi sumber jeritan berasal.
Ia membukakan pintu kayu dengan susah payah, langsung menjauh dan membantingnya setelah melihat serpihan kaca menancap di badan pintu. Belum jerit yang membangunkan bulu roma di sekujur tubuh Keyna akibat bantingan pintu.
Detingan besi dan kaca kembali beradu mengikuti siluet di depannya pergi. Dengan sigap, Keyna mengacungkan moncong pistol ke arah siluet pergi. Dia menampakkan diri sebagai seorang pemuda berseragam putih-biri yang meloncat ke meja, menjatuhkan garpu dan pecahan piring-mangkok, berperilaku layaknya hewan primata. Beberapa luka telah ungu, hinggap di badannya yang ceking nan pucat. Mungkin kekurangan darah saat mendapatkan luka tersebut.
"Jangan mendekat!" Keyna ingin sekali mundur, tapi pecahan beling yang menghiasi sisi pintu dalam ruangan itu seakan tak mengizinkan.
Dia kembali memekik. Kali ini ia seperti mengerti kalimat yang terkandung di balik jeritan.
Patungku! Begitulah katanya. Keyna cepat-cepat merogoh patung gipsum berbentuk sepotong semangka, menyodorkan ke arah orang itu berjongkok di atas meja. Atensi dia membunuh emosi dalam kalbu, perlahan mendekati patung yang tertidur di telapak tangan Keyna.
Senyum lembut terbit di bibir merah Keyna. Ia mendekati orang yang ia duga terkena serbuk Vyeoflower---banyak partikel mahkota bunga Vyeoflower melayang di udara.
"Apa patung ini milikmu?" Pertanyaan Keyna tak dia gubris. Namun, pemuda itu menerima benda yang ia beri sebelum menjauh mendekap patung ke dada.
Selesailah Keyna di sini, mungkin suatu saat nanti ke sini lagi menjemputnya untuk menjalani karantina.
"Keyna, kau mendengarku?" Suara nyaring menembus telinga berpasangkan handsfree. Sambil keluar menghela napas, Keyna mengernyit bingung. Ini pelik, seharusnya Zikra yang memegang komunikasi saat Keyna di luar area aman, tapi minimal ia mengenal suara orang yang menggantikan Zikra.
"Kak Zikra di mana, Tasya?" tanya Keyna merasakan hawa panas di sekitar wajah. "Dan bagaimana keadaan di sekolah? Aku tak mendengar suara tembakan dari pasukan pengantar tidur lagi."
"Lucu sekali kau bertanya." Jawaban Tasya bertolak belakang dengan harapan Keyna yang ingin langsung ke poin utama. "Karena pasukan pegantar tidur kehabisan peluru dan Vyeosick menggeliat begitu ganas, aula sekolah diserbu hingga bobol. Kami terpaksa cari jalan sambil menentukan tempat yang sesuai untuk area aman para relawan, bahkan kami terpaksa membasmi para Vyeosick dengan senjata tajam. Karena itu, kak Zikra terluka parah. Kabar baiknya, sebagian besar selamat meski banyak yang terluka parah, berdiam diri di ruang kesenian."
"Ruang kesenian?" Makin sipit mata Keyna saat mengingat letak bangunan yang dia sebut.
"Kamu di mana sekarang?" Keyna mendelik menyadari ucapan Tasya. "Aku ada di----"
Lagi-lagi kepala Keyna sakit. Denging meneror gendang telinga. Dada pun sesak kehabisan oksigen. Ia ambruk membungkam sepasang telinga, mengerang dan terengah-engah. Denging tersebut bertukar dengan gelak, cacian, bahkan hinaan yang menggelegar. Sekeping memori melintas cepat, menayangkan sebuah film berdurasi pendek dengan syarat....
Pandangan Keyna harus dihalangi layar hitam. []
Ish, kasihan Zikra. Ngomong-ngomong soal luka, Keyna sepertinya menderita dengan luka psikis, sampai-sampai memorinya minta bernostalgia. Ckckck, memori Keyna tentang apa, ya?
Yang penasaran jangan sampai kelewatan kisahnya yaa.
Regards,
Revina_174 & iNay_3010
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro