Chapter 19
"Kumohon, biarkan aku mengambil alih tubuhmu, Keyna." Suara lembut berkata di telinga kiri. "Aku lebih tahu soal masalahmu dan Azky, aku akan buat dia bertekuk lutut padamu, Keyna. Aku janji."
"Jangan dengarkan dia!" Suara di sebelah kanan menentangnya. "Azky sudah bertindak keterlaluan pada tubuh dan jiwamu. Dia pantas mati. Aku akan membunuhnya untukmu."
"Kau akan dianggap positif kena serbuk Vyeoflower jika mengikuti keinginan dia," kata suara di sebelah kiri. "Kau tidak mau terlibat masalah lagi, kan? Keyna, cukup dengarkan aku."
"Justru kau harus dengarkan aku!" Suara di sebelah kanan makin melengking saja. "Siapa yang mau membiarkan Azky ganggu kamu setiap hari? Kata-kata saja tidak cukup buat dia sadar."
Mereka terus merepik hingga memenuhi telinga dan kepala Keyna. Suara mereka makin berdenging, makin mengabur, makin kuat hingga diprediksi mampu membunuh otak, mampu mengocok penglihatan yang tersambung pada organ pusat. Mereka tak ada bedanya dengan iblis pencipta mimpi buruk. Percuma ia abaikan suara ini, mereka berdebat begitu sengit.
"AAAA!!" Keyna menjerit dalam kurun waktu lama, menimbulkan pecahan pada ilusi. Suara dalam dirinya tak lagi terdengar, didominasi lengking yang bersumber dari mulut. Semua mata tertuju padanya. Beberapa ada yang panik menghampiri Keyna, tak sedikit pula mereka acuh tak acuh.
Suara mereka lenyap, datang pula bunyi orang dalam lingkungannya. Keyna menutup telinga rapat-rapat, masih menjerit meski tak seperti tadi.
"Tenang, Keyna. Ini kami. Kamu ingat, kan?" Respon suara ia balas dengan satu kata yang terselip nada tinggi: pergi. Keyna tak segan menendang, menampar, atau meninju orang yang mendekatinya.
Jeritan Keyna sampai ke telinga Zikra yang baru sampai menggunakan alat penuntun jalan. Dengan tergesa-gesa, ia menghampiri Keyna, bertekuk lutut memeluk gadis itu dari belakang. Alangkah hebatnya Keyna menggeliat minta bebas, meringik keras hingga saliva meleleh di mulut.
"Tenang, Keyna. Ini aku, kamu aman bersama kami," kata Zikra menggenggam sebelah tangan Keyna, mengelus dengan lembut. Terasa dingin dan berkeringat.
Namun rengekan Keyna berhasil menambah kekuatan melepaskan diri dari dekapan Zikra. Ia terperangah. Tak disangka Keyna akan sebrutal itu dalam menangani ilusi jiwanya sendiri yang terguncang. Pekikan dia mulai mereda, hanya tersisa embus napas gusar. Tubuh dia masih bergemetar walau samar-samar.
Dengan perlahan, tangan besar Zikra terulur melingkar leher Keyna. Rahangnya bertumpu pada pundak. Tak lagi terdengar tangis. "Kamu aman bersama kami di sini, Keyna...."
Pelukan Zikra menjernihkan manik cokelat Keyna. Kilau mempercantik irisnya yang sedikit mengecil. Alam bawah sadar menjelajahi masa di mana ia merasa putus asa.
"Jangan!" Suara itu begitu mengejutkan Keyna di masanya. Letusan senjata api menyusul kemudian, menandakan bahwa tali yang melilit leher Keyna terputus. Ia jatuh telungkup, terlampau lemah untuk bergerak leluasa.
Seseorang datang mengangkat tubuh mungil Keyna, memeluk dengan hangat seperti sekarang. Iya, inilah pelukan yang ia cari. Rupanya Zikra yang selamatkan Keyna di masa pandemi serbuk Vyeoflower menyebar pesat dan menjadikan seluruh dunia masuk zona merah.
"Kamu aman bersama kami." Itulah yang beliau katakan saat pertama kali berjumpa. Damailah hati Keyna, mengetahui bahwa Zikra sungguh orang baik.
"Sudah merasa lebih baik?" Dia melepaskan pelukannya, berjalan jongkok guna bertatap muka. Senyum Zikra tak lagi menyeramkan.
Keyna mengangguk kaku. "Aku merasa lebih baik."
"Aku senang mendengarnya." Sebelah tangan terulur mengelus pipi kotor Keyna dengan satu jari. "Kulihat kau sangat tertekan. Apa kamu mau cerita padaku? Aku dengan senang hati mendengarnya."
Keyna menunduk sejenak. Mungkin ... ini yang terbaik jika menuruti tawaran Zikra.
****
"Aku ... akan hilang kendali jika mengabaikan ucapan mereka." Keyna baru saja menjawab pertanyaan Zikra di atap ruang kesenian. Ia meringkuk, menumpu dagunya di atas lutut.
"Begitukah?" Zikra juga memandang keadaan area sekolah dari atas sini. Nampak sepi, tiada pasien Vyeosick yang berkeliaran tak tentu arah. "Jika aku memberikan dua pilihan, kau akan pilih mana?"
Gadis dengan rambut dikucir ekor kuda itu menoleh polos. Semilir angin menerpa rambut gondrong Zikra yang masih menemukan mata ramahnya. "Mengabaikan omongan mereka sehingga kamu mampu menghancurkan keberadaannya dengan risiko kau makin tertekan, atau mendengar saran mereka dengan konsekuensi salah satu dari mereka akan mengambil alih tubuhmu untuk selamanya?"
Keyna terdiam, sibuk mencerna ucapan Zikra. Ini susah, apa yang harus ia pilih nanti? "Beri aku waktu untuk menentukan jawabannya."
Zikra tersenyum manis, mengusap kepala Keyna dengan lembut. "Tentu, aku selalu menunggumu."
"Kak Zikra?" Seseorang memulai komunikasi di handsfree Zikra. "Kakak dengar aku?"
"Iya, ada apa?"
"Ini soal Keyna, Kak." Mata Zikra mulai menggelap. Sekilas memandang Keyna masih terlarut dalam pikirannya. Ia pergi ke dalam ruangan melewati tangga. "Aku ingin Kakak hubungi aparat keamanan untuk menjaga area aman. Aku tak mau Keyna kenapa-napa, Kak."
"Kenapa aku harus panggil mereka?"
"Sudahlah, turuti saja apa kata aku!" Mendengar dia memekik membuat Zikra ngilu. "Ada pasien Vyeosick yang tergila-gila sama Keyna. Dia menginginkan Keyna tewas. Aku sendiri korban penganiayaan karena dia, sebab menanggap aku dan Zee adalah teman dekat Keyna."
Ia tak membalas, melepas tombol handsfree. "Pasien Vyeosick yang waktu itu nyaris masuk ke aula, hah?" Senyum tipis terlihat samar bagi para relawan yang melihat Zikra berdiri di tengah ruangan. "Ini menarik. Aku masih penasaran dengan maksud orang itu, tapi tak ada salahnya mengikuti saran gadis itu."
Satu jari bertempelkan plester menekan tombol di handsfree. "Aku akan segera menghubungi aparat keamanan, tapi semuanya tergantung keputusan Keyna meski aku memanggil mereka." []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro